BOGOR-KITA.com, RUMPIN – Ekspoitasi alam akibat usaha tambang galian C seperti pasir, batu dan tanah di Kecamatan Rumpin dan beberapa wilayah lainnya di Kabupaten Bogor terus berlangsung hingga hari ini. Konon katanya, usaha galian tersebut telah dimulai sejak tahun 1980-an sebagai upaya memenuhi kebutuhan material tambang bagi pembangunan di wilayah Jakarta dan daerah penyangga ibukota lainnya.
Akhir – akhir ini, pasca bencana banjir dan tanah longsor, usaha pertambangan kembali menjadi sorotan sejumlah pihak. Pasalnya, dari keterangan hasil evaluasi dan analisa lembaga pemerintah serta akademisi, salah satu penyebab terjadinya bencana tersebut adalah akibat kerusakan hutan. “Saat ini Rumpin menjadi salah satu sentra pertambangan galian C. Selain imbas rusaknya infrastruktur jalan, kecelakaan lalu lintas dan debu penyebab sakit ISPA, tentu saja kerusakan alam terutama hutan juga terjadi,” ungkap Junaedi Adi Putra, seorang aktifis lingkungan dari Kecamatan Rumpin beberapa waktu lalu.
Dari penelusuran dan investigasi awak media ini di beberapa lokasi tambang, dampak negatif usaha tambang terhadap alam dan hutan memang tampak mengkhawatirkan. Selain adanya kerusakan lahan hutan, tampak pula kerusakan beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang melintasi daerah – daerah kawasan usaha tambang seperti Desa Rumpin, Desa Cipinang, Desa Sukasari dan lainnya. Sementara menurut keterangan warga disana, kawasan hutan di Kecamatan Rumpin terdiri dari 3 kawasan, yaitu kawasan hutan lindung, kawasan hutan konservasi dan kawasan hutan masyarakat. Bahkan Departemen Kehutanan RI memiliki sebuah Balai Diklat Kehutanan di wilayah tersebut.
Menurut warga yang enggan namanya dikorankan tersebut, terjadinya kerusakan hutan dan aliran sungai, tidak sepenuhnya akibat kesalahan para pelaku usaha tambang. Pasalnya, ada peranan beberapa oknum pemegang otoritas pengawasan kehutanan yang justeru menutup mata dan seolah “memfasilitasi” adanya eksploitasi tambang di tanah kehutanan. “Ini juga terjadi karena adanya ijin usaha tambang yang tanpa pengawasan dan pengendalian secara rutin dari Pemprov Jawa Barat,” tandasnya kepada wartawan.
Usaha pertambangan galian C di Kecamatan Rumpin, saat ini didominasi oleh beberapa perusahaan besar yang memasok hasil material tambang alami maupun hasil tambang olahan untuk kebutuhan industri semen dan sebagainya. Sementara di sisi lain, beberapa orang warga di wilayah ini pun banyak yang melakukan usaha serupa dengan modal seadanya. Mulai dari membuka usaha galian atau membuka usaha pangkalan batu dan pasir. Namun sebagian besar masyarakat, hanya menjadi sopir truk angkutan tambang dan buruh kuli bongkar muat hasil tambang.
Dikonfirmasi telah terjadinya kondisi kerusakan alam/hutan tersebut, Agung Pribadi selaku Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kemen ESDM mengungkapkan, pemberian ijin usaha pertambangan galian C sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov). “Coba di cek, kalau galian golongan C pasti di provinsi, termasuk kewenangan pengawasan dan pengendaliannya.” Jawabnya. Sementara Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho yang ditanya soal lemahnya kinerja pengawasan dan pengendalian pemerintah terhadap keluarnya ijin galian C mengatakan, pihaknya saat ini sudah menerima laporan langsung dan resmi dari warga masyarakat. “Adanya laporan dari pihak lain, termasuk dari rekan – rekan media tentu bermanfaat sebagai tambahan informasi bagi kami. Kami juga akan lakukan penyelidikan langsung ke lokasi nantinya,” pungkas Teguh Nugroho. []Admin