Nasional

BMKG: Tetap Waspada, Puncak Musim Hujan Terjadi Februari – Maret

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Intensitas hujan pada 3 Januari 2020 menurun drastis. Hiruk pikuk banjir di Jabodetabek mulai reda. Namun, BMKG mengingatkan, masyarakat tetap menjaga kewaspadaan karena hujan dengan intensitas tinggi seperti terjadi awal tahun kemarin, masih berpeluang terjadi, mengingat puncak musim hujan terjadi pada bulan Februari hingga Maret.

Curah hujan ekstrim lebih besar 150 milimeter per hari yang turun cukup merata di wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi, awal tahun yang memicu banjir besar terjadi di tahun 2015 dan 2007 lalu.

Kajian data historis curah hujan harian BMKG selama 150 tahun (1866 – 2015), terdapat kesesuaian tren antara semakin seringnya kejadian banjir signifikan di Jakarta dan sekitarnya, dengan peningkatan intensitas curah hujan ekstrem tahunan sebagaimana terjadi kemarin pada 1 Januari 2020.

“Di wilayah Jabodetabek dari data 43 tahun terakhir, curah hujan harian tertinggi per tahun mengindikasikan tren kenaikan intensitas 10 – 20 mm per 10 tahun,” ungkap Herizal,

Baca juga  Salurkan Donasi Kemanusiaan, SBI Peduli Gempa Maroko Bersama Dompet Dhuafa

Deputi Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam rilis resminya pada Jum’at (3/1/2020).

Berdasarkan analisis statistik ekstrem data series 150 tahun, Stasiun Jakarta Observatory BMKG, perubahan risiko dan peluang terjadinya curah hujan ekstrem, menjadi penyebab banjir sebagaimana periode kejadian pada tahun 2014 dan 2015 lalu.

“Ada peningkatan 2-3 persen bila dibandingkan dengan kondisi iklim 100 tahun lalu. Hal ini menandakan hujan-hujan besar yang dulu jarang, kini lebih berpeluang kerap hadir pada kondisi iklim saat ini,” ungkapnya.

Herizal memaparkan, curah hujan ekstrem awal tahun 2020 ini merupakan salah satu kejadian hujan paling ekstrim selama ada pengukuran dan pencatatan curah hujan di Jakarta dan sekitarnya.

Hujan sangat lebat berdurasi panjang mulai tanggal 31 Desember 2019 sore hingga 1 Januari 2020 pagi, menyebabkan banjir cukup luas di beberapa wilayah Jakarta dan sekitarnya. “Sebaran curah hujan ekstrem tersebut lebih tinggi dan lebih luas daripada kejadian banjir – banjir sebelumnya, termasuk banjir Jakarta tahun 2007 dan 2015,” jelasnya.

Baca juga  Gempa Tektonik di Pangandaran: Bogor Tidak Tercatat Dalam Status Kewaspadaan Tinggi

Dia juga mengungkapkan, bahwa kejadian banjir dan curah hujan ekstrem tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, namun beberapa wilayah di Bekasi, Kota/Kab. Bogor, serta Kab. Lebak (Jawa Barat) juga terdampak banjir bandang. “Pantauan radar cuaca menunjukkan awan potensi hujan cukup tebal terjadi di sebagian wilayah Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta,” imbuhnya.

Herizal menambahkan, data analisis meteorologis pada 1 Januari 2020 menunjukkan bahwa, curah hujan tinggi tidak yang biasanya tersebut dipengaruhi oleh penguatan aliran monsun Asia dan indikasi jalur daerah konvergensi massa udara/pertemuan angin monsun intertropis (ITCZ) tepat berada di atas wilayah Jawa bagian utara.

“ITCZ memicu pertumbuhan awan yang sangat cepat, tebal, dan masif akibat penguapan dari lautan sekitar Pulau Jawa yang sudah menghangat dan menyuplai kelimpahan massa uap air bagi atmosfer di atasnya,” bebernya.

Baca juga  Pemdaprov Jabar Antisipasi Bencana Susulan Februari - Maret

Sementara besaran dampak banjir yang ditimbulkan, sambungnya, dapat dikaitkan dengan wilayah di mana curah hujan tinggi tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan ekstrem 1-2 hari sendiri dapat berkontribusi ~ 30% dari total curah hujan pada bulan tersebut.

Untuk itu, BMKG mengimbau agar semua pihak dan masyarakat tetap waspada terhadap peluang curah hujan tinggi yang masih mungkin mengingat puncak musim hujan diprakirakan akan terjadi pada bulan Februari hingga Maret, selain juga masih terdapat peluang fenomena gelombang atmosfer ekuator/Madden-Julian Oscillation (MJO) dan seruak dingin yang dapat terjadi sebagai variabilitas iklim dimusim hujan kali ini. “Pemerintah dan masyarakat diharapkan terus meningkatkan kesadarannya terhadap lingkungan dan semua persoalan yang menjadi penyebab banjir Jakarta, dan secara umum terhadap risiko bencana terkait iklim dan cuaca (hidrometeorologi) di masa mendatang.” Pungkas Herizal. [] Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top