Rektor IPB Angkat Bicara Soal Penyatuan Kemendikbud dan Kemenristek
BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Kemendikbud dan Kemenristek akan disatukan. Apa komentar Rektor IPB Prof Arif Satria?
“Kita menghormati keputusan yang sudah diambil. Namun demikian, soal struktur itu atau nomenklatur apapun yang diputuskan selalu memiliki positif dan negatif,” ujar Prof Arif Satria, yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia 2020-2021 saat menjadi narasumber dialog tentang Masa Depan Pendidikan dan Ristek dalam Satu Kementerian di program PRIMETALK MetroTV, (15/4/2021).
Prof Arif mengatakan, menghormati keputusan akan adanya peleburan dua kementerian yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
Prof Arif mengatakan, bahwa Kemendikbudristek memiliki sisi positif dan kelemahan juga. Kemenristek yang lama juga ada kelebihan dan kekurangan, jadi kalau yang sekarang itu digabung, bagi Perguruan Tinggi (PT) tentu lebih mudah karena kita hanya mempunyai satu ‘bapak’.
“Sehingga mudah untuk koordinasi dan juga bagi pemerintah mudah dalam menentukan indikator kinerja dan lain sebagainya. Namun kelemahan sekarang adalah penyatuan riset dengan lembaga-lembaga PT dan riset dengan non PT butuh effort (usaha) lebih,” ujarnya.
Prof Arif menyampaikan jika Kemenristek sebelumnya dalam berkoordinasi riset lebih mudah. Sementara kelemahan Kemenristek model lama adalah memiliki dua ‘bapak’ sehingga butuh effort lebih dalam mengkomunikasikan kebijakan dan lain sebagainya.
Menurutnya Indonesia saat ini berada di peringkat 85 dari 131 negara di dunia pada Indeks Inovasi Global atau terendah kedua jika dibandingkan negara ASEAN. Ia menuturkan bahwa riset sangat berperan dalam prestasi Indonesia.
“Kemajuan ekonomi negara sangat terkait dengan kemampuan inovasi dan kemampuan inovasi sangat terkait dengan riset. Sementara anggaran riset di Indonesia masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Malaysia, Korea Selatan dan Jepang.
Besar anggaran riset Indonesia yakni 0,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sementara besar anggaran riset Malaysia sudah mencapai 1,3 persen dari PDB, Korea Selatan dan Jepang sebesar 4,3 persen dan 3,6 persen dari PDB,” jelasnya.
Prof Arif juga mengutarakan perlunya political action. Menurutnya, prioritas political action dalam hal ini akan tercermin dalam hal budget. Kemampuan mengalokasikan budget yang efektif bisa mendongkrak inovasi agar lebih unggul lagi.
“Begitu pula budget untuk mendongkrak pra pendidikan dalam menghadapi era seperti sekarang ini,” pungkasnya. [] Admin