Kab. Bogor

Badak Sumatera Paling Primitif di Dunia, Selamatkan dengan Teknologi ART dan Bio-Bank

Badak Sumatera

BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Untuk menyelamatkan sumber genetik Badak Sumatera, perlu segera diaplikasikan Assisted Reproduction Technology (ART) dan Bio-bank. Teknologi ART dan Bio-bank merupakan teknologi reproduksi berbantuan yang dapat memanfaatkan sumberdaya genetika yang ada untuk menghasilkan embrio Badak Sumatra.

Dallam rilis dari IPB University kepada BOGOR-KITA.com, Kamis (11/2/2021), pakar badak IPB University Dr Muhammad Agil, mengatakan, Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) berada di ambang kepunahan.

Namun menurutnya, ada teknologi yang bila segera diterapkan kemungkinan dapat membantu menyelematkan badak dari kepunahan.

Dikatakan, Badak Sumatera, satu-satunya spesies yang tersisa dari  genus Dicerorhinus, dan dikenal juga sebagai badak berambut merupakan jenis badak paling primitif, yang kini hanya dimiliki oleh Indonesia.

Satwa itu telah masuk dalam kategori kritis (critically endangered) berdasarkan kriteria International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Pemerhati badak bahkan telah menganggap situasinya sudah sangat krisis dan tidak tersisa banyak waktu untuk menyelamatkannya.

Dalam empat dekade terakhir, populasi satwa ikonik tersebut menurun dengan cepat, diperkirakan hingga 90 persen. Tahun 2015 lalu, badak dinyatakan punah  di Taman Nasional Kerinci Seblat.

Pada waktu yang hampir bersamaan, populasinya juga diketahui menghilang dari Semenanjung Malaysia.  Kepunahan total di Malaysia, termasuk di wilayah Sabah, diumumkan dua tahun lalu.

“Fakta bahwa Badak Sumatera semakin mendekati kepunahan pun kian santer ketika makin sulit ditemukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBS).  Saat ini, kalaupun masih ada, diperkirakan hanya tersisa 2-3 ekor saja di sana. Begitu pula dengan di Way Kambas, diperkirakan sudah kurang dari 15 ekor badak Sumatera yang tersisa. Niat untuk melakukan penyelamatan pun kini semakin menantang,” ujarnya.

Baca juga  Ade Yasin: Solusi Besar Kemacetan Puncak Adalah Membangun Jalur Puncak 2

Dr drh Muhammad Agil, Dosen IPB University dari Divisi Reproduksi dan Kebidanan Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) mengatakan diperlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk dapat menyelamatkan badak Sumatera dari kepunahannya.

Berdasarkan hasil riset dan pengumpulan data dari tahun 2000-2017, ia mendapati bahwa sebagian besar badak yang berhasil ditangkap dari alam untuk diselamatkan, ternyata sulit berkembang biak.

Hampir lebih dari 70 persen badak Sumatera yang diselamatkan dari badak yang terisolasi dan “doomed rhino” tersebut mengalami kelainan atau kondisi patologis (tumor dan kista) dan sulit bunting.

Badak yang ditemukan juga mengalami abnormalitas pada organ dan saluran reproduksinya seperti terdapatnya tumor atau kista“Hal itu terjadi utamanya pada badak yang tersisa di alam dalam jumlah yang sangat sedikit atau biasa disebuat doomed rhinos yang kemungkinan besar mengalami kesulitan untuk bertemu pasangan.

Dalam kondisi normal pun sebagian besar badak Sumatra mengalami kesulitan untuk bunting karena embrio tidak dapat berkembang dan mengalami kematian embrio dini (early embrionic death) seperti pada badak Emi di USA sebelum akhirnya mati dan pada badak Ratu di SRS Way Kambas,” ujar Dr Agil yang saat ini menjadi Kepala Laboratorium Analisis Hormon FKH IPB University.

Baca juga  Lagi, Gage di Puncak Diminta Dicabut

Untuk menyelamatkan sumber genetik badak Sumatera, perlu segera diaplikasikan Assisted Reproduction Technology (ART) dan Bio-bank.

Teknologi ART dan Bio-bank merupakan teknologi reproduksi berbantuan yang dapat memanfaatkan sumberdaya genetika yang ada untuk menghasilkan embrio Badak Sumatra.

Dengan teknologi ini dapat dikembangkan lebih lanjut beberapa kemungkinan skenario penyelamatan, termasuk teknik bayi tabung dengan in vitro fertilization (IVF) dan intra cytoplasmic sperm injection (ICSI) atau teknik kloning dengan teknik induced pluripotent stem cell (iPSC) dari sel-sel somatik (fibroblas).

“Jadi untuk badak-badak yang mengalami gangguan atau abnormalitas pada organ dan saluran reproduksinya seperti itu, kita perlu segera memaksimalkan pemanfaatan teknologi agar dapat memanen sumber genetiknya (genetic resource), dari badak betina dan jantannya, untuk bisa menghasilkan embrio yang dapat langsung digunakan ataupun dapat disimpan dan kemudian ditransfer pada betina (induk) pengganti (surrogate mother) di masa depan  sebagai back up ,” tuturnya.

Data penurunan sebaran dan populasi badak Sumatra menunjukkan bahwa proteksi saja saat ini tidak cukup untuk menyelamatkan Badak Sumatera, yang kian merosot di alam.

Meski demikian, proteksi juga tetap penting untuk dilanjutkan, bahkan perlu juga dikembangkan perlindungan yang lebih intensif dan efektif.

Baca juga  6 Pegawai Positif Covid-19, Dishub Kabupaten Bogor Tutup Kantor Sepekan

Beragam teknologi yang bisa mendapatkan data “Real Time” aktivitas illegal dan perburuan juga dapat digunakan untuk mendukung peningkatan efektivitas perlindungan.

Hal itu sangat penting khususnya untuk memastikan keamanan badak di tempat-tempat yang masih menjadi harapan terakhirnya di alam, seperti di Leuser.

Rencana Aksi Darurat (Emergency Action Plan) Penyelamatan Badak Sumatera yang dikeluarkan oleh Dirjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dan sedang dijalankan perlu segera diperkuat dengan pengembangan dan penerapan ART serta peningkatan perlindungan seperti yang telah dimandatkan.

Teknologi seperti bayi tabung pada satwa-satwa terancam punah sudah berkembang sangat maju dan berhasil menyelamatkan badak putih Afrika utara (Northern white rhino) yang sudah punah di alam.

Selain itu, pengalaman transfer embrio pada sapi dengan tingkat keberhasilan hingga 40 persen di Indonesia pun dapat menjadi model untuk mengembangkan teknologi yang terbarukan melalui riset yang lebih dalam.

Dengan bantuan teknologi tersebut, terbukti telah dapat diproduksi embrio. Nantinya, embrio ini suatu saat bisa ditanamkan kembali pada individu yang sehat.

Embrio yang dihasilkan juga dapat disimpan dalam jangka panjang pada sistem bio-bank. Keberhasilan program semacam ini memerlukan kerjasama yang erat antar berbagai pihak khususnya otoritas pengelola (Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, [] Admin

 

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top