Nasional

Resesi Global 2023: Optimis atau Pesimis?

Defi Okta Bahari, Iqbal Zulfikar Rahman

Defi Okta Bahari
Iqbal Zulfikar Rahman
(Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University)

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Dua tahun ke belakang tepatnya tahun 2020 merupakan tahun yang menyakitkan bagi seluruh penduduk dunia. Pandemi tidak hanya telah merenggut banyak nyawa orang yang kita sayangi, tetapi juga telah melemahkan segala sektor kehidupan di seluruh negara, dimana sektor ekonomi menjadi salah satu sektor yang paling terdampak.

Pembatasan seluruh aktivitas bisnis dan kehidupan masyarakat telah menurunkan daya beli masyarakat yang berujung pada pemutusan pekerjaan karyawan atau buruh. Akibatnya, para pemilik bisnis terpaksa menutup usaha yang mereka miliki. Hal ini tentu berpengaruh terutama kepada negara-negara dengan perekonomian yang masih dalam tahap berkembang, dimana devaluasi menjadi ancaman kepada masing-masing negara.

Sayangnya, pandemi bukanlah satu-satunya faktor penghancur ekonomi global. Tensi konflik Rusia dan Ukraina yang kian menipis pun telah berperan besar sebagai garda penghancur kestabilan ekonomi dunia. Pengangguran, inflasi, dan kekurangan sumber energi merupakan dampak krusial dari konflik ini. Pemboikotan komoditas yang dihasilkan Rusia seperti Crude Palm Oil oleh banyak negara tentunya telah menstimulasi terjadinya inflasi harga minyak goreng hingga BBM (Bahan Bakar Mesin).

Menurut data yang diperoleh dari IMF World Economy Outlook: July Edition, terjadinya resesi ekonomi advanced economies (Negara Maju) adalah kenaikannya suku bunga dan penurunan nilai saham perusahaan-perusahaan besar. Selain itu, kenaikan volatilitas pasar dan juga likuiditas pendapatan tetap karyawan dan juga pasar saham telah disebabkan oleh prospek ekonomi masa depan yang belum jelas. Peminjaman mata uang asing juga semakin sulit untuk dilakukan dikarenakan nilai mata uang yang semakin lemah. Disisi lain, pengetatan kebijakan moneter juga terus dilakukan dalam upaya memerangi inflasi.

Baca juga  Hendro Sasongko Soal Resesi: Inovasi Menjadi Faktor Penting

Di balik faktor-faktor yang sudah disebutkan tadi, ternyata ada faktor tersembunyi lain yang belum banyak disadari oleh kita, yaitu ketimpangan ekonomi. Keberadaan kapitalisme secara signifikan menambah disparitas yang lebih luas dalam distribusi kekayaan global. Baik di dalam maupun di seluruh negara, peningkatan kekayaan pribadi orang kaya banyak yang tidak merata. Multimilioner global telah memperoleh jumlah harta yang tidak proporsional dari peningkatan kekayaan global selama beberapa dekade sebelumnya. Menurut Wealth Inequality Report 2022: 1% teratas mengambil 38% dari peningkatan ini, sedangkan 50% terendah hanya menerima 2%. Sejak tahun 1995, kekayaan orang-orang terkaya di dunia telah meningkat sebesar 6 hingga 9% setiap tahun, sedangkan kekayaan orang biasa telah meningkat sebesar 3,2% (Piketty, 2014).

Ekonomi global terus diterpa oleh berbagai guncangan, dan bisnis harus siap menghadapi volatilitas yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang, meskipun periode mengalami gangguan dan ketidakpastian yang berkepanjangan. Perang Rusia di Ukraina menyalakan lampu peringatan berkedip terhadap ekonomi global karena inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga yang drastis dan perang di Ukraina mengambil korban-Nya. Menurut model probabilitas yang dijalankan oleh Ned Davis Research, menyatakan bahwa saat ini ada peluang 98,1% dari resesi global. Peningkatan model resesi setinggi ini adalah selama kemerosotan ekonomi yang parah pada tahun 2020. “Hal ini menunjukkan bahwa risiko resesi global yang parah meningkat untuk beberapa waktu di 2023”, tulis ekonom di Ned Davis Research dalam sebuah laporan pada tanggal 22 September 2022.

Baca juga  IPW: Mutasi Besar-besaran jelang Pergantian Kapolri Idham Azis

Topik prospek resesi menjadi ramai dibincangkan di tengah masyarakat, karena data ekonomi yang beragam, hal ini menunjukkan jika kita benar-benar masuk ke dalam resesi. Jadi dengan semua pendapat yang berbeda, apa artinya bagi investor? Jika resesi melanda, bukan berarti investor tidak bisa menghasilkan uang. Setiap pasar memunculkan peluang yang dapat dimanfaatkan, selama investor tersebut tahu dalam menerapkan strategi yang benar.  “Untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah, stabilitas mata uang dan pertumbuhan yang lebih cepat, para pembuat kebijakan dapat mengalihkan fokus mereka dari mengurangi konsumsi ke meningkatkan produksi. Kebijakan harus berusaha untuk menghasilkan investasi tambahan dan meningkatkan produktivitas dan alokasi modal, yang sangat penting untuk pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan,” tegas Presiden Grup Bank Dunia, David Malpass.

Sistem keuangan dan ekonomi saat ini menjadi begitu semakin kompleks, sangat sulit untuk kita memprediksi secara akurat yang akan terjadi di masa depan. Saat ini ekonom yang bernama Fannie Mae dari Asosiasi Hipotek Nasional Federal, memprediksi bahwa resesi akan dimulai pada awal 2023. Para ekonom dari Fannie Mae dan IMF menyatakan harapan bahwa tahun 2023 menjadi tahun yang lebih lambat pertumbuhan ekonomi daripada tahun 2022. Hal ini, dapat dikatakan bahwa ekonomi kemungkinan akan stabil, harga mulai stabil dan pasar kerja menjadi lebih kuat.

Baca juga  Mahasiswa IPB Dapat Gelar Duta Inspirasi GenRe dari Pemkot Bogor

Sebagai tanggapan dari banyak masyarakat, kekhawatiran akan resesi pun mengalami peningkatan. Apakah benar kita akan mengalami dampak besar jika terjadinya resesi? mungkin tidak akan melihat banyak perbedaan dalam kehidupan sehari-hari, jika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan 0,2% atau penurunan 0,2%. Bukan berarti, kita harus mengabaikan bahwa masa resesi kemungkinan tidak akan terjadi lagi. Mungkin dampak resesi yang terjadi akan adanya pengangguran, beberapa perusahaan akan mengalami kebangkrutan yang artinya akan banyak yang hilang pekerjaannya, seperti pada masa tahun 2020, beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan untuk mendinginkan ekonomi perusahaan. Kemungkinan lainnya, karena perusahaan mengalami penurunan pendapatan, maka akan berdampak pada karyawan yang masih bertahan, perusahaan akan melakukan penghematan dengan menurunkan gaji karyawan. Perekonomian mungkin akan melambat, tetapi kita sebagai masyarakat perlu membuat keputusan lebih berhati-hati seputar mengatur keuangan.

Sumber:

Bakrie, C.R., Delanova, M.O. and Mochamad Yani, Y. (2022) “Pengaruh perang Rusia dan Ukraina Terhadap perekonomian Negara kawasan asia tenggara,” Jurnal Caraka Prabu, 6(1), pp. 65–86. Available at: https://doi.org/10.36859/jcp.v6i1.1019.

Is a global recession imminent? – openknowledge.worldbank.org (no date). Available at: https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/38019/Global-Recession.pdf?sequence=4 (Accessed: October 26, 2022).

Pettinger, T. et al. (2020) Impact of economic recession, Economics Help. Available at: https://www.economicshelp.org/blog/5618/economics/negative-impact-of-economic-recession/ (Accessed: October 26, 2022).

World Bank Group (2022) Risk of global recession in 2023 rises amid simultaneous rate hikes, World Bank, World Bank. World Bank Group. Available at: https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2022/09/15/risk-of-global-recession-in-2023-rises-amid-simultaneous-rate-hikes (Accessed: October 26, 2022).

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top