BOGOR-KITA.com – Walikota Bogor Bima Arya menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan bertajuk ‘Pengetahuan Ketahanan Iklim di Daerah’ yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Menurut Bima, persoalan perubahan iklim sudah menjadi fenomena lingkungan yang nyata dan diakui sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kehidupan manusia. Namun, dalam menerapkan ketahanan iklim, kepala daerah masih dihadapkan dengan sejumlah kendala, mulai dari koordinasi hingga masih adanya anggapan bahwa isu iklim masih kurang ‘seksi’ untuk dibahas.
“Tantangan paling besar bagi kepala daerah adalah keluar dari jebakan quick wins. Padahal banyak kebijakan yang dimensinya jangka panjang, mungkin tidak terasa dalam waktu dekat, salah satunya isu ketahanan iklim. Kalau hanya orientasinya mengerjakan isu populis seperti mempercantik kota, menurunkan biaya pendidikan, membangun puskesmas, itu bahaya. Soalnya harus balance dengan urusan jangka panjang,” ungkap Bima.
Bahkan, Bima menceritakan pengalaman ‘pahit’ saat dirinya mengunjungi beberapa negara untuk mengikuti sejumlah kegiatan yang membahas soal climate action. “Isu ini kan ga populer. Kalau saya dengan kepala daerah lain di acara konferensi ya itu-itu saja bahasnya. Mungkin saja ga care, karena insentive electoralnya, dampak politiknya, dampak suaranya, ga ada. Saya pernah di bully saat melakukan kunjungan ke Paris, ke mana-mana, dibilang ngapain sih ngurusin yang begitu-begitu. Coba urus orang miskin, dan lain-lain. begitu perbandingannya, tidak apple to apple,” jelasnya.
Bima menyatakan, persoalan perubahan iklim memang tidak secara langsung, namun sangat mengkhawatirkan. “Bayangkan, Bogor yang dikenal sebagai kota hujan, dialiri Ciliwung dan Cisadane, tapi dua tahun lalu sempat terjadi kekering hebat. Hampir enam bulan tidak hujan. Dan sekarang mulai banjir di mana-mana. Kenapa? Sebagian besar ulah manusia,” kata dia.
Untuk itu, perlu adanya koordinasi lintas sektor. Pasalnya, soal isu perubahan iklim bukan hanya milik Dinas Lingkungan Hidup saja, tapi seluruh SKPD. “Yang paling penting adalah passion climate action itu harus ada di RJPMD. Spiritnya harus sama di semua dinas. Harus jalan. Libatkan pentahelix, yakni pemerintah, kampus, komunitas, dunia usaha dan media,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kampung Legok Muncang, Kelurahan Cipaku, Bogor Selatan, Kota Bogor menerima penghargaan dari Menteri LHK Siti Nurbaya. Penghargaan tersebut diberikan atas prestasi Kelurahan CIpaku dalam pengembangan Program Kampung Iklim (Proklim) yang melibatkan peran aktif warga. []Admin