Wisata

Asal Usul Nama “Babakan” di Bogor

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Babakan jelas adalah kata dan ucapan  orang Sunda. Artinya, kampung     atau desa baru.

Apabila muncul kata “ngababakan” berarti membangun perkampungan baru.

Daerah atau desa yang  diawali nama Babakan di Bogor sangat banyak.

Ada Babakansima, Babakansari, Babakanmadang, Babakan PMI-Babakan, IPB-Babakan, Pakultas-Babakan  Gununggede dan Babakanpasar, Babakanledeng dan lainnya.

Berkembangnya babakan (kampung baru) seperti ini diperkirakan mulai terjadi sejak sekitar abad 17 hingga abad 20.

Bahkan sampai sekarang pun masih berlaku, terutama apabila lahan di Bogor  masih luas dan tidak bertuan, dan apabila penduduknya masih senang berpindah-pindah.

Bagaimana asal mula munculnya nama Babakan?

Kisahnya berawal dari ketika Bogor pada dua ratus tahun  silam. Ketika itu Bogor masih berupa tanah perkebunan dan banyak ditumbuhi pohon kiray atau nira, selain pohon kawung. Di seputar Kota Bogor ketika itu, kebun karet masih menghutan lebat seperti di depan Pabrik Ban Good Year.

Merujuk ucapan bijak sesepuh dulu, bahwa Bogor adalah indung atau ibu dari semua kota yang ada di Tatar Jawa Barat.

Baca juga  Hotel 101 Dibangun di Atas lahan bangunan Bersejarah

Jangan heran apabila orang merasa betah diam bersama indung/lbu, Apalagi kalau sudah mandi dan minum “cai Bogor, masing bisa nyubadanana, masing bisa ngajiwaanana, demikianlah menurut tetua/sesepuh Bogor.

Selain itu ditambahkan bahwa Bogor Puseurdayeuh Pajajaran, siya masing betah tapipoma ulah gawe sagawayah, sapanjang hirup siya mantak susah.

Untuk mendalami ucapan ini perlu kita memiliki kajian yang mendalam pula, kita selaraskan dengan perjalanan pola hidup kita.

Mungkin kalimat ini disampaikan bagi orang pendatang yang ngababakan di setiap jengkal tatar Bogor ini, atau juga bagi keturunannya.

Apakah ini merupakan ancaman atau merupakan teguran yang harus kita jalankan pada ketentuan yang telah digariskan dalam hukum yang berlaku pada kurun waktu tersebut.

Semua ini menjadi tatanan yang perlu kita bangkitkan melalui kajian, kemudian dilakukan dalam keseharian kita.

Ucapan yang disampaikan, bila kita renungi tidak terhalang oleh ketentuan, karena lugas tanpa ada yang dirahasiakan, dan ini berlaku bagi siapa saja tanpa melihat asal dan keturunan.

Baca juga  KPUD Wacanakan Penambahan Kursi DPR RI dari Dapil Kabupaten Bogor

Sungguh sangat bijak kepemimpinan Raja Pajajaran yang telah memberikan ketentuan hukum secara demokratis bagi rakyatnya, tapi tetap dalam alur ketentuan yang baik dan benar, “Hirup kudu jeung aturan, jeung daek diaturku anu ngatur tidituna.”

Kalimat ini jelas disampaikan bagi siapa saja masyarakat  atau sang pemimpin, penanggung jawab dan pemilik daerah.

Bogor yang dihuni oleh berbagai etnis keturunan, serta bangsa daerah yang berlainan memang sudah ada dalam rangkai sejarahnya. Di akhir baring dunya bakal ngagorolong meuntas Cihaliwung.”

Sejak dahulu semuanya mengarahkan busur dan panah harapannya ke tempat ini, jangkauan kaki dan tangan, mereka rentangkan untuk mencari ketetapan mencari kehidupan.

Berbagai cara dilakukan bahkan tak segan-segan berkisah indah tentang ketenteraman dan kebebasan serta kedamaian, kesuburan setiap jengkal lahan di tatar ini.

Sejak abad 5 Masehi berbagai bangsa dari kepulauan yang jauh memburu tanah surga ini.

Baca juga  Jubir Covid-19 Kabupaten Bogor:  Positif Naik Lagi, Potensi Penularan Masih Besar

Para pujangga Mesir di abad itu menulis tentang kekagumannya akan sebuah daerah subur, seperti dalam kisah Sinbad the Sailor

Sejarah kedatangan Dewawarman dari India Selatan memboyong seluruh keluarganya jadi “ngababakan di Pantai Barat Sunda.”

Dia berlaku baik hingga diangkat menantu dan menjadi penguasa oleh Aki Tirem Adiluhung.

Dinasti Ming mengirim Fa Hien utusannya Sultan Agung dari Mataram mengirim Bahureksa serta Sultan Demak/Trenggono tahun 1522 berharap ingin ngababakan dan menguasai Palabuan Kalapa, serta Portugis mengembangkan ingin “ngababakan” di Pantai Utara Sunda Kalapa.

Belanda-lah yang paling lama “ngababakan” dan menjajah, dan orang Jepun yang “ngababakan” hanya seumur jagung.

Jadi tentang orang-orang yang ingin membuka “Babakan” akan terus berlangsung sesuai perkembangan zaman. Akhirnya kita      bertanya ada apa, dan kekuatan energi bentuk apa yang terpancang di Tatar ini?

[] Admin/Hari/Disadur dari buku berjudul “Toponimi Bogor” karya budayawan Eman Soelaeman, atas seizin editor Dr Abdurrahman MBP.M.E.I.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top