BOGOR-KITA.com, BOGOR – Ekonom Bogor, yang juga Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan (Unpak) Bogor Dr Hendro Sasongko tak yakin pemerintah akan mengambil opsi cetak uang sebesar Rp400 – 600 triliun untuk kebutuhan pembiayaan APBN guna menangani pandemi covid-19.
“Saya yakin sekali hal itu tidak akan dilakukan oleh pemerintah kita,” kata Dr Hendro kepada BOGOR-KITA.com, Jumat (1/5/2020) malam.
Isu cetak uang berkembang dua hari terakhir. Isu itu diawali Ketua Badan Anggaran MH Said Abdullah yang merekomendasikan 5 hal kepada Bank Indonesia dan pemerintah, yang salah satunya adalah cetak uang dengan jumlah Rp 400-600 triliun. Tujuannya untuk kebutuhan pembiayaan APBN yang tidak mudah ditopang dari pembiayaan utang melalui skema global bond, maupun pinjaman internasional melalui berbagai lembaga keuangan.
Isu cetak uang itu menimbulkan kekhawatiran karena akan akan memicu inflasi besar-besaran.
Hendro mengatakan, mencetak uang tanpa underlying asset yang cukup, pasti akan menimbulkan inflasi. Hanya mungkin, karena saat ini terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi domestik, kemungkinan penurunan harga BBM dan beberapa komoditi lain, adanya relaksasi tarif listrik, dan yang jelas, penurunan demand konsumsi karena PSBB, maka munculnya keyakinan bahwa inflasi yang akan timbul, tidak akan menakutkan seperti di masa lampau.
Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah mengalami hiperinflasi pada sekitar 1963 – 1965, sementara kasus negara lain yang paling ekstrim, mungkin adalah Zimbabwe pada pertengahan dan akhir tahun 2000-an. Jadi, mari kita belajar dari sejarah.
Begitupun Hendro mengatakan, opsi mencetak uang sebesar Rp400-600 triliun, pasti berdampak. “Tetapi yakin sekali hal itu tidak akan dilakukan oleh pemerintah kita,” kata Hendro.
Dikatakan, memang penanganan wabah covid-19 ini membutuhkan dana yang sangat besar, sehingga pemerintah harus mengeluarkan regulasi mengenai realokasi dan refocussing APBN, juga melebarkan defisit anggaran sampai sekitar 5% dari PDB, yang artinya, pasti akan diterbitkan surat utang.
“Yang saya ketahui, pemerintah memang sedang menyiapkan skema pemenuhan dana penanganan covid-19, baik skema utang maupun non – utang. Sementara Bank Indonesia sendiri juga akan melakukan relaksasi moneter melalui kebijakan quantitative easing, dengan menurunkan GWM.
Jadi intinya, tidak akan ada kebijakan one size fits all (satu kebijakan untuk semua, Red), tapi melalui beberapa skema fiskal dan moneter,” kata Hendro.
Pencetakan uang mungkin saja bisa menjadi salah satu unsur dalam skema tersebut, namun tidak sebesar angka yang ramai diberitakan. “Tapi sekali lagi, hal ini membutuhkan kajian yang hati hati karena dampak katastropik yang sangat berpotensi terjadi,” tutupnya. [] Hari