Kab. Bogor

PSI Bogor : Pelarangan Kegiatan JAI Bertentangan dengan SKB 3 Menteri

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Melalui suratnya nomor 450/721 tertanggal 27 Januari 2020 Bupati Bogor melakukan pelarangan kegiatan Jemaat Ahmadiyah di wilayah Bogor. Dimana hal ini sangat bertentangan dengan SKB 3 Menteri justru Jemaat Ahmadiyah Indonesia dilindungi melakukan kegiatan keagamaannya.

Hal ini dikatakan Ketua DPD PSI Kota Bogor Sugeng Teguh Santoso (STS) kepada BOGOR-KITA.com melalui keterangan persnya, Senin (10/2/2020).

Menurut STS, bahwa pada bagian menimbang SKB Menteri nomor 3 Tahun 2008 menyebutkan bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, setiap orang bebas untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, dan dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Dimana masyarakat diwajibkan untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat demi terwujudnya persatuan dan kesatuan nasional.

Ia melanjutkan, bagian keempat SKB memberikan perlindungan kepada Jemaat Ahmadiyah Indonesia secara tegas dengan bunyinya “Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)”.

“Justru perbuatan dan tindakan Bupati Bogor dengan menerbitkan surat pelarangan tersebut adalah tindakan yang intoleran yang tidak memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman masyarakat di Kecamatan Kemang, dimana secara sosiologis di kecamatan kemang masyarakat sudah hidup rukun dan saling menghargai perbedaan sebagaimana disampaikan Kyai Ahmad Suhadi, Ketua Forum Kebangsaan Bogor Raya (FKBR) melalui keterangan resminya yang dikirim ke awak media pada Minggu (9/2/2020),” kata STS.

Baca juga  Puskesmas Situ Udik Apresiasi Ibu yang Beri ASI Eksklusif dengan Setulus Kasih

STS menegaskan melalui pelarangan tersebut Bupati Bogor telah melanggar Hak Konstitusi Warga Negara Republik Indonesia dalam pasal Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”, dengan melarang Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kabupaten Bogor untuk melakukan kegiatan keagamaannya.

Bahwa, tindakan Bupati Bogor Tersebut bertengan dengan kewajibannya untuk memastikan terpenuhinya Kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dimaksud Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) jo. Pasal 22 UU HAM yaitu “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”, dengan melakukan pelarangan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Bogor untuk melakukan kegitan keagamaannya.

Bahwa, selain itu, Bupati Bogor juga telah melakukan perbutan melawan hukum, dengan melakukan pelarangan melalui surat tersebut karena perbuatan itu menghalangi warga megara indonesia untuk beribadah di tempat ibadahnya sesuai dengan agama dan keyakinannya, sehingga bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) yang berbunyi Hak. untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”

Baca juga  Kabomania Rindu Juara

Bahwa, Konsideran dari surat pelarangan oleh Bupati Bogor tersebut pada nomor 4 dan nomor 5 yang dirujuk adalah konsideran yang ngawur karena menabrak dan bertentahan dengan SKB 3 menteri tentang JAI serta ketentuan di dalan Konstitusi dan juga UU HAM.

Sedangkan Konsideran nomor 6  tidak mempunyai kekuatan mengikat karena dibuat dalam kondisi tekanan, dan ancaman pengrusakan, sehingga menjadi tidak sah.

Bahwa, disamping itu hal ini adalah sehubungan dengan pengaturan bidang keagamaan yang merujuk pada ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam pasal 10 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2014 adalah merupakan urusan pemerintah absolut yang berdasarkan ketentuan salam pasal 9 ayat 2 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 menjadi kewenangan dari pemerintah Pusat, bukan kewenangan dari pemerintah provinsi atau kabupaten atau kota, dimana dengan demikian Bupati Bogor tidak memilikinkewenangan untuk menerbitkan surat pelarangan tersebut.

Baca juga  Melalui Jumling, Pemkab Bogor Cek Realisasi Program

Bahwa, Bupati Bogor telah bertindak intoleran, dimana di dalam mengeluarkan surat pelarangan tersebut tidak terdapat alasan sosiologis karena tokoh-tokoh agama dan pemudah di Kemang tidak mempermaslahkan JAI. Justru surat larangan Bupati Bogor yang memicu konflik horizontal. Dan bila terjadi konflik horizontal, maka Bupati Bogorlah yang harus dimintai pertanggungjawaban.

Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka melalui siaran pers ini DPD PSI Kota Bogor menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mengecam keras perbuatan Bupati Bogor yang menerbitkan surat pelarangan kegiatan JAI tersebut karena perbuatan tersebut adalah pelanggaran Konstitusi dan perbuatan pelanggaran HAM, dan juga bertentangan dengan SKB nomor 3 Tahun 2008.
  1. Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan tidak bisa direduksi dengan sekedar surat pelarangan Bupati Bogor tersebut, dimana surat pelarangan tersebut hanya menambah deretan kegagalan pemerintah dalam melindungi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
  1. Bahwa, Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun, karena hak tersebut masuk ke dalam Non Derogable Rights , yangmana hal tersebut dianut dan diakui dalam UUD 1945, yakni pada Pasal 28I yang menyebutkan bahwa: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.
  1. Mendesak Bupati Bogor untuk menarik dan mencabut surat pelarangan kegiatan JAI tersebut. [] Admin 
Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top