BOGOR-KITA.com – Paguyuban Warga Sentul City (PWSC) Cinta Damai menggelar acara halal bi halal di Sentul Tower Apartemen (STA) Sabtu (29/6/2019). Menurut Erwin Lebbe, ketua panitia pelaksana, hadir sekitar 140 warga yang tinggal di kawasan hunian Sentul City. Selain halal bi halal digelar juga diskusi dengan tema ‘Siapa yang diuntungkan dari putusan MA? Warga Bertanya dan Pengembang Menjawab’.
Acara yang dibuka M. Ali, Ketua PWSC Cintai Damai itu menampilkan Jonni Kawaldi Hasibuan, Direktur Operasional PT Sukaputra Graha Cemerlang (SGC), anak perusahaan PT Sentul City Tbk yang mengelola township management yang bertindak mewakili pengembang. Dalam paparannya, Jonni menjelaskan polemik soal putusan kasasi Mahkamah Agung yang dimenangkan oleh Komite Warga Sentul City (KWSC) terkait pengelolan Prasarana Umum (PSU) dan pengelolan air bersih.
“Dalam putusan kasasi MA dikatakan kami tidak boleh lagi menarik BPPL (Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan, red) dan merupakan pelanggaran hukum kalau kami menariknya. Jadi dengan putusan ini kami harus menghentikan pelayanan kepada warga yang selama ini menerima pelayanan dan memenuhi kewajibannya untuk membayar kepada kami. Sedangkan data yang ada di kami sebagai pengelola township management, 70 persen warga Sentul City membayar BPPL dan hanya 30 persen warga tidak membayar BPPL. Data 30 persen itu termasuk rumah kosong,” terang Jonni.
Kuasa Hukum PT Sentul City Tbk Fariancis menjelaskan putusan kasasi MA ini hanya berlaku kepada para pihak yang berperkara yaitu PT Sentul City Tbk sebagai developer dan PT SGC sebagai pengelola township management dengan KWSC.
“Di dalam persidangan kita pernah sampaikan bahwa tidak secara jelas membuktikan bahwa mereka ini merepresentasikan dari seluruh warga Sentul City. Buktinya, ada warga yang melakukan gugatan Derden Verzet (Perlawaan pihak ketiga, red). Warga yang menggugat ini menyampaikan keberatan dengan isi amar putusan kasasi ini,”paparnya
Ketika Rino A. Sa’danoer, moderator diskusi membuka sesi tanya jawab, sejumlah warga langsung mengacungkan tangan minta waktu untuk bicara. Ny Desmawati (53), warga cluster Taman Besakih mengusulkan untuk mengembalikan pengelolaan air bersih kepada PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Karena menurutnya, harga air di kawasan Sentul City saat ini tidak dimusyawarahkan dulu. Dia juga mempertanyakan tagihan air dengan denda yang sangat tinggi.“Jangan begitu, kalau dulu kan dirapatkan di Darmawangsa. Komunikasikan dulu agar sama-sama enak,” katanya. Ny Amadia (39), warga cluster Tampak Siring mengaku merasa terintimidasi dengan adanya tagihan yang bukan dari PT SGC. Hal tersebut membuatnya bingung karena ada dua tagihan yang harus dibayar.
Diskusi dan tanya jawab terkait pelayanan PT SGC
“Terus terang saya pribadi puas. Suami saya juga puas dengan pelayanan SGC. Saya komplain diterima dengan baik. Saya tidak mau pelayanan SGC terganggu dengan adanya masalah ini,” ujarnya.
Hendra (42), warga cluster Lakeside bertanya mengenai komitmen PT SGC untuk terus melayani warga meskipun di MA kalah. Apalagi tidak semua warga Sentul City membayar kewajibannya. Dia juga meminta PT SGC jangan menyamakan pelayanan kepada warga yang selalu membayar dan yang tidak.
“Saya memahami PT SGC pasti sangat kesulitan. Saya aja mengelola dua puluh rumah gak gampang. Apalagi ini ribuan rumah. Menurut saya kalo emang ga mau bayar sorry to say cabut aja airnya,” tegasnya.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan warga, Jonni menjelaskan, dahulu tarif air bersih yang diterapkan PT SGC adalah tarif yang telah PT SGC hitung kemudian dimusyawarahkan. Namun, tarif air bersih yang berlaku sekarang ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor setelah dihitung oleh BPKP.
“Jadi kalau kita bicara tarif air yang sekarang itu adalah tarif air dari pemerintah bukan dari Sentul City,” jelasnya.
Menjawab masalah denda akibat keterlambatan membayar tagihan, Jonni mengatakan saat ini PT SGC tengah menjalankan program penghapusan denda. Jadi jika warga membayar tunggakan, maka yang dibayarkan tunggakan pokoknya saja sedangkan dendanya di hapus. Soal usulan agar pengelolaan air bersih diserahkan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor, Jonni mengutip pendapat ahli Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) Effendi Masyur. Effendi berpendapat bahwa swasta atau developer bisa mengelola air sendiri namun tidak selamanya. Pengelolaan itu akan berakhir apabila PDAM sudah mampu menjangkau lokasi tersebut.
Diskusi dan tanya jawab terkait pelayanan PT SGC
“Sekarang tinggal kita tanya aja ke PDAM, mampu gak melayani seluruh warga Sentul? Bukan saya yang harus jawab kan?,” ucapnya. Lantas bagaimana sikap PT SGC mulai bulan Juli 2019?
“Jadi per bulan Juli 2019 sikap kami jelas. Yang bayar akan kami layani yang tidak bayar tidak kami layani. Kalau menurut saya kalau ada yang menagih selain dari SGC abaikan saja tidak ada dasar hukumnya. Kalau kami punya dasar hukumnya karena kami yang ditunjuk oleh PT Sentul City sebagai pihak yang mempunyai aset,” tegasnya.
Pernyataan Jonni didukung Fariancis. Kata dia, dalam perkara perdata dikenal dengan azas bahwa putusan itu mengikat bagi para pihak yang berperkara saja. Sementara yang berperkara dalam hal ini KWSC dan PT Sentul City. Fariancis mengatakan, ketika konsumen membeli rumah di Sentul City, segala hak dan kewajiban kedua belah pihak tertuang dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB). Kata dia, konsumen seharusnya sudah paham bahwa di dalam suatu perjanjian itu ada yang namanya azas kebebasan berkontrak.
“Artinya bahwa perjanjian yang kita sebut PPJB yang dibuat oleh para pihak itu mengikat sebagai undang-undang, ini menjadi sebuah dilema di mana dalam putusan kasasi kita diharuskan untuk menjalankan amar putusan tetapi kita menjadi tidak bisa menjalankan undang-undang dengan pelanggan yang kita buat,” ujarnya.
Pada sesi kedua diskusi, Firman (43) warga cluster equator menceritakan tentang posisi cluster Equator yang berada di sisi terluar kawasan perumahan Sentul City. Kata dia, cluster equator itu posisinya seperti di pulau terluar karena di seberangnya sudah perkampungan.
“Waktu Sungai Cikeas kemaren longsor lagi pak, saya yang paling galak saya telponin pak Joni, pak Aldi tolong dong sore ini diperbaiki takut jalan tergerus. Alhamdulillah direspon cepat oleh SGC. Sekarang sudah dipagar,” ujarnya. Firman mengatakan, di cluster tempat dia tinggal ada kegiatan ronda malam. Dari hasil ronda itu banyak masalah-masalah yang ditemukan dari kabel yang terkelupas sampai jalan-jalan yang bolong.
“Dengan komunikasi yang baik dengan SGC, Alhamdulillah tanggapan warga ini langsung di tindaklanjuti oleh SGC. Saya mengucapkan terima kasih,” tutupnya.
Pendapat berbeda dilontarkan Ny Siska (48), warga Cluster Bukit Golf Hijau yang mengaku datang sebagai perwakilan KWSC. Menurut Siska, putusan kasasi MA sudah berkekuatan hukum tetap dan harus dijalankan.
“Saya ingin jelaskan keluhan ibu Amadia. Maaf Ibu, KWSC tidak pernah mengirim Invoice. Hati-hati ibu bicara karena ini direkam ya bu. Yang memberikan ibu tagihan adalah swakelola RW 08 melalui koperasi KWS08. Hati-hati ibu karena kalau ibu bicara salah saya akan tuntut ibu. KWSC Tidak pernah menagih. KWSC adalah Komite warga Sentul. Kalau ibu tidak tahu tolong tanya saya. Jadi jangan melihat servicenya saja tanya kiri kanan. Karena kita semua warga. Kembali kepada persoalan Sentul City jangan memaksa melawan hukum ini adalah keputusan negara. Tetapi kalo Sentul City mengajukan PK itu adalah hak semua warga negara,” ujarnya.
Pertanyaan Ny Sisca pun Siska mendapat respon dari Jonni Kawaldi. “Jangan ada dosa diantara kita pesan abah Raul (penceramah, red). Pada prinsipnya kalau kami setelah adu argumen ini kita bisa satu meja makan setelahnya. Saya menjaga takut adanya gugatan baru karena bebarapa warga sampai mengancam akan pindah perumahan atau menuntut andaikan pengelolaan ini akan diserahkan kepada RT/RW,” ujarnya.
Sementara itu, Alferd (54) warga Cluster Meditrania 1, mengeluhkan tentang banyaknya rumah kosong dan pembongkaran jalur internet yang tidak ditutup kembali. Meski demikian, dia mengaku sangat puas atas pelayanan keamanan di kawasan Sentul City terutama di cluster tempat dia tinggal. Istri Alferd pun menambahkan dirinya mendapatkan dua buah surat yang pertama dari PWSC dan KWSC. Namun, selama ini dia selalu membayar BPPL ke SGC.
“Mohon maaf ibu Siska saya lebih senang hidup di bawah township manajemen. Masalah ini memang harus dimanage olah perusahaan yang memang sudah berpengalaman. Kalau saya boleh bilang saya sangat secure hidup di Meditrania 1 tidak ada masalah apapun,” ujarnya.
Acara diskusi makin menghangat lantaran dihadiri Wisnu Suarjo (42), salah seorang pendiri KWSC. Wisnu menjelaskan pendirian KWSC bertujuan untuk sebagai jembatan komunikasi antara warga Sentul City dengan pengembang dan Pemerintah Daerah. Namun, pada perjalannya yang terjadi malah konflik berkepanjangan antara KWSC dengan pengembang.
“Sekarang saya mau tanya siapa sih yang diuntungkan dengan adanya putusan MA ini? Kalau kata saya gak ada. Semunya rugi berapa banyak Sentul sudah ngeluarin duit sewa pengacara. Berapa banyak uang juga dari pihak KWSC. Ayolah kita bangun rekonsiliasi dan komunikasi. Kita awali mulai hari ini, untuk township managemen saya sangat setuju” katanya.
Ade (40), warga cluster Taman Besakij mengomentari pernyataan Wisnu Suarjo. “Saya sangat setuju dengan usulan bapak tadi bahwa yang paling utama adalah komunikasi dengan pengembang bahwa saya adalah salah satu warga yang tidak diuntungkan oleh putusan ini. Saya tidak merasa terwakili. Saya tidak merasa menggugat dan lain sebagainya. Saya adalah bagian dari mereka yang cukup puas dengan fasilitas yang diperolah di Sentul City dan untuk itu saya berterimakasih. 17 tahun yang lalu saya telah jatuh hati pada pandangan pertama melihat keindahan alam, taman, kontur, tanah, keteraturan, dan itu pasti membutuhkan biaya yang besar, mau hidup nyaman tentram dan indah harus ada biaya yang harus kita bayar,”tutupnya. [] Admin / Rilis PT Sentul City