CREATE Jawa Barat Launching Buku Cerita Perubahan dari Sekolah
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Creative Youth for Tolerance (CREATE) Jawa Barat meluncurkan buku berjudul Cerita Perubahan dari Sekolah yang merupakan kumpulan narasi praktik baik dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang toleran dan inklusif di Jawa Barat. Sejumlah lembaga seperti HIVOS, Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial, YIFOS terlibat dalam program ini.
Peluncuran buku dibalut dengan acara talk show dilaksanakan di Joglo Yayasan Satu Keadilan, Desa Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Senin (6/2/2023).
Manager Program CREATE Jawa Barat, Ael Napitupulu mengatakan, CREATE berkolaborasi dengan semua pihak yang ada di lingkungan sekolah.
“Tujuan utama program ini adalah mempromosikan nilai – nilai toleransi dan kesetaraan gender di sekolah sekaligus mendorong adanya pelembagaan nilai – nilai sikap inklusi ke dalam tata tertib di sekolah,” ujar Ael ditemui usai acara.
Untuk diketahui selama tiga tahun terakhir, CREATE telah mendokumentasikan cerita perubahan dari sekolah-sekolah yang selama ini telah bermitra, seperti, SMAN 1 Batujajar, SMAN 1 Lembang, SMAN 2 Lembang, SMAN 1 Cisarua, MAN Kota 2 Bandung, SLBN A Padjajaran, SMAN 7 Bogor dan SMAN 9 Bogor.
Ael menjelaskan, kegiatan talk show dan launching buku ini sekaligus merupakan penutupan dari program CREATE yang selama 3 tahun bekerjasama dengan sejumlah lembaga pendidikan melakukan pelatihan dan work shop.
“Jadi program memang berakhir, tapi giat akan terus berlanjut agar tercipta sikap inklusi di sekolah. Sehingga tidak akan ada lagi perundungan baik soal gender, ras, suku, agama maupun disabilitas,” tutup Ael.
Dalam kegiatan itu, tampak dihadiri sejumlah narasumber di antaranya Roy Murtadho pengajar di Pondok Pesantren Ekologi Misykatul Anwar dan salah satu penulis buku cerita perubahan di sekolah, Nurul Cahyani, Guru SMAN 7 Kota Bogor.
Gus Roy sapaan akrab Roy Murtadho memberikan apresiasi atas adanya program CREATE Jabar tersebut. Menurutnya, inisiatif kegiatan seperti ini masih sangat diperlukan karena sebagai cerminan bahwa sikap intoleran maupun perundungan itu masih tetap ada.
“Namun jangan lupa pula bahwa harus dicari solusinya juga. Karena sikap – sikap itupun banyak dipengaruhi karena faktor minimnya akses untuk pendidikan, akses sumber daya ekonomi dan lainnya,” tukas Gus Roy.
Sementara Nurul Cahyani mengatakan dirinya sangat senang karena dapat ikut berkontribusi dalam penulisan buku itu terutama tentang bagaimana menolak adanya perilaku perundungan yang dapat terjadi di lingkungan sekolah.
“Banyak ilmu dan wawasan yang kami dapat setelah mengikuti program CREATE. Selain itu, saya bersama guru – guru lain juga membantu sekolah untuk adanya tata tertib masalah perlindungan pelajar dari perundungan, kesetaraan gender, toleransi beragama atau perlindungan bagi para disabilitas di sekolah,” ucap Nurul Cahyani. [] Hari