Pakar IPB: Manfaatkan Teknologi Indraja Satelit untuk Optimalkan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Indonesia
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Menurut Prof Jonson Lumban Gaol, perairan Indonesia menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah karena dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahkan memprediksi potensi nilai ekonominya mencapai sebesar 1,33 triliun US dollar per tahun.
“Namun berdasarkan data dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi dan Biro Pusat Statisik, pada periode 2011-2016 sektor kelautan baru menyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 6,04 persen,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB University ini dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar, Kamis (16/9/2021).
Menurutnya, salah satu komponen penting untuk mengoptimalkan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (SKP) menjadi sumber ekonomi baru adalah ketersediaan data SKP yang lengkap dan akurat.
Ia menyebut ada tiga metoda yang dapat digunakan untuk mendapatkan data ini. Yakni metoda pengamatan langsung (in-situ), pengindraan jauh satelit (indraja) dan pemodelan.
“Masing-masing metoda mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga diperlukan suatu sistem terintegrasi. Untuk itu telah dikembangkan sistem pengamatan laut global (Global Ocean Observing System /GOOS) pada bulan Maret 1991. Sistem ini diinisiasi oleh badan dunia Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC),” jelasnya.
Dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB University ini menambahkan, teknologi indraja satelit mempunyai keunggulan mampu menyediakan data dengan cakupan yang luas dalam waktu bersamaan dan pengumpulan data secara periodik.
“Pemanfaatan data dari Indraja satelit di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1990-an. Diawali dengan kerjasama penelitian antara dosen FPIK IPB University dan para staf peneliti di Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). Kerjasama penelitian tetap berlangsung hingga sekarang dengan diluncurkannya satelit LAPAN-IPB (Lisat) pada tahun 2016,” terangnya.
Pemanfaatan data Indraja kelautan ini, lanjutnya, mampu mengungkap variasi spasial dan temporal. Teknologi ini juga mampu membaca trend konsentrasi klorofil-a, suhu permukaan laut (SPL) dan tinggi muka laut di Perairan Indonesia.
“Data ini bisa dimanfaatkan sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan pengelolaan SKP secara ilmiah (scientific based policy). Data SPL, konsentrasi klorofil-a fitoplankton dan tinggi muka laut dari satelit menunjukkan adanya variasi temporal. Hal ini berhubungan dengan pengaruh musim (monsoon), dan variasi inter-annual seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD),” imbuhnya.
Prof Jonson menambahkan bahwa berdasarkan data satelit selama lebih dari 25 tahun, trend SPL dan tinggi muka laut di seluruh perairan Indonesia cenderung meningkat. Kenaikan muka laut secara spasial berbeda dan trendnya lebih tinggi dari rata-rata kenaikan muka laut global.
“Hal ini akan berdampak terhadap berbagai aspek sosial dan ekonomi. Kita perlu antisipasi untuk mengurangi atau mencegah dampak negatifnya,” tuturnya. Menurutnya, teknologi Indraja satelit juga mengalami perkembangan yang pesat sehingga sudah dikategorikan sebagai “big data”. Banyaknya data dari satelit ke depan akan menjadi peluang dan sekaligus tantangan bagi para ilmuwan Indonesia untuk mengembangkan pemanfaatannya secara optimal.
“Kita bisa menerapkan artificial intelligence di bidang oseanografi dengan high precision, high efficiency dan high intelligence sebagai dasar pengambilan keputusan secara ilmiah. Ini selaras dengan visi IPB University yakni menjadi terdepan dalam memperkokoh martabat bangsa melalui pendidikan tinggi unggul pada tingkat global di bidang pertanian, kelautan, dan biosains tropika,” tutupnya. [] Hari