BOGOR-KITA.com – Komite Warga Sentul City (KWSC) menilai ketegasan dan kecermatan Bupati Bogor Ade Yasin dalam permasalahan ijin Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Sentul City sangat diperlukan.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Dewan Komite KWSC Joko Triyono, melalui rilis yang diterima BOGOR-KITA.com, Selasa (12/3/2019).
Joko mengaku warga perumahan Sentul City yang tergabung dalam KWSC (Komite Warga Sentul City) dan sebagian besar warga penghuni perumahan Sentul City merasa resah atas lambannya sikap dari Bupati Bogor dalam menyelesaikan permasalahan supply air bersih untuk perumahan Sentul City. Padahal pihak Mahmkamah Agung sudah memberikan putusan yang inkrah dengan memenangkan gugatan warga Sentul City melalui KWSC yang membatalkan ijin SPAM Sentul City atas pengelolaan air di perumahan Sentul City.
“Dengan pembatalan ini sudah seharusnya Bupati Bogor tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Agung ini. Tidak justru memperlambat dan bahkan bermanufer dengan bertemu pihak Developer untuk mengulur-ulur waktu dalam proses pembatalan ijin SPAM ini. Disadari atau tidak oleh pihak Pemda bahwa sesuai dengan hasil putusan MA ini bahwa dalam jangka waktu 60 hari setelah Salinan diterima oleh Para Pihak maka ijin SPAM ini akan gugur dengan sendirinya,” jelas Joko.
Joko menambahkan jatuh tempo gugur/ tidak berlakunya ijin SPAM sesuai putusan MA tersebut adalah pada tanggal 15 Maret 2019.
“Jadi setelah tanggal tersebut tentu saja secara hukum pihak PT. Sentul City/ SGC sudah tidak boleh lagi melakukan pengelolaan air di Sentul City. Kalau memang mereka masih menjalankan pengelolaan itu artinya illegal dan merupakan pelanggaran,” katanya.
Menurut Joko, Bupati seharusnya menyadari bahwa air merupakan kebutuhan dasar manusia dan sesuai dengan UUD 1945 adalah harus dikusasi oleh Negara. Kenapa justru Bupati Bogor terkesan gamang bahkan keberatan untuk segera mengambil alih melakukan pengelolaan air di Sentul City ini. Pihak PDAM sebagai operator yang akan melaksanakan pengelolaan inipun sudah siap namun mereka tidak mau melangkah sebelum ada ijin dari Bupati. Untuk mengisi kekosongan hukum atas pengambil alihan pengelolaan air ini seperti yang sudah disarankan oleh pihak Ombudsman pun tidak dilakukan dengan baik, masa transisi yang diberikan oleh Ombudsman selama 3 bulan masih tidak cukup hanya untuk melakukan proses pengambil alihan ini.
“Sehingga kami sebagai warga yang sudah memenangkan gugatan di tingkat Kasasi pun harus menunggu atas kelambanan kinerja Bupati ini,” keluhnya.
Joko mengaku organisasi KWSC adalah warga yang taat hukum.
“Selama ini pun selalu membayar air. Kami tidak mau membeli air dari pengelola yang illegal, pengelola yang tidak mempunyai ijin pengelolaan. Kami menginginkan seluruh stake holder di lingkungan tempat tinggal kami patuh terhadap hukum yang berlaku. Perjuangan kami adalah menegakkan Undang Undang Negara berlaku di wilayah tempat tinggal kami,” tegasnya.
Menurut Joko, saat ini justru ada kecenderungan yang dilakukan oleh pihak PT Sentul City/SGC untuk mengadu domba warga dengan warga lain dan bahkan warga dengan pihak Alim ulama setempat. Sehingga ada dugaan mereka (Sentul City) lari dari tanggung jawab sebagai pihak developer untuk menyediakan air bersih ke perumahan yang mereka bangun, dan malah menyalahkan Putusan MA yang diisukan akan membuat tidak mengalirnya air ke Sentul City, padahal secara de facto sejak tahun 2001, air yang mengalir di Sentul City adalah Air yang bersumber dari PDAM kabupaten Bogor.
Janji pihak Developer saat menjual rumah, lanjut Joko, adalah menyiapkan air siap minum oleh mereka sendiri. Bukan hanya menjadi makelar PDAM yaitu developer membeli air PDAM lalu menjualnya kepada warga, yang notabene tindakan makelarisasi air ini merupakan tindakan yang melanggar UU.
“Sejak berlakunya PP 122/2015 tidak boleh lagi Badan Usaha/ swasta melakukan pengelolaan air bersih kecuali memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam PP 122/2015 ini, karenanya ketegasan dan kecermatan dari Bupati saat ini sangat diperlukan,” pungkasnya. [] Admin / Rilis KWSC