BOGOR-KITA.com – Sebetulnya tidak ada sengketa soal pengadaan air bersih antara PT Sentul City Tbk dengan warga perumahan. Yang terjadi selama ini adalah ada sekelompok kecil warga Sentul City yang menolak membayar iuran air karena mereka menganggap tidak berhak mengelola air bersih untuk warga perumahan. Sementara, sekitar 70-75 % warga Sentul City yang tergabung dalam PWSC (Paguyuban Warga Sentul City) tidak mempersoalkan pengelolaan air minum oleh PT Sentul City Tbk melalui anak perusahaannya PT SGC.
“Dari sisi ini KWSC tidak bisa disebut sebagai representasi warga Sentul City, karena ada PWSC yang justru mewakili mayoritas warga perumahan Sentul City. Nah, yang ditampung oleh Ombudsman dan diberitakan media itu dari perspektif warga yang sedikit, sedangkan dari perspektif warga yang lebih besar dan SGC tidak dimunculkan. Ini yang saya rasakan kurang fair,” ujar Juru Bicara PT Sentul City Tbk Alfian Mujani, menanggapi berita BOGOR-KITA.com berjudul, “Ada Indikasi Korupsi di Balik Sengketa Air Minum antara KWSC VS Ssentul City.”
Menurut Alfian, KWSC yang diundang oleh pihak Ombudsman, secara data dan fakta bukan merupakan perwakilan dari seluruh warga yang ada di perumahan dan kawasan Sentul City. KWSC hanya merupakan kumpulan sekelompok kecil warga yang menolak pengelolaan air minum oleh PT SGC.
Menurut Alfian, jumlah pelanggan air di perumahan dan kawasan Sentul City tercatat sebanyak 6.300 (enam ribu tiga ratus) pelanggan. Sementara jumlah pelanggan air minum yang aktif di KWSC tidak lebih dari 30 (tiga puluh) pelanggan.
“Adalah fakta yang harus sama-sama kita lihat, selain KWSC terdapat juga perkumpulan warga yang berbadan hukum, yakni PWSC (Paguyuban Warga Sentul City), kelompok warga lainnya yang tidak berbadan hukum, maupun warga secara perseorangan yang tidak bersepakat dengan tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh KWSC selama ini,” katanya.
Menurut Alfian, pengelolaan air minum oleh PT SGC untuk memenuhi kebutuhan warga perumahan Sentul City sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Payung hukum yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, yang dalam ketentuan peralihannya menegaskan bahwa kerjasama yang telah dilaksanakan sebelum Peraturan Pemerintah tersebut terbit, tetap berlaku sampai kerjasama tersebut berakhir. Dalam hal ini PDAM Tirta Kahuripan bekerjasama dengan PT Sentul City Tbk sebagai pengembang.
Perjanjian antara PDAM Tirta Kahuripan dengan Pengembang (PT SC Tbk) akan berakhir pada tahun 2020. Sedangkan Izin Penyelenggaraan SPAM atas nama Pengembang terbit berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Raktyat Republik Indonesia Nomor: 25/PRT/M/2016 tanggal 11 Juli 2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Untuk Kebutuhan Sendiri Oleh Badan Hukum.
Dengan demikian, penyediaan air bagi seluruh penghuni atau warga Sentul City tidak melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 85/PUU-XI/2013, karena telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terbit setelah Putusan Mahkamah Konstitusi.
Alfian menjelaskan, PT Sentul City, Tbk sebagai pengembang telah menyediakan air minum bekerjasama dengan pihak PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor sejak tahun 2005 yang tunduk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
Bahkan sejak 1 Maret 2017, PT Sentul City Tbk telah memiliki Izin Penyelenggaraan SPAM berdasarkan Izin SIPPA Nomor:75.5/KPTS/M/2012 yang telah diajukan perpanjangan izinnya dan telah terbit Rekomendasi Teknis Nomor: PW.03.02-Ay/234.8 tanggal 15 September 2017 juga telah terbit perpanjangannya berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 1022/KPTS/M/2017 tanggal 19 Desember 2017 yang bersumber dari sungai Cibimbin yang telah diupayakan batal oleh pihak KWSC di Pengadilan Tata Usaha Negara dan saat ini masih menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung.
“Jadi, apa yang dilakukan PT Sentul City Tbk selama ini sudah mengikuti semua peraturan yang berlaku. Termasuk dalam penetapan tarif air yang terbaru pun kami mengikuti peraturan pemerintah, yakni keputusan Bupati Bogor,’’ kata Alfian.
Mengenai penggabungan tagihan biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan (BPPL) dan air serta pemutusan air diterapkan terhadap warga yang tidak membayar BPPL, dijelaskan bahwa hal tersebut dilakukan hampir di semua perumahan yang menerapkan konsep town management. “Dan, semua warga mestinya tahu ini karena tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,” katanya.
Yang juga perlu dijelaskan, BPPL yang dibayarkan oleh seluruh warga Sentul City tersebut oleh PT Sukaputra Graha Cemerlang (SGC) antara lain digunakan untuk membiayai pemeliharaan dan perbaikan jaringan air bersih sebagai utilitas yang wajib disediakan oleh setiap pengembang sebagaimana diatur dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Menurut Alfian, dalam mengelola dana BPPL, PT Sentul City Tbk sangat transparan. Bahkan mempersilakan warga untuk ikut mengawasi penggunaan dana tersebut, degan duduk sebagai anggota badan pengawas di PT SGC. [] Admin