BOGOR-KITAS.com, BOGOR – Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta yang kembali melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berpotensi mempengaruhi ekonomi, bukan hanya ekonomi pusat, tetapi juga daerah dalam hal ini DKI Jakarta karena kontribusi DKI sekitar 18 persen terhadap ekonomi nasional.
Hal ini dikemukakan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan (Unpak) Bogor Dr Hendro Sasongko kepada BOGOR-KITA.com, Senin (14/9/2020).
Kebijakan memberlakukan kembali PSBB di Jakarta diumumkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Minggu (13/9/2020). Alasannya karena angka tertular covid-19 di Jakarta pada September 2020 melonjak tinggi. Kebijakan itu mulai berlaku 14 Sepptember 2020 sampai dua minggu ke depan.
Dalam pengumuman itu Anies didampingi Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung AR, Kapolda Metro Jaya Nana Sudjana, Kepala Kejaksaan DKI Jakarta, juga juru bicara pemerintah untuk Covid-19 Prof. Drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito.
Dengan memberlakukan kembali PSBB maka warga kembali diminta tinggal di rumah, disertai pembatasan baik terhadap pergerakan orang maupun aktivitas perusahaan.
Dr Hendro mengatakan, bahwa kesehatan tetap harus jadi perhatian utama, di atas dari aspek aspek lainnya.
Namun juga harus diakui bahwa ekonomi merupakan salah satu aspek utama yang mampu mendukung upaya menjaga kesehatan. Kapasitas fiskal sangat menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi yang saat ini masih berlangsung di negara tercinta.
Terkait kebijakan Pemerintah DKI untuk menerapkan PSBB Ketat sejak hari ini, tanggal 14 September 2020, jelas akan memberi pengaruh kepada ekonomi nasional, karena kontribusi DKI yang sekitar 18 persen terhadap ekonomi nasional.
Hal ini wajar karena DKI merupakan sentra bisnis dan industri, pusat beredarnya uang, walaupun mungkin tidak separah saat kebijakan PSBB awal lalu, karena saat itu juga cukup banyak daerah lain yang menerapkan PSBB yang memberi dampak masif terhadap pertumbuhan negatif ekonomi nasional yang lebih dari 5 persen pada kuartal 2 tahun 2020.
“Saya tidak dalam kapasitas memberikan pandangan politik, namun jelas bahwa kiprah Kepala Pemerintahan DKI tidak mungkin lepas dari dinamika politik saat ini, khususnya yang terkait dengan suksesi kepemimpinan nasional 2024 nanti,” kata Dr Hendro.
Intinya, imbuhnya, apapun kebijakan strategis Pemerintah DKI, pasti akan menimbulkan pro kontra di tatanan politik nasional. Ini bukan lagi masalah hitam putih, banyak warna terlibat di sini.
Kembali ke aspek ekonomi, tanpa penerapan PSBB Ketat di DKI saat ini pun, pertumbuhan ekonomi nasional kuartal 3 tahun 2020 ini sudah diprediksi negatif, sehingga teoritis akan mendorong Indonesia masuk ke kelompok negara yang mengalami resesi.
Yang perlu diperhatikan adalah, bagaimana dampaknya terhadap ekonomi nasional pada kuartal 4 tahun ini? Banyak yang berharap ekonomi nasional akan rebound atau positif sehingga akan mengurangi dampak kontraksi pada kuartal 2 dan 3.
“Namun jelas PSBB Ketat DKI berpotensi mengubah skenario ini. Parameter makro seperti nilai tukar rupiah dan IHSG, sudah memberi sinyal yang cukup,” kata Dr Hendro.
Oleh sebab itu dapat di maklumi jika dalam PSBB Ketat saat ini, masih diberikan ruang bagi berbagai sektor usaha untuk tetap beraktivitas dengan protokol kesehatan yang ketat.
Jadi tantangan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah, adalah perlunya koordinasi dalam penyiapan kebijakan antisipatif terhadap penerapan PSBB di DKI saat ini.
“Saya bisa memahami jika Pemerintah Daerah di sekitar wilayah DKI, cukup reaktif dengan kebijakan DKI tersebut karena terkait dengan mobilisasi penduduk antar daerah yang nantinya juga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah daerah tersebut, dan ini pasti menjadi beban tersendiri bagi Pemerintah Daerah masing masing,” kata Dr Hendro.
Berbicara angka agregat, tantangannya adalah, bagaimana Pemerintah DKI mampu mentransmisikan kebijakan PSBB ke dalam paket paket kebijakan ekonomi yang kondusif terhadap pergerakan ekonomi DKI. Sementara bagi Pemerintah Pusat dan tentunya banyak Pemerintah Daerah, tantangannya adalah, bagaimana menjaga momentum potensi rebound pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir tahun ini agar dinamika ekonomi di Jakarta, tidak bertransmisi signifikan terhadap dinamika ekonomi nasional.
“Saya ingin garis bawahi, bahwa parameter ekonomi yang “terlihat” terdampak adalah nilai tukar dan IHSG, tapi bagi saya, yang lebih penting adalah, bagaimana menjaga ketahanan atau resilience ekonomi di tatanan masyarakat kebanyakan, yang direpresentasikan oleh para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Ini harus tetap jadi fokus perhatian Pemerintah,” tutup Dr Hendro. [] Hari