Laporan Utama

Rusaida, Ikhtiar Menghapus Perdagangan Manusia dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

BOGOR-KITA.com – Kasus perdagangan manusia atau human trafficking, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual pada anak di Sukabumi pada tahun 2018 sangat mengkhawatirkan.

Data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak  (P2TP2A) Sukabumi menyebutkan, jumlah kasus yang ditangani pada rentang waktu Januari hingga Agustus 2018 mencapai 39 kasus dan 52 orang korban. Jumlah kasus ini belum ditambah dengan kasus pada September dan Nopember 2018.

Mengutip berita di Republika.co.id yang terbit pada hari Minggu (11/11/2018), selama 2018 Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak  (P2TP2A) kabupaten Sukabumi, mencatat kasus perdagangan manusia atau trafficking anak sebanyak 2 kasus dengan korban 2 orang, dan trafficking dewasa 4 kasus dengan 4 korban. Selain itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dewasa 4 kasus dengan 4 korban, dan KDRT anak satu kasus dengan dua korban.

Bupati Sukabumi Marwan Hamami mengatakan, pemkab berupaya mencegah meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak. Salah satunya pekan lalu tepatnya (7/11/2018) di Sukabumi hadir Rumah Sahabat Ibu dan Anak (Rusaida) yang khusus menangani hal itu.

Rumah sahabat ibu dan anak yang berada di Kecamatan Cisaat tersebut diresmikan Menteri Pemberdayaan  Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

Adalah Yuyu Marliah, seorang perempuan inisiator, pemilik sekaligus pengelola Rumah Sahabat Ibu dan Anak (Rusaida) di Sukabumi.

Berikut kisah perjuangan Yuyu Marliah dalam membentuk Rusaida, seperti keterangannya kepada BOGOR-KITA.com, Minggu (11/11/2018).

Saya tidak pernah jadi TKW atau buruh migran. Pernikahan saya dengan warga negara Arab Saudi berlangsung di Sukabumi, Indonesia, dan perkenalan kami terjadi di Jakarta pada saat saya membantu mengurus masalah seorang TKW asal Sukabumi yg mengadu pada PJTKI PT Bina Setia, dan PJTKI tersebut memperkenalkan saya pada pengusaha PJTKA Saudi yang kemudian menikahi saya, dan memboyong saya pindah bermukim di kota Madinah. Saya sendiri alumni Fakultas Pertanian IPB.

Saya sejak tahun 2008 concern terhadap masalah TKI, karena kasus sepupu saya bernama Nining Yuningsih warga Desa Tegal Panjang Kecamatan Cireunghas yang hiĺang selama 9 tahun setelah mendaftar jadi TKW di PT Amri Margatama, sejak itulah saya tertarik dan mempelajari mengenai pengiriman tenaga kerja ke luar negeri khususnya dalam aspek perselisihan tenaga kerja dengan majikan. Pada tahun 2008 tersebut kasus yang saya angkat mendapat perhatian langsung dari Dirjen Binapenta Depnaker saat itu yaitu Bapak Dien Syamsudin. Belakangan, tahun 2003, Nining Yuningsih kembali pada keluarganya dengan selamat, dengan membawa rahasia yg tidAk pernah ingin dia ceritakan pada siapapun.

Saya pribadi mengalami penderitaan, setelah saya hitung bahwa saya sudah dijatuhkan talaq oleh suami 3 kali, yaitu tahun 2002, tahun 2007, dan tahun 2012, sehingga 9 Januari 2013 saya pulang ke Indonesia dan mengajukan perceraian di pengadilan agama kabupaten Sukabumi, karena buku nikah kami dikeluarkan oleh KUA kecamatan Cireunghas kabupaten Sukabumi. Dalam proses perceraian ini yang saya perjuangkan adalah penetapan pengadilan dan mendapatkan akta cerai. Alasan saya secara agama hukumnya saya harus dinikahi dulu oleh pria lain barulah saya bisa kembali pada suami saya warga negara Arab Saudi tersebut, tapi saya berketetapan hati tidak ingin menempuh hal tersebut karena pernikahan bukan proses rekayasa main-main dengan hukum Allah, harus istiqomah patuh terhadap peraturan dalam agama. Jadi, walau pahit, keras, kasar dan saling menyakiti, keputusan harus diambil, maka saya maju ke pengadilan agama.

Baca juga  STAIP Sukabumi Gelar Pelatihan Public Speaking

Saat itu saya melihat banyak contoh rumahtangga yang tidak jelas perceraiannya sehingga nasib si istri terkatung-katung. Dalam proses pengadilan ini saya banyak mendapat teror dan tekanan, bahkan kejadian terberat yang saya alami ketika  tanggal 23 Juni 2013, puteri bungsu saya yang baru berumur 7 tahun diculik oleh seorang sahabat keluarga bernama Mustofa. Saya tidak pernah menyangka Mustofa akan tega memisahkan seorang anak kecil dari ibunya. Saya berusaha memahami apa yang terjadi dan hasil investigasi saya mendapat kesimpulan hal tersebut terjadi katena keputusasaan dan kehampaan yg dirasakan mantan suami saya, sehingga tanpa pikir panjang dia menggunakan uangnya untuk mengupah Mustofa melakukan kejahatan terhadap puteri saya.

Puteri kecil saya dipisahkan secara paksa, dia sudah melakukan kejahatan, apalagi saya pernah menerima kabar setelah puteri saya diterbangkan ke Saudi oleh ayahnya, si kecil hampir meninggal karena derita dipisahkan dari Mama, dia tidak mengerti kenapa dia harus dipisahkan dari Mama dan Abangnya. Saat itu saya tidak berdaya untuk melindungi puteri saya juga diri saya sendiri, saya tahu tanpa punya uang saya akan tak bertenaga berjuang. Dalam penderitaan itu, saya menerima motivasi yang luarbiasa dari ibu Dra. Hj. Fatimah Sukmawihaya selaku Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak  (P2TP2A) kabupaten Sukabumi pada waktu itu yang menasehati saya untuk tidak menyerah, untuk tabah, dan aman di Indonesia, beliau tidak mengizinkan saya menyusul puteri saya ke Saudi, demikian pula saya menerima penguatan hati dari Ibu Elis Nurbaeti ketua harian P2TP2A dan ibu Yohana Sunarto yang saat itu menjabat bendahara. Saya ingat nasehat Ketua Baznas kabupaten Sukabumi, Bapak Mustofa Kamal,  waktu itu yang bilang bahwa saya harus sibuk, harus mencari kesibukan agar bisa mengatasi penderitaan dan tidak melamun. Pada saat itu kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD ) kabupaten Sukabumi, Bapak H. Ade Mulyadi merekomendasikan saya pada Direktur Lembaga Penelitian Sosial Keagamaan (LENSA) Sukabumi, yaitu Bapak Daden Sukendar untuk merancang suatu aktivitas bagi saya. Bapak Daden Sukendar bilang bahwa Sukabumi sudah waktunya memiliki sebuah Women Crisis Centre. Akhirnya kami bersepakat mendeklarasikan Women Crisis Centre (WCC) Sukabumi pada tahun 2013. Saya kemudian melegalisasikan lembaga ini dengan memilih bentuk Yayasan, dan dalam pembentukan Yayasan, Bapak H. Sukmawijaya selaku Bupati Sukabumi saat itu memberi bantuan untuk saya bisa membayar akta notaris yayasan dan mendirikan kantor.

Kantor WCC Sukabumi berdiri sesaat setelah saya kehilangan anak yang saya ceritakan di atas. Lokasinya di Kampung Tugu Cijambe, Desa Cireunghas, Kecamatan Sukabumi.

Langkah saya setelah memiliki lembaga legal, saya merancang sebuah survey untuk mendapatkan data purna TKI di Desa Cireunghas, Desa Bencoy, Desa Cikurutug, Desa Tegalpanjang dan Desa Cipurut, semuanya berada di wilayah kecamatan Cireunghas , kabupaten Sukabumi. Sambutan relawan dan purna TKI sangat antusias sehingga dalam waktu kurang dari satu bulan, saya bisa mengumpulkan lebih dari  400 purna TKI, dan saya mewawancarai beberapa dari mereka. Pada waktu itu saya belum tahu ada istilah human trafficking, maksudnya saya belum tahu bahwa dalam cara dan proses pengiriman TKI ke luar negeri banyak yang memenuhi unsur pidana human trafficking. Walau saat itu saya sudah beberapa kali menonton tayangan human trafficking yang terjadi di perbatasan Meksiko dan juga cerita people smuggling.

Organisasi WCC Sukabumi dalam waktu 3 bulan pertama setelah deklarasi melangsungkan rehabilitasi purna TKI bermasakah bekerjasama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia  (BNP2TKI)  dan Palang Merah Indonesia (PMI). Setelah itu WCC Sukabumi mendapat dana hibah dari Pemerintah daerah kabupaten Sukabumi sebesar Rp 50 juta untuk kegiatan sosialisasi human trafficking. Maka kami terus berkampanye mengenai human trafficking. Tapi anehnya setelah bekerja bertahun-tahun, WCC Sukabumi tidak pernah diajak ke dalam Gugus Trafficking kabupaten Sukabumi, namun hal itu tidak membuat kami berkecil hati, mungkin saja karena kami masih terbilang baru.

Baca juga  Ade Yasin – Ridwan Kamil Sepakat Bangun Tol BORR III Jalur Khusus Tambang

Dengan keterbatasan pengetahuan dan wawasan, saya merancang survey dengan pertanyaan yang ada dalam pikiran saya dari memori kehidupan TKI di Saudi yang pernah saya lihat atau kasusnya saya tangani. Maka jadilah saya punya data yang kemudian saya olah.  Saya membagi purna TKI ke dalam purna TKI yang bermasalah dan tidak bermasalah. Pada tahun 2013, Bapak Bupati Sukabumi mengekspos WCC Sukabumi kepada Kepala BNP2TKI, Bapak Jumhur Hidayat, yang kemudian oleh Kepala BNP2TKI saya direkomendasikan ke International Organization for Migration atau Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

Yayasan yang saya dirikan tidak pernah punya donatur, juga tidak pernah mengajukan proposal, saya membiayai sedikit demi sedikit dari keluarga saja. Bahkan saya sampai menjual kebun agar punya uang untuk menjalankan yayasan.

Pada tahun 2014, seorang kawan aktivis dari Bandung mengenalkan saya pada konsep bank sampah, di situ dimulailah kerjasama WCC dengan Badan Lingkungan Hidup kabupaten Sukabumi. Pada saat itu kepala badan, yaitu Bapak Daden Gunawan selalu bilang, teruslah bekerja, teruslah berjuang, pasti suatu hari ketemu jalan keluar dari kesulitan ekonomi, dan juga masalah atas tanah milik saya seluas 4.871 meter persegi di kecamatan Cireunghas, yang saya pakai untuk bank sampah dan saya niatkan untuk membuat sebuah pusat layanan komunitas bagi ibu dan anak. Saya bercita-cita ingin mendirikan Gedung WCC di atas bangunan setengah jadi berukuran 425 meter yang dulunya suami saya membangunnya untuk istana keluarga saya di Indonesia.

Saya dengan kerjasama dari IOM membentuk kelompok purna TKI yg menerima bantuan Reintegrasi Human Trafficking. Saya juga bekerjasama dengan Ms. Jessica Salabank seorang aktivis Federasi Palang Merah International, kami masuk ke Pabrik yang memperkerjakan banyak buruh wanita dan memantau penderita HIV/AIDS di kalangan buruh pabrik, membantu pendirian Ruang Menyusui, dan kami memulai pre-research mengenai peranan nenek dalam keluarga TKI dan juga kami concern terhadap anak-anak yang ditinggal ibunya untuk menjadi TKI dan anak-anak Indo-Arab yang ditelantarkan para TKI.

Periode Juni – Oktober 2018 saya menghabiskan dana sebesar Rp 900 juta untuk merubah Resort Park Sukamantri menjadi Rumah Sahabat Ibu dan Anak  (Rusaida).

Sampai tahun 2016, saya menjadi Satgas PPA bentukan Kementerian PPA.   Saya berkenalan dengan komandan Satgas Bung Melky Sileti dan Staf Khusus Menteri Bapak Benny P. Arnold. Di sisi lain Tuhan mulai melapangkan jalan usaha saya  untuk menafkahi anak-anak. Usaha saya di bidang konsultan keuangan dan broker rumah/tanah berjalan makin baik.

Baca juga  Ponpes Modern Assalam Sukabumi Datangkan Pengajar dari Mesir

Oktober 2016 saya berkenalan dengan Tn. Antonius Petrus Hubertus Mulders selaku Bendahara Vereniging Park Sukamantri yang saat itu berniat menjual resort Park Sukamantri milik PT Park Sukamantri, di mana Tn. Antonius sebagai komisaris PT Park Sukamantri berniat menjualnya. Karunia Allah, komunikasi saya dengan dewan pimpinan Vereniging Park Sukamantri berjalan baik. Tanggal 1 Januari 2017 saya ditunjuk menjadi Direktur PT Park Sukamantri melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Lalu pada tanggal 6 Januari 2017 saya menerima mandat sebagai Kuasa Jual. Dan pada bulan Maret 2018, saya memutuskan membeli Park Sukamantri, dengan terlebih dahulu proses Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Tanggal 1 April 2017 kami menandatangani Akta Jual Beli (AJB) pembelian resort Park Sukamantri dan tanggal 1 April 2017 kami menerima serah terima kunci dan sejak saat itu saya menjadi pemilik resort. Sampai bulan November 2017, proses balik nama sertifikat resort baru selesai. Januari 2018 saya berniat menjualnya kembali demi mencari profit. Pada bulan Juni 2018 saya bertemu kembali dengan SKM Pak Benny dan berdiskusi mengenai resort. Di situlah saya dimotivasi dan diberi ide untuk mendirikan Rumah Sahabat Ibu dan Anak (Rusaida). Pada tanggal 9 Agustus 2018 saya menemui ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan saat itulah beliau berjanji akan meresmikan Rumah Sahabat Ibu dan Anak, dan berjanji akan menginap.

Perjalanan masih panjang. Selain Rusaida di desa Sukamantri, kecamatan Cisaat, saya masih punya aset lain di Cireunghas yang belum bisa saya manfaatkan.

Info mengenai status kepemilikan tanah dan bangunan Rusaida. Tanahnya Sertifikat Haku Guna Bangunan (SHGB ) atas nama saya, ada 7 sertifikat, luas total 9,338 meter persegi, IMB sedang diproses balik nama ke nama saya juga, jadi saya memamg pemilik, pendiri Rusaida dan sekaligus beberapa waktu ke depan saya akan memimpinnya sampai pembentukan leader baru berhasil.

Saya mulai bermukim di Kota Madinah Saudi dengan visa istri atau jauzah, sejak tahun 2002. Mulai saat itu saya menjadi bagian dari masyarakat Saudi, saya tahu kehidupan dibalik pagar-  pagar yang tinggi dan rumah-rumah kotak di sana. Kehidupan kami makmur bahagia dan komitmen untuk menjadi ibu rumahtangga saya jalani. Untuk membantu usaha PJTKA atau istilahnya Maktab Listeqdam, saya memanfaatkan keterampilan komunikasi untuk membantu menyelesaikan permasalahan perselisihan TKI dengan majikannya. Sebenarnya dalam pengalaman saya tidak semua kasus dipindah-pindah majikan di sana bisa dikategorikan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), tapi sebagian memang masuk kedalam kategori cara dan proses TPPO. Oleh karena itu sangat penting bagi PBB untuk bekerja mensosialisasikan TPPO kepada masyarakat Saudi sendiri agar sebagai majikan mereka paham mengenai human trafficking dan people smuggling. Saya yakin dengan hal itu karena saya tahu sepanjang zaman permintaan (demand) kerajaan Saudi akan tenaga kerja migran sangat besar dan tak akan pernah berhenti sepanjang zaman mengingat lifestyle dan kondisi negara mereka. Untuk hal ini tentu saya harus menjelaskannya lagi pada kesempatan lain. [] Dede Heri

 

 

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top