Benarkah Orang Pendek Umurnya Lebih Panjang? Ini Kata Pakar IPB University
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Pernyataan bahwa orang bertubuh pendek cenderung berumur panjang telah lama menjadi perbincangan. Namun, apakah klaim ini benar adanya atau sekadar mitos?
Pakar Neurosains Molekuler dari IPB University, Dr Berry Juliandi, memberikan penjelasan dari sudut pandang ilmiah. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah, namun tidak bisa disimpulkan secara sederhana.
“Secara molekuler, memang ada gen pleiotropik yang berperan dalam pertumbuhan di awal kehidupan. Tetapi jika gen tersebut terus aktif hingga usia tua, justru bisa mempercepat proses penuaan atau memicu kanker,” ungkap Dr Berry, Jumat (16/5/2025).
Dosen dari Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ini menambahkan, salah satu cara yang terbukti dapat memperlambat penuaan adalah melalui restriksi kalori, yakni mengurangi asupan kalori tanpa menyebabkan kekurangan gizi. Pendekatan ini telah dibuktikan melalui berbagai penelitian pada organisme model, di mana gen seperti sirtuin diketahui berperan dalam memperpanjang usia.
Namun demikian, Dr Berry menegaskan bahwa tinggi badan tidak bisa dijadikan satu-satunya indikator harapan hidup.
“Kita harus memahami konsep ukuran relatif. Misalnya, bayi secara proporsional memiliki kepala yang lebih besar dibanding tubuhnya. Maka, hanya melihat tinggi badan tidak cukup untuk memprediksi umur panjang,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa gaya hidup dan lingkungan sosial juga sangat memengaruhi harapan hidup seseorang. Ia merujuk pada konsep blue zone, yakni wilayah-wilayah di dunia yang dihuni oleh banyak lansia berusia panjang, seperti Okinawa di Jepang dan Sardinia di Italia.
“Di wilayah tersebut, masyarakat memiliki pola makan seimbang, aktif secara fisik, dan menjalin hubungan sosial yang kuat,” katanya.
Dr Berry juga mengutip penelitian dari Stanford University yang menunjukkan bahwa dukungan sosial lebih berpengaruh terhadap kebahagiaan di usia tua dibandingkan dengan kekayaan atau jabatan.
“Jadi, umur panjang tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik (nature), tetapi juga oleh pengaruh lingkungan (nurture),” ucapnya.
Ia menjelaskan juga peran epigenetik, yaitu bagaimana ekspresi gen dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pola makan dan stres. Salah satu contohnya adalah konsumsi polifenol, senyawa yang diproduksi tumbuhan saat mengalami stres, yang terbukti bermanfaat bagi tubuh manusia.
Ia menegaskan pentingnya menjaga tiga pilar utama yang ditemukan pada masyarakat blue zone, yaitu membatasi asupan kalori, rutin beraktivitas fisik, dan hidup dalam lingkungan sosial yang suportif.
“Stres yang bersifat sementara seperti puasa atau olahraga justru dapat memicu umur panjang, asalkan tidak berlangsung terus-menerus,” pungkasnya. [] Ricky