Nasional

Rektor IPB University: Sektor Kelautan sebagai Sektor Berkelanjutan

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University menyelenggarakan ESTUARY SPEAKS. Podcast live perdana tersebut menghadirkan Dr Fredinan Yulianda yang merupakan Dekan FPIK IPB University sebagai pemantik diskusi serta Prof Arif Satria selaku Rektor IPB University, Sabtu (19/6/2021).

Sebagai pengawal diskusi, Prof Arif Satria menekankan bahwa goal utama yang harus diupayakan adalah menjadikan sektor kelautan sebagai sektor yang berkelanjutan. Hal tersebut karena selain merupakan sumberdaya esensial untuk memenuhi kebutuhan pangan, laut juga merupakan sektor yang krusial bagi pemenuhan kebutuhan energi dan biomaterial.

“Jarang sekali laut dilihat sebagai sumber biomaterial, yakni sebagai salah satu sumber untuk aktivitas industri,” ujar Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University ini.

Prof Arif Satria kemudian mengenang diskusinya dengan mendiang BJ Habibie terkait kandungan rumput laut yang bermanfaat dalam menstabilkan badan pesawat saat mengalami tekanan di ketinggian. Begitu juga dengan chitosan bisa dijadikan pelapis dalam pembuatan badan pesawat tempur agar tak terdeteksi radar. Menurutnya, ini bisa menjadi sumbangan yang besar bagi kemajuan industri pertahanan.

Baca juga  Patok GSS Ciliwung Ruas Cibuluh Bikin Warga Resah

Prof Arif juga menyinggung terkait peran rumput laut dalam pembuatan kosmetik, sandang, dan farmaka.

Budidaya ikan tidak luput dari perbincangan ini. Prof Arif menyampaikan bahwa dalam budidaya, terdapat tiga komponen yang menjadi titik terpenting. Yakni indukan, pakan, serta teknik budidaya itu sendiri.

Komponen impor yang besar dalam aktivitas berbagai industri merupakan permasalahan yang membuat budidaya perikanan Indonesia rentan. Seperti pada pemenuhan kebutuhan tepung ikan yang merupakan bahan baku pakan. Indonesia masih bergantung kepada impor dari negara-negara Amerika Latin dalam pemenuhannya.  Begitupun soal indukan, Indonesia masih bergantung pada indukan udang Vaname impor yang berasal dari Florida Amerika Serikat.

“Penelitian dalam mengembangkan indukan merupakan penelitian yang panjang. Hasilnya tidak langsung terlihat, oleh karenanya jarang dilirik. Padahal riset dalam bidang ini adalah harapan masa depan perikanan dan kelautan kita,” lanjut pakar Ekologi Politik IPB University ini.

Baca juga  ARLI Tandatangani MoU Carbon Trade dengan Asosiasi Rumput Laut Tiongkok

Mantan Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB University tersebut melanjutkan bahwa terdapat dua sistem pengaturan penangkapan ikan yakni input control dan output control. Pada sistem input control maka yang diatur adalah jumlah kapal, ukuran kapal, serta alat tangkap yang digunakan. Sedangkan output control yang diatur adalah kuantitas hasil tangkap.

“Misalnya yang terjadi pada suku Aborigin Australia. Australia menggunakan sistem output control. Pihak yang mendapatkan kuota adalah pihak yang mampu menangkap minimal lima ton per tahun. Suku Aborigin tidak mampu mencapai itu, maka mereka tidak mendapat kuota dan ini tidak adil,” imbuhnya.

Di penghujung acara, Prof Arif Satria menggarisbawahi bahwa meningkatkan fisheries management tidak semata aspek teknis, tetapi juga ekologis, sosial kelembagaaan dan ekonomi. Pengelolaan sumberdaya harus perpaduan antara kepentingan politik dalam artian demi kesejahteraan masyarakat serta kepentingan ekologis atau aspek keberlanjutan. “Jika hanya bertumpu pada hard science maka yang terjadi adalah ketidakadilan. Dan jika bertumpu pada politik maka akan menimbulkan ketidakakuratan dan kehancuran sumberdaya, ” tegasnya. [] Hari

Baca juga  Menag Fachrul Razi Terkonfirmasi Positif Covid-19
Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top