BOGOR-KITA.com – Kabupaten Bogor belum pantas menerima penghargaan peduli hak azasi manusia (HAM). Sebab masih terlalu lekat diingatan masyarakat tentang hal hal yang tidak pro HAM di kabupaten Bogor, salah satunya dalam hal kebebasan beragama.
Halini dikemukakan praktisi hukum Firman Wijaya kepada BOGOR-KITA.com di Bogor, Sabtu (10/12/2016), menanggapi berita Kabupaten Bogor Raih Penghargaan Peduli HAM
( https://bogor-kita.com/kabupaten-bogor-raih-penghargaan-peduli-ham/ )
Firma menyebut sejumlah contoh yakni Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jabar dengan tingkat aksi intoleransi cukup tinggi. Misal aksi intoleransi terhadap jemaat Ahmadiyah di Desa Ciampea Udik Rw 05, Kecamatan Ciampea tahun 2010, di mana massa menyerang pemukimann yang dihuni sekitar 500 jiwa, belasan rumah hancur, 2 rumah dan 1 masjid dibakar. “Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang mengatur kebebasan beragama,” kata Firman.
Menurut Firman, peristiwa ini bisa jadi ukuran bahwa konteks HAM Kabupaten Bogor masih belum layak HAM. Dalam peristiwa ini Pemkab Bogor wajib bertanggungjawab karena adanya pembiaran dan ketidaktegasan terhadap pelakunya. Selain itu, hak-hak asasi lain yang seharusnya diberikan oleh Pemkab Bogor masih belum terpenuhi bahkan mendorong warga masyarakat melakukan gugatan kepada bupati. Contohnya warga Bojong Gede dan lain sebagainya.
Kemenhumkan seharusnya lebih ketat dalam menyeleksi kota/kabupaten yang diberikan award. “Jangan hanya simbolisme tanpa melihat fakta fakta di lapangan.
Bupati Nurhayanti pun jangan berbesar hati dengan raihan award ini. Sebaliknya, award ini harus menjadi bahan instropeksi dan pelecut untuk benar benar mewujudkan Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten yang peduli HAM,” kata tutup Firman. [] BK-1