Kota Bogor

Strategi Guru Besar IPB Kembangkan Ternak Ruminansia Pedaging Berkelanjutan

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Guru Besar Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University, Prof Sri Suharti, memaparkan strategi pengembangan ternak ruminansia pedaging yang berkelanjutan dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, Kamis (10/7/2025).

Strategi ini menitikberatkan pada integrasi rekayasa nutrisi berbasis mikroba dan aditif fitogenik (phytogenic additives) untuk menjawab tantangan produktivitas, kualitas daging, dan emisi lingkungan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama lima tahun terakhir Indonesia mengalami defisit suplai daging sapi dan kerbau. Pada tahun 2024, defisit tersebut mencapai 263,42 ribu ton. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk melakukan impor sapi pedaging dan daging kerbau.

“Padahal, populasi kambing dan domba kita tergolong tinggi, namun belum dioptimalkan sebagai penyuplai utama daging nasional,” ujar Prof Sri.

Baca juga  Partai NasDem Lakukan Fogging dan Penyemprotan Disinfektan di Sukaresmi

Ia menyoroti berbagai permasalahan utama peternakan ruminansia di Indonesia, seperti rendahnya performa pertumbuhan sapi lokal yang hanya berkisar 0,4–0,8 kg per ekor per hari akibat pakan tinggi serat dari limbah pertanian. Sebagai perbandingan, sapi impor seperti Brahman Cross mampu tumbuh hingga 1,2 kg per hari. Selain itu, Prof Sri juga menyoroti isu kualitas daging dan emisi metan dari fermentasi rumen.

“Ternak ruminansia menyumbang sekitar 27 persen produksi metan global, dengan sapi perah dan sapi potong menyumbang sekitar 65 persen dari total metan enterik,” jelasnya.

Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, Prof Sri menawarkan tiga strategi utama, pertama, pengembangan Probiotik Mikroba Selulitik Lokal. Strategi ini mengembangkan isolat mikroba dari herbivora endemik Indonesia, seperti sapi Madura dan kerbau. Bakteri Enterococcus faecium yang diisolasi dari feses herbivora terbukti meningkatkan populasi bakteri rumen, kecernaan bahan kering, dan produksi asam lemak volatil (VFA).

Baca juga  Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Tak Sebanding dengan Luas Wilayah

“Pemberian probiotik ini mampu meningkatkan bobot badan harian sapi Madura hingga 49 persen, dari 0,43 menjadi 0,64 kg per hari,” terang Prof Sri.

Untuk mengatasi kendala penyimpanan probiotik hidup, dilakukan teknik enkapsulasi agar viabilitas mikroba bertahan hingga 28 hari pada suhu ruang dan meningkatkan efisiensi degradasi protein serta produksi VFA.

Kedua, lanjut, Prof Sri, Pemanfaatan Aditif Fitogenik. Aditif fitogenik merupakan zat tambahan dari tanaman seperti lerak, kelor, dan lamtoro, yang mengandung saponin dan tanin untuk menekan produksi gas metan. Ekstrak lerak, misalnya, mampu menurunkan emisi metan hingga 11 persen dengan menghambat protozoa rumen.

Inovasi lainnya adalah pengembangan herbal mineral block yang praktis digunakan sebagai suplemen ternak. Meski demikian, Prof Sri mengakui masih ada tantangan dalam produksi massal senyawa fitogenik aktif karena proses ekstraksinya mahal, rumit, dan senyawanya mudah menguap.

Baca juga  Hendro Sasongko Soal Resesi: Inovasi Menjadi Faktor Penting

“Solusinya adalah enkapsulasi menggunakan protein dan karbohidrat,” katanya.

Ketiga, peningkatan Kualitas Daging melalui Proteksi Asam Lemak Tak Jenuh. Menurutnya, masalah lain yang diangkat adalah tingginya kadar asam lemak jenuh pada daging ruminansia akibat biohidrogenasi di rumen. Untuk itu, diterapkan teknik proteksi dengan sabun kalsium dari minyak kedelai dan flaxseed agar kandungan asam lemak tidak jenuh seperti linoleat tetap terjaga.

“Dengan proteksi ini, daging yang dihasilkan menjadi lebih sehat dan memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar premium,” pungkasnya. [] Ricky

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top