Prasetyo Utomo
BOGOR-KITA.com – Penerbitan Perwali Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penghapusan Sanksi Administratif Atas Keterlambatan Pembaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Dalam Rangka Optimalisasi Penyelesaian Piutang PBB P2 Masa Pajak Sampai Dengan Tahun 2012, merupakan bentuk ketidaktegasan Pemkot Bogor dalam menindak wajib pajak yang selama ini menunggak pembayaran PBB P2.
Hal ini dikemukakan Direktur Eksektif Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) Prasetyo Utomo dalam siaran pers yang dikirim ke Redaksi BOGOR-KITA.com, Kamis (28/2015) malam.
Apabila merujuk pada UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), disebutkan bahwa subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. “Itu artinya, subjek yang dibebaskan dari sanksi administratif berupa pembebasan dari pembayaran denda dan kenaikan pajak terutang, bukan hanya individu, tetapi juga termasuk badan seperti perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer, dan lain sebagainya,” kata Prasetyo.
Konsekuensinya, badan-badan tersebut, meski seharusnya membayar denda, serta-merta dibebaskan karena Perwali Bogor Nomor 4 Tahun 2015. Meski jangka waktu penghapusan sanksi administratif ini bersifat limitatif atau terbatas, hal ini berimplikasi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor dan ketaatan wajib pajak untuk membayar pajak ke depannya. Penghapusan itu juga berimplikasi pada dana bagi hasil (DBH) yang didapat secara langsung oleh desa dari pajak dan retribusi daerah yang besarannya paling sedikit 10 persen. Artinya, prospek pembangunan desa di wilayah Kota Bogor akan mengalami kendala, khususnya dalam hal dana.
Merujuk pada hal tersebut di atas, maka Perwali Bogor Nomor 4 Tahun 2014 seharusnya hanya mengatur penghapusan sanksi administratif kepada individu sebagai wajib pajak, sedangkan wajib pajak berbentuk badan, tetap diterapkan. Hal ini dengan pertimbangan, agar pendapatan dari wajib pajak berbentuk badan ini, dapat disubsidi-silangkan kepada masyarakat tidak mampu dan/atau untuk pembangunan.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, LBH-KBR mendesak Pemkot Bogor agar meninjau kembali Perwali Bogor Nomor 4 Tahun 2014 yang telah ditetapkan pada 7 Mei 2015,” kata Prasetyo. [] Admin