Laporan Utama

Ketum PBSI Tinggal Ketuk Palu, PR Besar di Depan Mata

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Musyawarah PBSI bakal digelar 5-6 November 2020 di JHL Hotel, Serpong, Tangerang. Dinamikanya sudah muncul sejak awal September, dari 8 bakal calon Ketua umum yang disebut-sebut, sepekan jelang munas tinggal tersisa dua bakal calon.

Pertama, Ari Wibowo yang menjabat sebagai Ketua Pengprov PBSI Banten, semula mendapat dukungan dari 14 Pengprov (pengurus provinsi) pemilik suara, namun belakangan empat pengprov menarik diri.

Kedua, Agung Firman Sampurna, Pembina Pengprov PBSI Sumatera Selatan yang juga Ketua Badan Pengawas Keuangan, mendapat dukungan dari 29 Pengprov.

Jika dihitung total ada 39 suara yang memberi dukungan kepada kedua calon tersebut, padahal jumlah hak suara Munas PBSI hanya 34. Artinya ada suara ganda yang diajukan oleh Pengprov.

Tim penjaringan nantinya akan melakukan verifikasi yang selanjutnya pada Kamis, 4 November 2020 bakal mengumumkan suara yang sah dan bakal calon yang lolos ke munas.

Dari sini sudah jelas bahwa Munas PBSI 2020 tinggal ketok palu, alias Agung Firman menang mutlak menggantikan Wiranto sebagai Ketua Umum PBSI periode 2020-2024.

Namun, bisa saja batal jika saja tiba-tiba Agung karena tugas negara yang begitu berat, mengundurkan diri di tengah jalan dan muncul calon baru yang kemudian disetujui oleh Pengprov

Soal pemilihan Ketum PBSI yang baru, kemungkinan besar lancar jaya. Apalagi Alex Tirta, Ketua Harian 1 era Wiranto giat bergerilya sejak September lalu untuk menggolkan Agung sebagai ketua umum baru.

Alex sebagai pemilik Klub Exist Jakarta, mulai getol masuk PBSI sejak 2011 lewat PBSI Jakarta Utara, lalu merambah ke Pengprov PBSI Jakarta, kemudian mengemudikan Munas PBSI dengan memasukkan Wiranto jadi Ketum PBSI 2016-2020.

Baca juga  Achmad Ru’yat Bakal Terus Perjuangkan Pemekaran Kabupaten Bogor Barat dan Timur

Sayangnya, dalam perjalanan Kepengurusan PBSI 2016-2020 banyak gagal, terutama dalam penggalangan sponsor dan menciptakan suasana yang kondusif bagi klub-klub di pelatnas. Buntutnya, sekarang menjadi PR besar PBSI untuk pengurusan selanjutnya.

Sebelum masuk ke pemilihan Ketua Umum, Tim Penjaringan harusnya bisa menjadi pendobrak tradisi lama soal hak suara yang hanya diberikan kepada Pengprov-Prongprov. Untuk diketahui, pengurus Pengprov lebih banyak dari kalangan partai politik, sehingga mereka hanya sekadar mencari populeritas di organisasi bulutangkis daerah, untuk mengincar jabatan yang lebih tinggi.

Penyakit ini pula yang membuat banyak pengprov tak mampu membuat program kerja, tak mampu menggali sponsor lokal untuk menopang kegiatannya, berupa turnamen atau kejuaraan.

Selama ini kegiatan turnamen di daerah sebagian besar masih menggantungkan diri dari dukungan dana dari PBSI Pusat.

Bahkan disinyalir, ajang Munas PBSI ini dijadikan ajang untuk mencari uang pengurus Pengprov dengan tawaran hak suaranya.

Penyakit berat ini, semestinya bisa dieleminir oleh tim penjaringan dengan merevisi AD/ART soal hak suara. Berikanlah hak suara kepada klub yang sudah banting tulang mengeluarkan dana besar untuk pembinaan dengan tujuan mencetak atlet bintang yang bisa menjadi andalan negara.

Klub-klub yang menyumbangkan pemainnya ke pelatnas, sudah sepantasnya diberi hak suara. Mungkin dengan mengukur kooefisien berapa jumlah atlet yang lolos ke pelatnas. Lalu, hak suara juga perlu diberikan kepada Kumpulan Mantan Atlet Bulutangkis Nasional.

Baca juga  Berinovasi, Yudi Santosa Ajak Warga Parung ‘Manggung’

Suara mereka sangat perlu terwakili dalam pembahasan di munas, karena para mantan atlet, umumnya menjadi pelatih baik di tingkat nasional, maupun di daerah dan klub.

Langkah perbaikan AD/ART soal hak suara, paling tidak bisa mengurangi money politik dalam pemilihan Ketua Umum PBSI yang baru. Sekaligus membuat pembahasan Munas menjadi lebih berkualitas.

 

PR Besar Ketum Baru

Menjadi Ketua Umum PBSI memang lebih terkenal dibanding menjadi manteri. Namun, sesungguhnya jika visi dan misi awal yang kuat, kursi Ketum PBSI adalah kursi panas dengan banyak tantangan ke depan. Apalagi, bulutangkis adalah satu-satunya cabang olahraga yang secara tradisi menjadi penjaga kebanggaan bangsa.

Oleh karena itu, Ketum PBSI nanti, harus kerja keras untuk menjaga marwah prestasi bulutangkis Indonesia di tingkat dunia. Karena Ketum dan jajaran pengurus PBSI 2020-2024 harus bisa menghadapi tugas-tugas yang sudah di depan mata. Apa saja itu?

Pertama, mempertahankan tradisi Medali Emas Olimpiade. Indonesia selalu berhasil menyabet medali emas sejak Olimpiade Barcelona 1992, atau pertama kali bulutangkis dipertandingkan di ajang tersebut.

Betul, setiap kali penyelenggaraan All England, ada saja atlet Indonesia yang meraih gelar juara. Namun sejak 1993 era Haryanto Arbi dan Susi Susanti juara tunggal di All England, sampai kini Indonesia belum lagi berhasil menempatkan tunggalnya menjadi yang terbaik di ajang ini.

Baca juga  Accor Undang Tamu Rayakan Kekayaan Indonesia melalui KarnavALL Batik Nusantara

Dalam persaingan beregu, Thomas Cup dan Uber Cup, sejak era Taufik Hidayat, Hendrawan dan kawan-kawan juara Thomas Cup 2002 dengan mengalahkan Malaysia 3-2, delapan kali penyelenggaraan berikutnya Indonesia selalu gagal.

Untuk Uber Cup lebih parah lagi. Setelah era Susi Susanti, Mia Audina, Finarsih/Lili tampi berhasil menjadi juara pada 1996 dengan mengalahkan China 4-1, 11 kali penyelenggaraan berikutnya tim putri selalu gagal menjadi juara. Selama 20 tahun Uber Cup didominasi persaingan tim putri China, Korea Selatan dan Jepang.

PR kedua, meningkatkan mutu atau kualitas pelatnas guna menghasilkan atlet-atlet kelas dunia. Terutama dengan memasukkan pelatih top, kalau perlu mengimpor dari negara lain untuk nomor perorangan. Pelatnas juga harus menjadi refleksi klub-klub besar tanah air, dengan pemilihan atlet yang lebih fair.

PBSI juga harus melahirkan pelatih-pelatih berbobot yang bisa disebar ke daerah-daerah sebagai kawah candradimuka lahirnya atlet berbakat.

PR ketiga, Ketum baru harus mampu merangkul sponsorshi. Jangan hanya mengandalkan Grup Djarum (Bli Bli, BCA) dalam pembiayaan memutar turnamen besar dan turnamen di daerah. PBSI harus bisa mendorong kegiatan Pengprov-Pengprov yang selama ini vakum tanpa kegiatan.

PR keempat, mempertahankan sistem sponsor individual, agar pemain bintang diuntungkan karena hasil kerja kerasnya. Sementara PBSI dan Negara berkewajiban menggeluarkan dana untuk pembinaan baik di daerah maupun pelatnas karena hasilnya adalah untuk pride bangsa.

[] Anto Murtianto, adalah wartawan senior.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top