Hitung Rinci Dulu Volume Curah Hujan, Baru Cari Solusi Banjir Ciliwung
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Hitung dulu secara rinci curah hujan. Berdasarkan hitungan tersebut baru dicari solusi bagaimana mengatasinya.
Hal ini dikemukakan Dr Deni Septiadi, Dosen Meteorologi Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika (STMKG) Jakarta, peneliti petir dan atmosfer, kepada BOGOR-KITA.com, Rabu (11/11/2020) pagi, mengomentari langkah Wali Kota Bogor bersama Satgas Ciliwung yang melakukan Ekspedisi Ciliwung untuk memetakan titik sampah, bangunan liar serta pencemaran di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang menyebabkan banjir Jakarta.
Dr Deni mengatakan, penanganan banjir dan longsor memang kompleks sekali.
Terutama sekitar DAS Ciliwung, dengan panjang sekitar 100 km dan segmentasinya yang melibatkan beberapa stakeholder kadang menyulitkan dalam koordinasinya.
Banyak faktor penyebab banjir di antaranya DAS yang dipenuhi banyak sampah dan sedimen, kurangnya daerah resapan, pemukiman atau pembangunan yang tidak memperhitungkan kerusakan ekosistem sungai, penurunan tanah (subsidensi) serta di-triger oleh curah hujan yang tinggi.
Dari beberapa tahun lalu pemerintah pusat dan daerah gencar membangun situ ataupun waduk penampungan air dengan harapan mampu menampung air berlebih dari curah hujan.
Namun, kata Dr Deni, banjir selalu saja terjadi, mengapa?
“Saya melihat, pemerintah kurang memperhitungkan secara rinci volume curah hujan di sekitar DAS baik hulu, tengah sampai hilir,” kata Dr Deni.
Ingat, katanya, bahwa Indonesia merupakan daerah surplus energi dengan suhu muka laut cenderung hangat sepanjang tahun.
Implikasinya awan-awan konvektif cukup mudah terbentuk. Akumulasi curah hujan tahunan di hulu (0 km Ciliwung) saja berkisar 5.000-6.000 mm tahun. “Ini perlu sekali diperhatikan,” katanya.
Tipikal hujan di wilayah Bogor terutama di sekitar DAS umumnya sangat singkat kurang dari 3 jam dengan curah hujan dapat mencapai lebih dari 100 mm/hari.
“Saran saya identifikasi secara rinci dari hulu, tengah sampai hilir bagaimana karakteristik curah hujannya. Petakan di situ baru kemudian akan terlihat berapa banyak daerah penampungan yang perlu dibangun. Setelah itu baru dibuat early warning system-nya untuk penanganan banjir dan longsor dengan estimasi waktu tiba hingga beberapa jam ke depan,” kata Dr Deni.
Khusus untuk daerah Bogor dan Jawa Barat secara keseluruhan, perlu diperhatikan topografinya. Sebab, jelas karakteristik banjirya pasti berbeda dengan daerah Jakarta yang merupakan daerah urban.
“Lereng bukit pegunungan perlu diidentifikasi juga untuk menghindari potensi longsor,” kata Dr Deni. [] Hari