Kab. Bogor

Pembangunan Jalan “Poros Tengah Timur” Bogor Terbengkalai

BOGOR-KITA.com – Pembangunan Jalur Puncak Dua atau biasa disebut Jalan Poros Tengah Timur sepanjang 48 kilometer yang berawal dari Sentul dan bisa menjadi jalan alternatif ke Cianjur, Kota Bekasi, Karawang, sekaligus bisa menjadi jalan alternatif menuju Jalan Raya Puncak, sudah setengah jalan. Namun, jalan yang dipersiapkan tahun 2011, dan sudah mendapatkan kucuran anggaran dari Pemerintah Propinsi Jabar dan Pemerintah Pusat sejak 2012-2014 ini, kini terbengkalai. Harian PAKAR dalam edisi Rabu (8/8/2018) memberitakan tentang hal itu dengan tajuk: “ APBD Tak Sanggup Biayai, APBD Tak Mendukung, Jalan Puncak Dua Gagal.”

Selengkapnya Harian PAKAR menulis:

Rencana pembangunan Jalur Puncak Dua sebagai salah satu solusi mengurangi kemacetan di kawasan wisata puncak gagal terealisasi tahun ini. Hal itu diungkap Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penenlitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah.

Menurut Ifah, hal tersebut dikarenakan biaya yang dibutuhkan sangatlah besar. Sedangkan kemampuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sangat terbatas. “Itu (pembangunan) tak bisa kita lakukan. Walau lahan sudah kita bebaskan, namun untuk konstruksinya APBD kita tak mampu untuk itu,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (7/8).
Ifah mengatakan, jalur sepanjang 56 kilometer tersebut kemungkinan memakan anggaran hingga triliunan rupiah. “Dulu anggaran yang kita keluarkan (pembebasan lahan dan lainnya) itu sebesar Rp 800 miliar. Mungkin dengan melihat kenaikan bahan material sekarang itu bisa triliunan,” katanya.

Baca juga  Pelonggaran PSBB untuk Kelompok Muda

Kendati demikian, Ifah mengatakan Pemerintah Kabupaten Bogor tetap berupaya untuk mewujudkan pembangunan itu dengan mengusulkan bantuan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat (APBD Jabar) hingga Pemerintah Pusat (APBN).
“Tapi waktu kita usulkan ke APBN mereka menganggap proritas Kemen PU itu lebih ke penyelesaian jalan puncak satu karena untuk pelebaran jaln juga butuh anggaran besar,” ungkap Ifah.

“Lalu Kemen PU juga melihat status jalan puncak satu itu nasional. Tapi kalau poros tengah timur itu jalan baru. Maka mereka menyerahkan ke pemprov dan daerah,” katanya menambahkan.

Tak hanya APBN, pengajuan kepada Pemprov Jabar pun (APBD Jabar) hingga saat ini belum mendapat tanggapan yang serius. Ifah mengaku kini Pemkab Bogor mencoba memaksimalkan usaha rencana pembangunan tersebut dengan mengharuskan para pengembang yang akan membuka usaha atau mengembangkan wilayahnya di wilayah pembangunan Jalur Poros Tengah Timur untuk bersinergi. “Tapi kalau untuk realisasi tak bisa selesai tahun ini,” ujarnya.

Sementara, gagalnya pembangunan Jalur Puncak Dua ini membuat kecewa para anggota DPRD Kabupaten Bogor. Yuyud Wahyudin salah satunya. Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bogor tersebut menilai, meski saat ini pemerintah pusat fokus memperlebar Jalan Raya Puncak dari mulai Gadog, Kecamatan Megamendung hingga Puncak Pas, Kecamatan Cisarua, bukan berarti upaya untuk mendapatkan alokasi anggaran dari APBN yang digunakan membangun fisik Jalur Puncak II diabaikan.

Baca juga  Bupati Bogor Lantik Pimpinan Dekopinda Baru Periode 2015-2020

“Para petinggi Pemkab harusnya bisa meyakinkan para pengambil kebijakan di pusat dalam hal ini Bappenas dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPERA), kalau Jalur Puncak II ini sangat penting dibangun, sebagai solusi mengurangi volume kendaraan di Jalur Puncak, sekaligus untuk pemerataan pembangunan di wilayah tengah dan timur,” katanya menegaskan.

Menurutnya, jika para petinggi Pemkab Bogor menjelaskan secara gamblang atas kebutuhan pembangunan dan pentingnya Jalur Puncak II untuk dibangun, baik Bappenas maupun Kemen PUPERA pasti akan memperimbangkannya dan tak menutup kemungkinan akan merealisasikannya.

Terlebih, sambungnya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah gencar-gencarnya membangun infrastruktur di semua daerah. Apalagi posisi Kabupaten Bogor sebagai penyangga Ibukota Jakarta.

“Momen ini harus dimanfaatkan, anggaran Rp 1 sampai Rp 2 triliun sih bagi pemerintah pusat bukan masalah, karena yang penting petinggi Pemkab bisa meyakinkan para pengambil kebijakan di pusat. Kalau perlu dibentuk tim khusus yang kerjanya akan lebih fokus, seperti yang dilakukan daerah-daerah lain di luar Jawa. Jadi Pemkab Bogor harus terus melobi jangan kaya gini,” tegas Politisi PPP itu.

Sebelumnya, kegagalan pembangunan ini sudah diketahui pada saat Bupati Bogor, Nurhayanti melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah pusat, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Senin (16/4),

Dalam Rapat konsultasi Publik Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangeran Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang diadakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tersebut, bertujuan untuk membahas penyelesaian dan konsep revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008.

Baca juga  Dirjen Otda Akan Tegur DPRD Kabupaten Bogor Terkait Plt Bupati

Menurut Nurhayanti, perpres tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur tersebut lebih kepada mengatur wilayah nasional. “Puncak Dua kita usulkan namun tidak secara emplisit disitu. Karena itu pengaturan wilayah nasional. Apalagi pusat lebih memprioritaskan pelebaran jalan di kawasan puncak,” kata Nurhayanti kepada wartawan, kemarin.
Meski begitu, Nurhayanti memastikan rencana pembangunan Jalur Puncak II akan terus didorong oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor. Dijelaskan Nurhayanti, di dalam Perpres 54 tersebut, pemerintah daerah lebih menerima dan memberikan masukan untuk pusat. Dimana intinya harus ada pengendalian dan koordinasi baik antara pemerintah daerah dengan pusat.

“Jadi pemerintah daerah dan provinsi harus mendukung perpres itu. Apalagi dalam perpres lebih mengatur tentang wilayah nasional,” tutur Nurhayanti.

Puncak, menurut Nurhayanti, hampir 50 persennya Jabodetabekpunjur diatur dalam perpres dan Pemkab Bogor berada di bagian hulu untuk puncak yang menjadi prioritas pemerintah pusat.

“Namun bagaimana caranya bagian hulu, tengah dan hilir menjadi kesatuan program yang harus kita sepekati. Apalagi di kawasan hulu, kawasan lindung juga diatur dalam tata ruang,” terang Nurhayanti. [] Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top