BOGOR-KITA.com, BOGOR – Kebijakan pemerintah dalam menangani covid-19 setengah hati. Ini yang bikin penanganan corona atau covid-19 di Indonesia tak kunjung terkendali sampai sekarang.
Demikian pendapat dikemukakan pengamat sosial politik Bogor yang juga Direktur DEEP, Yusfitriadi yang disampaikan kepada BOGOR-KITA.com, Selasa (12/5/2020) malam.
Pendapat itu dikemukakan terkait situasi covid-19 di Indonesia di mana curva penularan masih tak terkendali.
Tanggal 9 Mei 2020, jumlah tertular baru sangat tinggi, mencapai 533 orang. Kemudian turun pada angka 387 orang. Besoknya turun lagi pada angka 233 orang. Tetapi tanggal 12 Mei 2020 angkanya melonjak tinggi lagi pada angka 484 orang.
Situs endcoronavirus.org, memosisikan Indonesia dalam dikategorikan sebagai countries that need to take action, atau negara yang masih butuh penanganan serius.
Penanganan corona di Indonesia sendiri sudah lebih 70 hari, terhitung sejak tertular pertama dan kedua yang mulai diumumkan secara resmi tanggal 2 Maret 2020.
Untuk mengendalikan corona, apakah pelru diambil kebijakan lebih keras dari PSBB misalnya dengan memberlakukan kebijakan lockdown?
Yusfitriadi menilai tidak perlu. “Terpenting kebijakan PSBB dijalankan secara konsisten, tidak setengah hati,” kata Yus, sapaan akrab Yusfitriadi.
Yus mengatakan, salah satu kebijakan terbaru yang setengah hati itu adalah mengizinkan pesawat komersil domestik terbang kembali.
“Saya tidak faham apa alasan krusial yang menjadikan pemerintah mengizinkan maskapai komersil beroperasi kembali di tengah kurva covid-19 belum melandai. Jangankan melandai. mencapai puncaknya pun belum,” kata Yus.
Seandainya pun kondisi sudah melandai, berdasarkan pengalaman di beberapa negara kurva penularan covid-19 bisa kembali naik.
Selain itu, tempat-tempat potensial penyebaran covid-19 masih dibiarkan berjalan seolah tidak ada covid-19. Berbagai konsep protokol covid-19 sudah didesain sedemikian rupa, namun fakta di lapangan berbeda.
Lihat saja kereta api, bahkan informasinya bus-bus penumpang juga akan beroperasi kembali. Sulit rasanya membayangkan republik ini akan dengan cepat selesai dari wabah covid-19.
Kebijakan pemerintah yang setengah hati juga terlihat dari munculnya wacana relaksasi atau pelonggaran PSBB.
Pelonggaran PSBB haruslah dilakukan ketika grafik covid-19 sudah melandai. Bagaimana mungkin relaksasi dilakukan ketika covid-19 sedang menuju puncaknya, apa yang akan terjadi.
Terkait dengan pemberlakuan lockdown untuk menangani covid-19 yang masih tak terkendali, Yus mengatakan, sejak awal covid-19, berbagai elemen masyarakat memang menuntut Indonesia melakukan lockdown agar bisa dengan cepat memutus penyebaran covid-19 seperti yang dilakukan oleh beberapa negara di Asia, seperti China, Vietnam, dan sebagainya. Indonesia akhirnya mengambil kebijakan yang setengah hati melalui apa yang disebut PSBB yang besifat setengah hati.
Sehingga, namanya setengah hati, dampaknya pun tidak signifikan, apalagi penerapan PSBB juga setengah hati, sehingga efektifitasnya rendah. Hal itu terbukti dengan kebijakan beberapa daerah yang terus memperpanjang PSBB, sekarang ada yang masuk PSBB tahap ketiga.
“Hal itu jelas-jelas membuktikan kebijakan yang diambil pemerintah adalah kebijakan setengah hati. Jangan sampai ketika kondisi seperti ini, pemerintah menerapkan kebijakan lockdown. Solusi terbaik saat ini adalah menerapkan PSBB secara konsisten sesuai esensinya, sehingga kebijakan PSBB yang setengah hati itu bisa terealisasi dengan sepenuhnya. [] Hari