BOGOR-KITA.com – Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla resmi dan sah sudah menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI ke-7 setelah diambil sumpah dan dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam acara yang dihadiri secara lengkap oleh tokoh politik penting dan sejumlah kepala negara di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Senin (20/10).
Dalam acara yang berlangsung sangat khikmad dan menuai pujian termasuk dari dunia internasional itu, Jokowi menyampaikan pidato perdana yang juga banyak dipuji temasuk oleh pesaingnya dalam pemilihan presiden, Prabowo Subianto.
Pidato perdana sekitar 10 menit (dari 11.40 WIB sampai 11.50), itu tersasa sangat berbeda, sangat khas Jokowi, sangat selaras dengan jargon perubahan yang diusung sejak awal.
Revolusioner
Pidato singkat itu nyaris bisa dikatakan cukup revolusioner. Betapa tidak, dari seluruh pidato yang pernah disampaikan oleh presiden terdahulu, mungkin hanya Jokowi yang menyebut secara lantang kelompok masyarakat yang selama ini termarjinalkan, yakni pedagang bakso, nelayan, buruh, petani, pedagang asongan, sopir. Penyebutan kata ‘buruh’ juga harus diparesiasi, karena sejak Soeharto kata itu seolah ingin dibuang dari kosa kata Indonesia. Dalam sejumlah perundang-undangan kata buruh diganti menjadi pekerja. Nama Serikat Buruh berganti menjadi Serikat Pekerja dan lain sebagainya.
Penyebutan kelompok yang termarjinalkan ini juga sangat terhormat. Pertama karena disebut dalam satu rangkaian kalimat dengan kelompok elite seperti akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional lainnya. Kedua karena penyebutan kalimat itu tidak dalam perspektif inferior, melainkan sebagai kelompok masyarakat yang statusnya sama sebagai profesional. “Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong rotong. Inilah, momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja…bekerja… dan bekerja,” kata Jokowi.
Pada bagian lain Jokowi menyebut soal pelayanan publik, yang juga khas Jokowi. “Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan setiap rakyat di seluruh pelosok tanah air, merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan. Saya yakin, negara ini akan semakin kuat dan berwibawa jika semua lembaga negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh konstitusi,” katanya.
Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, konsep pelayanan publik sudah mencul dalam berbagai bentuk. Bahkan ada undang-undang yang ditelurkan untuk meningkatkan pelayan publik, seperti Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Pemerintaha Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga merumuskan apa yang disebut dengan out of the box tinking yang diharapkan menjadi cara berfikir pemerintah dalam mengelola birokrasi . Namun, pernyataan Jokowi soal pelayanan publik tetap dipandang revolusioner, karena masih begitu banyak keluhan terhadap pelayanan pemerintah. Pernyataan itu tetap actual dan tepat sasaran, karena banyak terjadi, di mana pejabat masih mempersepsi diri sebagai “pemiik” negara, bukan pelayan masyarakat. Pernyataan tentang pelayanan itu dinilai akan menjadi satu perhatian Jokowi, karena menjadi ciri khas sekaligus salah satu kekuatan dan daya tarik penting yang dimilikinya.
Unsur revolusioner pidato perdana Jokowi juga muncul ketika dia menyebut Indonesia sebagai negara maritime. Penyebutan Negara maritime mengindikasikan perhatian pemerintah yang akan besar terhadap laut Indonesia, yang selama ini dibiarkan tak tereksploitasi, bahkan membiarkan ikan di laut Indonesia menjadi sasaran pencurian nelayan asing. “Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana,” kata Jokowi.
Kerja, Kerja dan Kerja
Hal lain yang juga sangat menonjol dari pidato perdana Jokowi adalah penyebutan kata bekerja. Perhitungan PAKAR, dari 30 kalimat yang dilontarkan Jokowi, terdapat 15 kali kalimat yang disertai kata kerja, bekerja, berkerja keras. Sebanyak enam kali di antaranya disebut dalam dua rentetan kalimat untuk memberikan penekanan, “bekerja…bekerja… bekerja…bekerja” dan “bekerja…bekerja… beker…bekerja.”
Kata bekerja itu bahkan sudah muncul pada substansi pidato kalimat yang pertama ketika Jokowi mengatakan, “Baru saja kami mengucapkan sumpah, sumpah itu memiliki makna spritual yang dalam, yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar.” Kata itu muncul lagi pada kalimat ketiga, di mana Jokowi mengatakan, “Saya yakin tugas sejarah yang berat itu akan bisa kita pikul bersama dengan persatuan, gotong royong dan kerja keras.” Pada kalimat kempat kata bekerja muncul dalam kalimat, “Kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras”.
Pada kalimat keenam, kata bekerja muncul ketika Jokowi mengajak “…seluruh lembaga negara untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.”
Pada kalimat ketujuh, kata bekerja muncul ketika Jokowi mengataka keyakinannya bahwa “…. negara ini akan semakin kuat dan berwibawa jika semua lembaga negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh konstitusi.”
Pada kalimat kesembilan, kalimat bekerja muncul ketika Jokowi mengajak nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong rotong. “Inilah, momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja… bekerja … dan bekerja .”
Pada kalimat kesepuluh, kata berkeja mucul saat Jokowi bicara soal kelautan. “Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk.”
Kata bekerja masih muncul pada kalimat ketiga belas, ketika Jokowi mengatakan, “Kerja besar membangun bangsa tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden ataupun jajaran pemerintahan yang saya pimpin, tetapi membutuhkan topangan kekuatan kolektif yang merupakan kesatuan seluruh bangsa.”
Penyebutan kata bekerja kembali dikemukakan ketika dia mengatakan ”Lima tahun ke depan menjadi momentum pertaruhan kita sebagai bangsa merdeka. Oleh sebab itu, kerja, kerja, dan kerja adalah yang utama. Saya yakin, dengan kerja keras dan gotong royong, kita akan akan mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” [] Harian PAKAR/Admin