Guru Besar IPB: ASI dan Anemia Penyebab Kenaikan Stunting di Kota Bogor
BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Angka stunting di Kota Bogor di masa pandemi meningkat jadi 10,50 persen. Penyebabnya dua hal, yakni rendahnya cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan tingginya angka anemia pada ibu hamil.
Hal ini dikemukakan Ketua Dewan Guru Besar (DGB) IPB University, Prof Dr Evy Damayanthi dalam webinar Pembangunan Gizi dan Kesehatan Masyarakat Kota Bogor, pekan lalu.
Pada tahun 2019 sudah ada penurunan angka stunting di Kota Bogor menjadi 4,52 persen dari 4,80 persen pada tahun 2018.
“Namun pada tahun 2020 naik menjadi 10,50 persen yang dihitung berdasarkan bulan pemantauan balita Kota Bogor,” kata Prof Evy dalam ruilis dari IPB Universiy kepada BOGOR-KITA.com Selasa (29/12/2020).
Melalui program Guru Besar Mengabdi IPB University yang bertujuan untuk turut berupaya mencegah naiknya angka stunting di Kota Bogor, Prof Evy dan tim urun ke lapangan.
“Kami menemukan rendahnya cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan tingginya angka anemia pada ibu hamil. Kedua hal ini bisa menjadi penyebab terjadinya stunting pada anak. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya agar angka stunting di Kota Bogor pada masa pandemi COVID-19 ini tidak terus naik, syukur-syukur dapat ditekan turun,” ucapnya.
Setelah mengetahui permasalahan yang ada di Kota Bogor, Program Guru Besar Mengabdi, bekerja sama dengan mahasiswa IPB University dari Program Studi Dietisien dan tenaga gizi dari empat Puskesmas di Kota Bogor kemudian melakukan edukasi gizi secara tatap muka di posyandu, kantor puskesmas atau kunjungan rumah.
“Edukasi gizi ini berhasil meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang ASI eksklusif dan anemia sebesar rata-rata 20 persen,” tuturnya.
Prof Dr Hardinsyah, Guru Besar IPB University yang juga Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia dan Presiden of Federation of Asian Nutrition Societies (FANS) menyebutkan bahwa masih ditemukan kasus balita di bawah garis merah (gizi kurang) di Kota Bogor.
Kondisi gizi kurang ini berpotensi menjadi kronik dan stunting dan akan berdampak buruk pada kualitas sumberdaya manusia, daya saing dan ekonomi masyarakat, bangsa dan negara.
“Stunting dapat berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan menurunkan produktivitas. Dampak ke depannya adalah menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan serta kesenjangan. Tapi saya optimis Kota Bogor memiliki keunikan dan kemampuan untuk menjadi terdepan dan teladan dalam pencegahan anemia dan stunting. Pendekatan keluarga, rukun tetangga (RT) dan posyandu yang fokus pada ibu hamil dan ibu menyusui di masa pandemi akan memiliki daya ungkit yang potensial dalam membumikan upaya ini,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Ketua TP-PKK Kota Bogor, Yane Adrian, SE, MSi menyampaikan beberapa program untuk penurunan stunting yang telah dilakukan PKK Kota Bogor. Salah satunya adalah Taleus Bogor (Tanggap Leungitkeun Stunting), inovasi percepatan penurunan stunting terintegrasi. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, dr Sri Nowo Retno berharap masukan dan kerja sama dapat terus dilakukan dari kalangan akademisi dan lintas sektor untuk menurunkan angka stunting. [] Admin