Nasional

Covid-19 Bukan Alasan untuk Kehilangan Keutamaan Ramadhan

Oleh: Asep Saepudin

(Sekretaris PKG-P3A Vinus, 

Ketua Bidang Dakwah dan Kajian Keagamaan Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat)

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Allah telah mengisyaratkan di dalam Al-Qur’an tentang perintah melaksanakan puasa ramadhan. Ayat tersebut tentunya sudah sangat familiar di tengah-tengah kaum muslim. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, supaya kamu bertakwa”. (Q.S. 2:183).

Bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi kita nikmat yang agung. Setelah nikmat iman dalam Islam, nikmat dipertemukan dengan bulan suci ramadhan adalah nikmat yang besar. Betapa banyak orang yang mendambakan bisa menjalankan ibadah dengan khusuk di bulan ini, namun Allah mewafatkannya sebelum berjumpa dengan ramadhan. Juga banyak orang yang berlalu kepadanya bulan mulia ini, namun tidak mendapatkan manisnya ibadah di dalamnya, sehingga bulan tersebut pergi tanpa bekas ketakwaan.

Lantas bagaimana dengan keimanan diri yang dhoif ini? Jangan sampai sudah miskin harta, miskin iman pula. Di dunia menderita dan di akhirat sana merana yang tiada berujung. Itu bukan sesuatu yang diharapkan oleh siapa pun juga. Bagi seorang yang beriman, jika dihadapkan dengan dua pilihan, antara menderita di dunia atau di akhirat? Jawabannya tentu akan memilih lebih baik menderita di dunia dan bahagia di akhirat kelak. Syukur-syukur bisa bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Tidaklah bisa dianggap enteng dan sepele untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat. Namun juga jangan menganggap berat. Karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan perintah dan larangan di dalam Al-Qur’an dan hadits rasul-Nya untuk memberatkan hambanya, tetapi disesuaikan dengan kadar kemampuan manusia itu sendiri. Banyak keringanan dan kemudahan di dalamnya. Itu semua dimaksudkan agar hidup manusia terarah, selaras dengan tujuan Allah, yaitu menjadikan manusia sebagai kholifah di muka bumi ini dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah. Bukan untuk berbuat melampaui batas kodrat kemanusiaannya sebagai seorang hamba Allah.

Memasuki bulan suci ramadhan kali ini, jelas tampak sekali perbedaan suasananya. Bahkan hal serupa bukan hanya terjadi di negeri kita saja. Hampir di seluruh negeri kaum muslimin di berbagai belahan dunia mengalami hal yang sama. Masjidil Haram di kota suci Makkah Almukaromah sebagai kiblat ummat muslim dunia pun tampak lengang. Setelah Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia memberlakukan aturan lock down dan jam malam dalam rangka mengendalikan dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Masjidil Haram yang biasa setiap harinya dipadati ribuan jemaah umrah, kini tampak sepi. Atas rekomendasi Lembaga Ulama Besar Saudi, Kementerian Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan Agama pada 16 Maret 2020 mengeluarkan keputusan larangan sementara shalat jamaah dan shalat Jumat di masjid seluruh Saudi, termasuk juga shalat jenazah yang hanya boleh dilakukan di tempat pemakaman saja. Para muazin tetap mengumandangkan azan pada tiap waktu shalat dengan tambahan “shalatlah di rumah kalian”.

Pemandangan serupa pun terjadi di negeri ini, terlebih setelah pemerintah mengumumkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Masjid- masjid besar tampak lengang dan sepi, karena para DKM membatasi jamaah bahkan banyak masjid yang ditutup demi menghindari kerumunan masa yang akan berpotensi tersebarnya virus. Keputusan para DKM tersebut diperkuat dengan adanya Fatwa MUI. Majelis Ulama Indonesia dalam fatwa 14/2020 membolehkan muslim yang sehat untuk mengganti shalat Jumat dengan shalat zhuhur di rumah dan meninggalkan shalat lima waktu, shalat tarawih, dan shalat Id di masjid atau tempat umum untuk dilaksanakan di rumah masing-masing jika penyebaran wabah corona atau Covid-19 di daerahnya tidak terkendali.

Baca juga  Peran BIN Bikin Papua Aman dan Damai  

Bagi seorang muslim yang beriman atas segala ketentuan Allah, keadaan seperti ini tentu bukan sebuah alasan untuk meninggalkan serangkaian ibadah di bulan yang mulia ini. Karena pada dasarnya, ada atau tidak ada wabah penyakit, ibadah harus tetap dilaksanakan sebagai wujud penghambaan kepada Allah.

Ada beberapa ketentuan yang harus difahami oleh seorang muslim tentang bagaimana cara menyikapi keadaan saat terjadi wabah seperti Covid-19 saat ini.

Pertama, Tawakkal kepada Allah karena semua sudah ditakdirkan oleh-Nya. Dengan tawakkal kepada Allah, Dia akan memberikan jalan keluar sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya . (QS. Ath Tholaq: 2-3)

Kedua, Menjaga aturan Allah. Dalam nasihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan, Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. (HR. Tirmidzi, no. 2516; Ahmad, 1:293; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 14:408. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Ketiga, Ingatlah keadaan seorang mukmin antara bersyukur dan bersabar. Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya“. (HR. Muslim, no. 2999)

Keempat, Lakukan ikhtiar dan sebab. Dalam hadits disebutkan tentang khasiat kurma, Barangsiapa di pagi hari memakan tujuh butir kurma ajwa, maka ia tidak akan terkena racun dan sihir pada hari itu. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 5779 dan Muslim no. 2047).

Untuk menghadapi wabah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan dalam hadits dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu”. (HR. Bukhari, no. 3473 dan Muslim, no. 2218)

Kelima, Perkuat diri dengan dzikir, terutama sekali rutinkan dzikir pagi dan petang. Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dari setiap harinya dan setiap petang dari setiap malamnya kalimat “BISMILLAHILLADZI LAA YADHURRU MA’ASMIHI SYAI-UN FIL ARDHI WA LAA FIS SAMAA’ WA HUWAS SAMII’UL ‘ALIIM” (dengan nama Allah Yang dengan nama-Nya tidak ada sesuatu pun yang membahayakan di bumi dan tidak juga di langit, dan Dialah Yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, maka tidak aka nada apa pun yang membahayakannya”. (HR. Abu Daud, no. 5088; Tirmidzi, no. 3388; Ibnu Majah, no. 3388. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Baca juga  Ini Syarat Umroh untuk Jemaah dari Indonesia

Disebutkan dalam hadits dari Abu Mas’ud Al-Badri radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan”. (HR. Bukhari, no. 5009 dan Muslim, no. 808)

Juga ada anjuran membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas. ‘Abdullah bin Khubaib radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Bacalah: Qul huwallahu ahad (surah Al-Ikhlash) dan Al-Mu’awwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Naas) saat petang dan pagi hari sebanyak tiga kali, maka itu mencukupkanmu dari segala sesuatunya”. (HR. Abu Daud, no. 5082 dan Tirmidzi, no. 3575. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).

Keenam, Jangan percaya berita hoax, dan pintar-pintar menyaring berita. Wajib bagi setiap muslim tidak hanyut dan terlena dengan kabar-kabar dusta atau kita biasa sebut dengan hoax. Seorang muslim harus pandai menyikapi berita dengan kroscek terlebih dahulu, sebagaimana telah Allah tekankan dalam firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS. Al-Hujurat: 6).

Ketujuh, Bersabar. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (segala sesuatu milik Allah dan kembali kepada Allah). Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.  (QS. Al-Baqarah: 155-157).

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa musibah yang paling besar adalah musibah yang menimpa agama, bukan musibah dunia. Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam ‘Syuabul-Iman’, dari Syuraih Al-Qadhi rahimahullah ia berkata, “Sesungguhnya aku ditimpa musibah dan aku memuji kepada Allah karena empat hal, aku memuji Allah atas ujian yang tidak lebih besar dari yang menimpa ini, aku memuji Allah tatkala aku diberikan kesabaran atasnya, aku memuji Allah karena diberikan taufik mengucapkan kalimat Istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un) hingga mengapai pahalanya dan aku memuji Allah karena musibah yang menimpaku bukan musibah dalam agamaku”.

Ada hal yang lebih parah dari Virus Corona. Para ulama menjelaskan, Penyakit itu ada dua macam yaitu penyakit badan dan penyakit hati. Penyakit badan adalah penyakit yang biasa menjangkiti tubuh atau fisik yang bisa ditangani secara medis, sementara penyakit hati ini tentu saja lebih parah dari penyakit badan. Karena jika seseorang tertimpa penyakit hati maka kerugiaan di dunia dan akhirat sekaligus akan menimpa dirinya. Wal ‘iyadzu billah. Dalam hadits disebutkan, Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad akan ikut baik. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati (jantung). (HR. Bukhari, no. 2051 dan Muslim, no. 1599).

Baca juga  Debat Capres Ketiga Lebih Berkualitas, Publik Harus Mulai Tidak Percaya Survei

Para ulama mengatakan, hati adalah malikul a’dhoo (rajanya anggota badan), sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya). (Jaami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, 1;210). Artinya, jika hati rusak, maka yang lainnya pun akan ikut rusak. Sehingga penyakit hati itulah yang bahaya, karenanya kita meminta kepada Allah untuk diteguhkan hati dalam ketaatan.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ALLOHUMMA MUSHORRIFAL QULUUB SHORRIF QULUUBANAA ‘ALA THOO’ATIK” (artinya: Ya Allah, Sang Pembolak-balik hati, balikkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu)”. (HR. Muslim, no. 2654)

Ada berbagai jenis penyakit pada hati, di antaranya adalah kesyirikan, kemunafikan, al-goflah (lalai), menuruti hawa nafsu dan at-tarof (hidup untuk terus bersenang-senang). Jadi, jika hati terbebas dari berbagai penyakit tersebut, maka dalam situasi dan kondisi apa pun, hal tersebut tidak akan menghalangi seseorang untuk selalu taat dan mengoptimalkan ibadah kepada Allah. Bahkan justru sebaliknya, dalam kondisi saat wabah seperti ini, akan memacu untuk lebih semangat dan giat lagi beribadah dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Berikut beberapa wasiat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa kita manfaatkan dan teladani saat wabah melanda. Saatnya kita banyak tangisi dosa, bukan banyak bicara yang malah akan menambah dosa. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia katakan, “Wahai Rasulullah, apa itu keselamatan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jaga lisanmu, Tetaplah di rumahmu dan Tangisilah dosa-dosamu”. (HR Tirmidzi, no. 2406).

Tetaplah di rumahmu artinya disuruh di rumah untuk menyibukkan diri dengan Allah, dekat dengan-Nya lewat ketaatan, juga bersendirian menjauh dari yang lain. (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7:132) Dalam Faidh Al-Qadir, yang dimaksud tetaplah di rumahmu dilakukan lebih-lebih di masa fitnah (ujian/ bala).

Yang dimaksud di sini sangat cocok sekali dengan keadaan saat virus menyebar yaitu untuk melakukan isolasi dan ada batasan bergaul dengan social distancing dan physical distancing atau istilah yang ditetapkan oleh pemerintah kita, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar. Ath-Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud “tangisilah dosamu” adalah sesalilah dosa-dosamu dengan menangisinya. Dan kita yakin, bahwa musibah virus corona ini datang karena dosa kita yang begitu banyak dan kelalaian kita dari ibadah pada Allah. Jadi di masa seperti ini saat virus merebak, jaga lisan, jangan mudah menyebar berita hoax, jangan pula banyak mengeluh dan menunjukkan sikap tidak menerima pada takdir Allah, tetaplah di rumah sesuai protokoler pemerintah dan perbanyak taubat dan istigfar. In syaa Allah, kita selamat.[]

1 Comment

1 Comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top