Regional

Faisal Asal Leuwiliang Tak Bisa Lagi Cari Nafkah di Kota Tua Jakarta

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Faisal asli warga Leuwiliang, Kabupaten Bogor biasa mejeng di Kota Tua Jakarta. Cukup banyak pengunjung yang berfoto bersama Faisal yang tampil berkostum mirip WR Soepratman, pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kini cerita gembira itu tak ada lagi. Faisal pun tidak bisa lagi cari nafkah di Kota Tua yang kini sepi akibat pandemi Covid-19.

Sebelum pandemi Covid -19,  tepatnya sebelum pemberlakuan  Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta 14 Maret 2020, Kota Tua khususnya Taman Fatahillah di Jakarta Barat begitu ramai dikunjungi orang sebagai tempat tujuan wisata unggulan DKI.

Rata- rata pengunjungnya per hari 15.000 orang. Bahkan pekan terakhir Desember 2019 yang lalu  rata-rata per hari mencapai 30.000 orang. Karena itu para anggota Seni Karakter Kota Tua (SKKT) seperti Yusuf Subagio (50), Faisal (26), Heni (20) maupun Dhisa (23) dan Ariv begitu semangat berkarya di tempat itu.

Faisal misalnya yang asli warga Leuwiliang,  Bogor, berkostum mirip WR Soepratman, pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan biolanya, mejeng di depan Kantor UPK Kota Tua. Sekujur tubuh berikut biolanya dibalur warna silver membuat sosok itu seperti patung. Banyak pengunjung Kota Tua tertarik foto bersama dengan  “patung” hidup itu,  kemudian memberikan uang ke kotak apresiasi yang tersedia.

Baca juga  Puluhan Pasangan Mesum Digerebek di Leuwiliang

Begitu pula dengan Yusuf  Subagio yang berasal dari Banjar Arum, Singosari,  Malang, berkostum wayang orang tokoh Gatotkaca, melayang dengan teknik levitasi di dekat Museum Wayang Kota Tua. Kotak apresiasi dengan isinya yang tersedia di depannya menjadi ukuran berapa rezeki Yusuf  hari itu. Tak menyangkal ketika disebut sehari bisa mencapai Rp 150.000 – Rp 300.000,- “Begitulah,” kata Yusuf yang pernah menjadi guru SD di Balikpapan itu.

Tak terkecuali  Heni dari Purbalingga yang memerankan Putri Ong Tien isteri Sunan Gunung Jati dan terakhir sebagai Srikandi sedang akting dengan busur panahnya di samping meriam Si Jagur dari Abad XVII.

Namun sejak ada PSBB  14 Maret 2020 semuanya berubah. Taman Fatahillah Kota Tua ditutup untuk umum.

Baca juga  Tolak Omnibuslaw, Mapala Bogor Bentangkan Spanduk di Jembatan Leuwiliang

Merekapun harus banting stir mencari lahan lain. Banyak pula yang pulang kampung.

Ketika PSBB Transisi diberlakukan sejak 6 Juni 2020 angin segar berhembus. Museum museum  dibuka, dan hidup kembalilah Kota Tua.

“Tapi saya sudah terlanjur alih profesi. Ini baru selesai mengecat rumah baru di Pluit,” kata Faisal yang sempat ikut mertua di Purbalingga ketika PSBB.

Ternyata masa longgar itu tak lama. Sebab Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan  kembali menerapkan PSBB Ketat sejak 14 September, yang diperpanjang sampai dengan 11 Oktober 2020.

“Suami sekarang bekerja di Karawang ikut Paman. Saya dan suami takkan kembali ke Kota Tua Jakarta lagi, kecuali untuk reuni dan bersilaturahmi,” kata Heni melalui watsapnya Rabu (30/9/2020). Tentu saja, betapapun  Kota Tua telah mempertemukan mereka berdua Faisal dan Heni menjadi suami isteri dan dikaruniai seorang balita lelaki

Baca juga  DPRD Jabar Terima Keluhan Petani Garam di Kabupaten Cirebon

Rohadi warga Petojo Jakarta Pusat mengakui Kota Tua kini sepi. “Orang tak boleh masuk kecuali yang berkepentingan,” kata Rohadi yang sering mengantar putrinya bekerja di Kota Tua.

Dedy Tarmizi Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua dan Pengawas Kota Tua M.Maksum membenarkan Taman Fatahillah tertutup untuk umum sejak 14 September 2020. “Memang ada beberapa cafe, restoran cepat saji dan warung makan UMKM. Tetapi pembeli tidak boleh makan dan minum di situ. Kalau beli harus dibawa pulang,” kata Dedy.

Kota Tua selama ini menjadi ajang penghidupan warga asli maupun urban. Tidak kurang dari 100 anggota komunitas Kota Tua mengandalkan penghasilannya dari pengunjung lingkungan bangunan dan  gedung gedung tua dari abad XVII sampai awal abad XX. Seperti komunitas penyewaan sepeda onthel, pemusik, manusia patung dan pelukis wajah, siluet, grafir maupun tatto.

Namun sekarang mereka harus mencari alternatif untuk menyambung kehidupan dalam pandemi corona ini. [] Hardjo

 

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top