Kota Bogor

Omnibus Law Tidak Serta Merta Ambil Kewenangan Daerah

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Omnibus Law UU Cipta Kerja yang saat ini menunggu persetujuan Presiden Jokowi, tidak serta merta mengambil kewenangan pemerintah daerah.

Hal ini dikemukakan Guru Besar IPDN yang juga Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri periode 2010-2014, Prof. Dr Djohermansyah Djohan, di hadapan Walikota Bogor Bima Arya dan jajaran  Pemkot Bogor dalam acara Briefing Staf di Taman Ekspresi, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Selasa (20/10/2020) siang.

Prof Djohermansyah datang ke Bogor atas undangan Pemkot Bogor untuk memberikan perspektif mengenai Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Bima Arya, adalah salah seorang kepala daerah yang tidak hanya sekadar menyampaikan aspirasi buruh kepada Presiden RI, tetapi juga memberikan penilaian terhadap UU Cipta Kerja itu.

Menurut Bima, UU itu tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah karena sejumlah kewenangan daerah ditarik ke pusat.

Baca juga  Bima Ajak HMI MPO Jadikan Kota Bogor Kota Toleran

Bima tidak menyebut secara spesifik penilaiannya tertuju pada salah satu dari 11 klaster omnibus law. Tetapi, merujuk pada pernyataannya terkait kewenangan daerah yang ditarik ke pusat, maka diduga mengarah ke beberapa klaster, termasuk klaster  penyederhanaan perizinan.

Apa kata Prof Djohermansyah Djohan?

Menurut Prof Djohermansyah, Omnibus Law merupakan hal sah yang bisa dilakukan pemerintah pusat ketika sebagian kewenangan daerah ditarik ke pusat, namun tidak dilakukan secara serta merta langsung diambil.

Daerah, kata Prof Djohermansyah, diberikan ruang untuk memegang dan menjalankan kewenangan sesuai Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK).

“Tetapi, jika tidak mengikutinya, maka pusat akan mengambil alih kewenangan tersebut setelah melalui prosedur administrasi yang berlaku. Penarikan ini tidak bersifat permanen, tetapi dapat dikembalikan jika daerah mampu,” katanya.

Baca juga  Usmar : Pemkot Bogor Terus Berupaya Berikan Ruang Bagi Pelaku Seni

Terkait paparan itu, Bima mengatakan, sangat menarik. “Kita mendapatkan perspektif akademik sekaligus perspektif praktisnya. Jernih, objektif dan sarat akan wisdom,” kata Bima Arya.

Namun, kata Bima, yang menjadi pertanyaan adalah apakah Undang-Undang ini mencerminkan semangat reformasi dan otonomi daerah.

Sebab, dalam UU tersebut ada sebagian kewenangan daerah yang ditarik ke pusat, walaupun tidak sepenuhnya ditarik, karena ada ruang bagi pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan terlebih dahulu, dan jika tidak dilakukan, baru ditarik ke pusat.  Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pembiaran oleh pemerintah daerah terhadap banyak urusan.

“Kita harus dalami lagi sampai sejauh mana peraturan pemerintah tetap memberikan ruang bagi pemerintah daerah dan harus dibedah lagi aturan-aturan turunannya agar mendapatkan kepastian,” tegas Bima.

Baca juga  Tinjau Tes CPNS Pemkot Bogor Hari Pertama, Syarifah: Jangan Tertipu Tawaran Oknum

Saat ini, kata dia, banyak daerah yang sudah maju. Jika ditarik ke pusat dan standarnya disamakan maka ini merupakan langkah mundur.

“Sementara jika disentralisasi semua, apakah pemerintah pusat mampu, bagaimana pemerintah daerah mengontrol dan memastikan bahwa RPJMD dan yang lainnya tidak terganggu,” katanya.

Bima menegaskan, persoalan ini bukan sekedar persoalan PAD atau ruang fiskal, tetapi terkait desain sistem pemerintahan ke depan.

Bima mengatakan, Pemerintah Kota Bogor telah membentuk tim untuk melihat UU Omnibus Law dari semua aspek, mulai dari transportasi, perizinan, lingkungan hidup, hukum dan sebagainya. “Rencananya pekan ini rampung,” kata Bima. [] Hari

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top