BOGOR-KITA.com. PARUNGPANJANG – Sejumlah aktivis lingkungan dan sosial memberikan kritik terhadap pernyataan beberapa pejabat tinggi negara yang menyatakan bahwa bencana banjir di wilayah Jabodetabek akibat adanya perambahan hutan dan penambangan ilegal di wilayah hulu seperti di kawasan Puncak, kawasan Gunung Halimun Salak dan sekitarnya yang ada di Kabupaten Bogor.
Menurut Junaedi Adi Putra, seorang aktifis lingkungan, pernyataan – pernyataan tersebut patut dipertanyakan. Menurutnya, soal keberadaan para penambang ilegal secara historis tak bisa dipisahkan dari masa kolonial (1939), lalu diikuti beroperasinya PT ANTAM pada sekitar tahun 1973.
“Dengan kata lain, para penambang ilegal itu tak serta merta ada jika tanpa ada “peran” dari masa kolonial dan korporasi seperti ANTAM,” ujarnya di Parungpanjang, Rabu (8/1/2020).
Bahkan kondisi hari ini, sambung Junaedi, sedikitnya terdapat tiga perusahaan tambang yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut. Belum lagi keberadaan perusahaan pertambangan di sekitar Kecamatan Cigudeg dan Rumpin. “Artinya, menjadikan penambang ilegal sebagai satu-satunya pihak yang disalahkan, tentu tidak sepenuhnya benar,” tegasnya.
Dia menandaskan, dari pengamatan yang dilakukannya, hingga saat ini pihak pemerintah bahkan tidak meneliti secara serius soal tren dan bentuk kerusakan wilayah hulu tersebut. Tapi tiba – tiba, cuaca ekstrem datang dengan curah hujan tinggi sehingga menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor.
Naasnya, para penambang ilegal tampak menjadi satu-satunya pihak yang harus ditindak. “Seharusnya yang disalahkan dan ditindak nanti, bukan cuma penambang ilegal, tapi juga para cukong dan perusahaan di balik mereka,” kata Junaedi.
Menurutnya, pemerintah harus berani menindak secara terbuka dan tegas perusahaan yang merusak alam, termasuk juga pihak-pihak penerima manfaat dari para penambang ilegal tersebut.
Junaedi menandaskan, yang dibutuhkan saat ini adalah ketegasan pemerintah guna memastikan wilayah hulu terbebas dari segala bentuk aktivitas pertambangan yang merusak alam dan lingkungan.
“Pemerintah harus mengevaluasi kebijakan pengeluaran izin tambang & WKP. Lalu melakukan penegakan hukum, dan pulihkan kondisi sosial ekologis yang telah rusak akibat usaha tambang,” pungkasnya. [] Admin