Pilipus Tarigan
Pengantar
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dibentuk berdasarkan amanat UU No: 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mengharuskan dibentuknya organisasi tunggal Advokat. Delapan organisasi Advokat yang ada pada saat itu sepakat untuk membentuk KKAI yang kemudian melahirkan Peradi. Peradi telah diakui oleh pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menjalankan organiasi advokat. Sehingga proses pergantian kepemimpinan di tubuh Peradi sangat penting untuk dicermati karena akan mencerminkan ke arah mana organisasi advokat ini akan dibawa sebagai salah satu aparat penegak hukum.
Pada tanggal 26 Maret 2015 yang akan datang untuk kedua kalinya Peradi akan melakukan perhelatan besar yaitu musyarah nasional (Munas). Pesta ini adalah yang kedua kalinya dilakukan setelah yang pertama dilakukan di Pontianak 5tahun silam, di mana terpilih Otto Hasibuan sebagai ketua umum. Berbeda degan Munas sebelumnya di mana minimnya calon ketua umum yang mengajukan diri yaitu hanya Otto Hasibuan dan Denny Kailimang, di mana pada menit-menit terakhir Denny Kailimang mengundurkan diri setelah dicalonkan, sehingga Sdr OttoHasibuan diangkat secara aklamasi.
Munas yang kedua yang akan dilaksanakan di Kota Makasar diprediksi akan cukup ramai. Bursa calon ketua umum yang telah menyatakan siap menjadi pimpinan Peradi ke depan setidaknya ada beberapabakal calon yang telah mendeklarasikan dirinya di antaranya yaitu : Fauzi Hasibuan, Jamaslin Purba, Hasanuddin Nasution, Juniver Girsang, Humprey Djemat dan Luhut MP Pangaribuan. Ramainya yang mencalonkan diri menjadi pimpinan Peradi kali ini menunjukan eksistesi Peradi secara perlahan diakui oleh lembaga penegak hukum lain dan advokat semakin diakui sebagai salah satu pilar penegak hukum di Indonesia, dan posisi Peradi setara dengan lembaga penegak hukum lainya.
Berbeda dengan Munas sebelumnya, Munas yang kedua ini para calon ketua umum membawa isu-isu perubahan di antaranya transparansi keuangan, pembagian laba hasil PKPA kepada DPC-DPC. Para kandidat pada umumnya telah rajin berkunjung ke daerah – daerah untuk mencari dukungan, bahkan ada rekan rekan di daerah berguyon jangan sampai datangnya hanya pada saat suksesi ketua umum, setelah itu sudah tidak pernah lagi datang ke daerah. Hal ini memang wajar dipertanyakan oleh teman teman di daerah, karena sangat minim daerah yang mendapat kesempatan dikunjungi oleh ketua umum, karena padatnya waktu dalam memimpin organisasi dan juga dalam menjalankan kantornya.
Harapan Terhadap Pimpinan Peradi ke Depan.
Pengorbanan anggota untuk mengikuti Munas ini janganlah menjadi sia-sia, di mana para peserta telah meluangkan waktunya dan mengeluarkan biaya yang besar untuk dapat hadir pada pesta demokrasi advokat yang berlangsung 5 tahun sekali ini. Harapan ini tentunya dapat dibayarkan oleh ketua umum terpilih nantinya di mana para advokat di daerah pada umumnya ingin diberikan perhatian dan mendapat perlindungan dari organisasi yang menaunginya. Adanya perlindungan dalam menjalankan profesi (Hak Imunitas Advokat) di dalam dan di luar pengadilan ketika dia menjalankan tugas profesinya selaku advokat d imana Peradi harus bisa memberikan perlindungan bagi anggotanya. Hal yang juga menjadi isu penting adalah transparansi keuangan yang harus dibuka ke publik dan juga pembagian hasil yang diperoleh dari Pendidikan Advokat (PKPA) yang selama ini bagian DPN dirasakan jauh lebih besar dari bagian daerah-daerah. Pimpinan Peradi ke depan harus mampu membuat anggota nyaman seperti di rumah sendiri, tidak merasa sebagai tamu ketika datang ke Sekretariat Peradi.
Tantangan.
Tantangan ke depan yang dihadapi adalah isu perpecahan adokat yang telah 10 tahun lebih tidak kunjung selesai, di mana telah muncul beberapa organisasi avokat yang juga menyatakan diri sebagai orgnisasi yang sah dan sesuai dengan UUNo.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pimpinan Peradi ke depan harus mampu mengatasi beberapa masalahyaitu pertama, masalaheksternal diantaranya issue kriminalisasi Advokat seperti kasus Bambang Wijajanto. Dalam hal ini dibutuhkan implementasi dari MoU yang telah dibuat antara DPN Peradi dengan Kapolri, terhadap MoU yang telah dibuat dibutuhkan sosialisasi sampai tingkat Polsek sehingga semua anggota Polri memahami MoU tersebut. Selain itu, isu tentang Revisi UU Advokat di DPR di mana advokat harus bersatu padu menolaknya karena akan mengembalikan kondisi advokat pada masa sebelum diundangkan. Dengan keanggotaan berbagai organisasi advokat maka pencari keadilan yang dirugikan akibat ulah dari “advokat nakal” sulit untuk mendapatkan keadilan. Advokat yang telah dijatuhi sanksi oleh organisasinya akan berpindah ke organisasi lain dan lepas dari pertanggungjawaban merugikan kepentingan kliennya. Kedua, masalah internal yaitu pimpinan baru Peradi harus mampu mempersatukan Advokat dalam wadah tunggal, kondisi advokat yang saat ini terpecah belah membuat kegaduhan dan kebingungan masyarakat selaku pencari keadilan, karena itu dibutuhkan pimpinan advokat yang mampu merangkul semua anggota untuk bersatu dalam wadah tunggal Peradi. Pimpinan baru juga diharapkan berani menegakkan kode etik advokat dengan membentuk Komisi Pengawas Advokat sebagaimana diamanatkan dalam pasal 12 UU Nomo 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang selama ini dirasakan belum berkerja maksimal.
Setidaknya tantangan –tantangan yang akan dihadapi oleh Peradi ke dapan dapat diselesaikan oleh kepeminpinan Ketua Peradi yang baru. Organisasi Peradi membutuhkan figur yang mempunyai leadership yang baik, punya wawasan yang luas, dapat diterima semua kalangan, dan ketua harus mengutamakan kepetingan Peradi dari pada kepentingan kantornya sehingga ketua umum diharapkan dapat bekerja secara total buat Peradi.
Munas di Makassar ini diharapkan akan melahirkan pimpinan yang dapat mengakomodir keinginan anggota untuk memperkuat wadah tunggal dan menghindari perpecahan baru paska munas dengan melahirkan organisasi baru, somoga.
Penulis : M. PILIPUS TARIGAN,S.H.,M.H., Advokat, Wakil Ketua Bidang Pembelaan Profesi DPN PERADI.