Budy Sugandi: Narasi Moderasi Beragama Perlu Ditulis dan Disebarkan
BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Direktur Yayasan Cendikia Muda Madani Budy Sugandi menilai, mahasiswa memang tidak cukup belajar di kelas. Pemikiran dan narasi moderasi beragama juga jangan lagi hanya didiskusikan. Tapi perlu ditulis agar tersebar dan bisa dibaca oleh ratusan hingga jutaan orang di luar sana.
“Menulis di sosial media perlu bijaksana. Literasi sosial media juga perlu dipelajari. Supaya bisa jadi influencer dalam kebaikan. Ini bukan hanya PR Kemenag. Tetapi PR kita bersama,” tuturnya dalam Diseminasi dan Workshop Kepenulisan Moderasi Beragama bagi Kalangan Gen Z dan Milenial di Ruang Teater Lantai 3 FITK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Sementara itu Kepala Badan Litbang Dan Diklat Kemenag Prof. Suyitno mengingatkan, narasi moderasi beragama perlu disebar masif lewat tulisan. Oleh karena itu, selain nilai moderasi beragama, mahasiswa dan kampus harus punya skill kepenulisan yang mumpuni.
“Mahasiswa di kampus itu harus punya skill menulis. Menulis itu jadi rukunnya kampus. Ini harus dirintis dari mahasiswa. Skripsi jangan jadi karya pertama dan terakhir,” kata Prof. Suyitno.
Diingatkan, menulis harus menjadi habit dan hobi generasi muda. Salain itu, sejak dini, calon alumni kampus wajib memiliki kemampuan analytical thinking dan critical thinking.
“Tantangan dunia kerja tidak mudah didapat dari ruang kuliah konvensional. Sejak awal Mahasiswa harus dibekali penguatan berpikir analytic yang kuat. Sehingga workshop semacam ini sangat urgent,” sebutnya.
Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Balitbang Kemenag, Arfi Hatim workshop semacam ini penting untuk meningkatkan kompetensi urgensi moderasi beragama serta konten penulisannya.
Dikatakan, gen z dan milenial, sudah punya modal literasi dan digital native. Sehingga, generasi ini jadi garda terdepan suksesnya kebijakan moderasi beragama yang masuk dalam RPJMN 2019.
Untuk menciptakan kerukunan umat beragama, maka tergantung pada pemahaman agama yang tidak bertentangan dengan nilai kebangsaan. “Generasi ini agen moderasi beragama dan kerukunan bangsa. Nilai moderasi beragama harus masif tersampaikan lewat narasi tulisan. Karenanya ini harus dikuatkan,” tambahnya.
Disebutkan, media dan civil society ini penting memperkaya narasi moderasi beragama. Sebab, ruang publik banjir narasi eksklusivisme, intoleransi, dan radikalisme. “Isi ruang dengan nilai-nilai moderat. Yang berwawasan kebangsaan, anti kekerasan, toleran, dan adaptif terhadap budaya. Perkaya khazanah literasi moderasi beragama,” imbaunya.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta Rosida Erowati mencatat, saat ini platform digital jadi sarana bullying dan perundungan. Karenanya, dia meminta generasi muda bertanggung jawab dalam bermedia sosial. “Ini ruang publik, bukan ruang privat. Bijaklah dan hati-hati dalam bernarasi,” tuturnya.
Pada kesempatan itu Redaktur Eksekutif Rakyat Merdeka Ujang Sunda mengingatkan, tulisan adalah senjata yang sangat ampuh. Sebuah tulisan dan narasi dapat mempengaruhi kebijakan publik hingga ke persepsi atau konstruksi paradigma masyarakat.
“Dalam kaitan moderasi beragama, maka narasinya harus mengacu pada indikator wawasan kebangsaan, anti kekerasan, toleran, dan adaptif terhadap budaya. Untuk mengubah kejumudan menjadi lebih bercahaya dan lebih harmoni. Itulah tugas tulisan ini yang akan membentuknya,” paparnya.
Editor Desk Budaya Kompas, Hilmi Faiq memaparkan tentang pentingnya menulis dalam format apapun. Sebab, kata dia, menulis selain untuk sarana penyebaran gagasan, juga bisa untuk mempengaruhi publik atau kekuasaan, sarana berdialektika, dan mengasah otak. [] Hari