Uncategorized

Prof Wiku Bantah Keras Ada Chip Dalam Vaksin

Prof Wiku Adisasmito

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Banyak sekali kabar hoaks yang beredar luas di media sosial setelah vaksinasi tahap pertama. Salah satunya dikatakan dalam vaksin covid-19 tertanam chip atau component management system, yang bisa melacak orang yang menerima vaksin. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito membantah keras soal chip itu.

Tim Jabar Saber Hoaks (JSH) sudah mengklarifikasi 51 hoaks vaksinasi COVID-19. Sedangkan aduan terkait hoaks vaksinasi covid -19 selama Januari 2021 mencapai 182 aduan.

Senior Fact Checker JSH Alfianto Yustinova mengatakan, persebaran hoaks vaksinasi covid -19 tergolong cepat karena beredar melalui media sosial dan aplikasi percakapan.

“Setelah penyuntikan pertama vaksin, aduan semakin meningkat. Banyak sekali hoaks soal vaksinasi covid -19 yang muncul,” kata Alfianto di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (20/1/2021).

JSH membuka banyak pintu informasi untuk memudahkan masyarakat menyampaikan aduan. Selain melalui media sosial, JSH menyediakan nomor hotline 082118670700 yang dapat diakses masyarakat.

Baca juga  3 Caleg Golkar Hadir di Tablig Akbar di Kampung Sukajadi

Alfianto menjelaskan, tema hoaks vaksinasi covid -19 terus berganti dari waktu ke waktu. Jika pada awal hoaks membicarakan soal kehalalan vaksin COVID-19, saat ini hoaks mayoritas membahas chip dalam vaksin COVID-19.

Selain itu, kata Alfianto, banyak hoaks terkait bahaya vaksin covid -19. Salah satunya, informasi soal santri yang pingsan usai disuntik vaksin covid -19.

“Beredar video santri yang pingsan setelah disuntik vaksin covid -19. Padahal, video tersebut sudah ada sejak 2018. Saat itu, santri disuntik vaksin difteri. Hoaks yang menyesatkan seperti itu banyak ditemukan,” ucapnya.

Masyarakat diharapkan lebih teliti dan kritis saat mengakses informasi. Jika ragu akan informasi yang didapatkan, kata Alfianto, masyarakat dapat mengonfirmasi ke JSH sebelum memercayai informasi tersebut.

Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) Santi Indra Astuti menyatakan, hoaks vaksinasi covid -19 dapat memicu kebingungan di tengah masyarakat. Sebab, masyarakat sulit membedakan infomasi yang benar dan bohong.

Baca juga  Gelar Kirab, KPU Kota Bogor Pemilu 2024 Berlangsung Santun dan Kondusif

“Tentu saja yang paling utama adalah menghambat upaya mengatasi pandemi. Publik dibingungkan dengan banjir hoaks vaksinasi, sehingga (masyarakat) mengambil keputusan yang keliru,” kata Santi.

“Bukan hanya mendorong pada keputusan yang salah, hoaks vaksinasi juga menimbulkan penolakan terhadap vaksin-vaksin lainnya yang sudah lebih lama beredar dan sangat diperlukan untuk kesehatan masyarakat,” imbuhnya.

Hoaks soal chip dalam vaksin dibantah keras oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito

“Saya tegaskan, bahwa berita itu (chip dalam vaksin), berita bohong. Tidak ada chip di dalam vaksin,” tegas 19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, di Gedung BNPB, Selasa (19/1/2021).

Satgas covid-19 juga meluruskan isu tentang adanya kode yang disinyalir ada di dalam vaksin. Terkait kode tersebut, kode yang dimaksud adalah yang tertera pada botol cairan vaksin dan tidak akan menempel pada orang yang divaksin.

Baca juga  Bima Arya "Nyerah", Mundur dari Bursa Pencalonan Gubernur Jawa Barat

“Kegunaan barcode tersebut, semata-mata untuk pelacakan distribusi produk vaksin, dan sama sekali tidak dapat difungsikan untuk melacak keberadaan masyarakat yang telah divaksin,” tambah Wiku menegaskan.

Lalu, terkait isu penyalahgunaan informasi data diri peserta vaksinasi yang diberikan kepada pemerintah, hal ini juga dijamin kerahasiaannya. Masyarakat diharap mengerti, bahwa informasi tersebut digunakan untuk kepentingan proses vaksinasi. Hal ini juga diatur dalam Pasal 58 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

“Bahwa, kementerian atau lembaga dan badan hukum Indonesia, yang memperoleh data pribadi penduduk, atau data kependudukan, dilarang menggunakan data pribadi penduduk dan atau data kependudukan melampaui batas kewenangannya,” Wiku mengutip bunyi aturan hukum dimaksud. [] Admin

 

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top