Prof Dr Gayus Lumbuun SH., MH
BOGOR-KITA.com – Sejumlah pakar hukum setuju pemberian remisi (pemotong masa tahanan) bagi narapidana korupsi. Pakar hukum tersebut setuju, Peraturan Pemerintah No.99 yang salah satu pasalnya mengatur tentang pengetatan pemberian hak remisi dan pembebasan bersyarat bagi warga binaan pemasyarakatan pelaku tindak pidana khusus, dicabut.
Hal ini terungkap dalam seminar Seminar Nasional Pemberian Hak Remisi dan Pembebasan Bersyarat Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Pelaku Tindak Pidana Khusus yang diselenggarakan oleh Departemen Kehakiman dan HAM RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Seminar dihadiri berbagai kelompok profesi seperti PERADI, Civitas Akademika UKI, Depkumham RI, pegiat HAM, pegiat antikorupsi. Menteri Kehakiman dan HAM, Yasona Laoly tampil sebagai keynote speaker. Sementara Hasim Agung ProfDr Gayus Lumbuun, Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsudin, Rektor UKI Maruarar Sihahaan dan Sosiolog Adrianus Meliala tampil sebagai narasumber.
Prof Gayus dalam paparannya menjelaskan bahwa perlu dipertimbangkan untuk melakukan revisi terhadap PP 99 agar lebih memperhitungkan keadilan yang berlandaskan hak asasi manusia.
Kriminolog Universitas Indonesia Prof Dr Adrianus Meliala mengemukakan hal senada. Menurut Meliala PP 99/2012 dilikuidasi saja. Ada 10 alasan dikemukakan Meliala terkait likuidasi PP 99. Menurutnya PP 99 sudah tidak pas dengan filosofi penghukuman dunia, tidak pas lagi dengan filosofi pemasyarakatan Indonesia yang reintegrasi social. PP 99/2012, lanjutnya melanggengkan citra lama penjara pada lembaga pemasyarakatan dan sudah tidak pas dengan tujuan penegakan hukum kasus korupsi. PP itu diskriminatif dan menutup peluang memodifikasi perilaku, budaya penjara. “PP 99 justru menambah masalah bagi LP,” kata Meliala.
Pernyataan Adrianus ini diamini oleh Anton Medan. Mantan narapidana yang pernah di hukum 18 tahun penjara ini secara tegas menyoroti sikap dan perilaku para napi. Narapidana menurut pengasuh Pondok Pesantren khusus para eks napi di Babelan Bekasi ini,PP 99/2012 justru melahirkan masalah dalam lembaga pemasyarakatan dan bahkan berdampak bagi para pegawai lapas.”Setiap tahun selalu ada remisi, namun ada sebagian napi yang tidak mendapatkannya. Hal ini dapat menimbulkan masalah social dalam Lapas seperti kecemburuan sesama napi yang bisa berakibat fatal seperti kerusuhan dalam lapas,” ungkapnya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum DPN PERADI Sugeng Teguh Santoso yang hadir dalam seminar tersebut mewakili DPN PERADI menyatakan bahwa PP 99 adalah produk hukum yang bertentangan dengan konstitusi. PP 99 menurut Sugeng adalah produk diskriminatif yang dibentuk sebagai wujud kebencian yang diinstitusionalisasi oleh kekuasaan. “Kebencian terinstitusional melalui produk hukum adalah perbuatan terlarang, karena pemegang kekuasaan umum terikat pada konstitusi untuk melindungi seluruh lapisan kelompok masyarakat. Terpidana sekalipun tidak boleh diperlakukan diskriminatif,” tegas Sugeng. [] Admin