Nasional

Mendukung Petani Kita: Mengapa Pertanian Lokal Harus Jadi Prioritas

Ilustrasi/Istimewa

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Sudah menjadi hal yang umum bahwa Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Julukan ini muncul karena Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas, iklim yang mendukung, serta sumber daya manusia yang berlimpah di sektor pertanian. Namun, meskipun potensi pertanian kita sangat besar, kenyataannya sektor ini masih menghadapi banyak persoalan serius.

Salah satu yang paling krusial adalah tingginya ketergantungan terhadap impor pangan dari negara lain. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 Indonesia mencatatkan impor beras sebesar 3,06 juta ton, yang merupakan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Bahkan, jumlah tersebut meningkat drastis sebesar 613,61 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Komoditas lain seperti gula, jagung, dan daging juga mengalami peningkatan impor yang signifikan. Data ini menunjukkan bahwa produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Ini menjadi peringatan bahwa ketahanan pangan kita masih sangat rentan. Oleh karena itu, mendukung pertanian lokal harus menjadi salah satu prioritas utama bangsa, termasuk dari kalangan mahasiswa yang punya peran penting sebagai agen perubahan.

Pertama, dengan memperkuat pertanian lokal, kita bisa secara perlahan mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan. Ketika produksi dalam negeri bisa mencukupi kebutuhan sendiri, Indonesia akan memiliki posisi yang lebih kuat dalam menjaga ketahanan pangan, apalagi di tengah ancaman krisis global atau gangguan rantai pasok seperti yang pernah terjadi saat pandemi.

Ketergantungan terhadap impor membuat kita rentan, baik dari sisi harga maupun ketersediaan stok pangan. Kedua, memperkuat pertanian lokal juga berarti meningkatkan kesejahteraan petani. Petani adalah ujung tombak produksi pangan. Sayangnya, banyak dari mereka hidup dalam kondisi ekonomi yang belum layak. Data dari Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa rata-rata usia petani Indonesia saat ini adalah 50 tahun ke atas. Ini menunjukkan bahwa generasi muda kurang tertarik untuk menekuni profesi petani.

Baca juga  Wapres: Silaturahmi Dapat Dilakukan Secara Virtual

Penyebabnya antara lain karena penghasilan petani dianggap tidak menjanjikan dan sektor ini dianggap kurang “modern.” Jika pertanian lokal diperkuat melalui kebijakan, teknologi, dan pasar yang adil, kesejahteraan petani bisa meningkat, dan pada akhirnya menarik generasi muda untuk kembali terjun ke bidang ini.  Ketiga, pertanian lokal yang dikelola secara bijak juga memiliki manfaat besar terhadap lingkungan. Jika dilakukan dengan cara yang berkelanjutan, seperti menggunakan metode pertanian organik atau tanpa bahan kimia berbahaya, maka lingkungan akan lebih terlindungi. Tanah menjadi lebih subur, kualitas air terjaga, dan keanekaragaman hayati tetap lestari. Ini menjadi nilai tambah penting dari pertanian lokal yang tidak hanya menyuplai pangan, tetapi juga merawat alam.

Meski potensinya besar, pertanian lokal masih menghadapi berbagai kendala. Salah satunya adalah keterbatasan akses terhadap teknologi dan informasi. Banyak petani yang masih menggunakan metode tradisional karena belum memiliki akses terhadap teknologi pertanian modern yang dapat meningkatkan hasil panen dan efisiensi kerja. Selain itu, informasi mengenai cuaca, harga pasar, atau perkembangan pertanian sering kali tidak sampai ke petani secara merata, solusi  dalam keterbatasannya akses terhadap teknologi dan informasi yang masih rendah, pemerintah dan kampus bisa menyediakan program pelatihan teknologi tepat guna. Mahasiswa juga bisa terlibat sebagai pendamping lapangan dalam program kkn.

Tantangan lainnya adalah masalah infrastruktur. Di banyak daerah, akses jalan ke lahan pertanian masih rusak, sistem irigasi belum memadai, dan gudang penyimpanan hasil panenpun  minim. Hal-hal ini sangat memengaruhi hasil dan distribusi pertanian. Ketika petani kesulitan membawa hasil panennya ke pasar, mereka menjadi lebih tergantung pada tengkulak yang sering kali membeli dengan harga yang sangat rendah. Masalah ketiga yang tak kalah penting adalah fluktuasi harga dan akses ke pasar. Harga hasil panen petani sangat tidak stabil, tergantung musim dan kondisi pasar.

Baca juga  Raker Perdana dengan DPR, Erick Thohir Sebut PLN dan Hutama Karya Sedot PMP Terbanyak

Saat panen raya, harga bisa jatuh karena suplai berlebihan. Sebaliknya, saat pasokan sedikit, harga melonjak. Sistem pasar yang tidak adil ini membuat petani sering berada di posisi yang dirugikan. Selain itu, keterbatasan dalam menjual hasil panen secara langsung ke konsumen juga membuat petani sulit mendapatkan harga yang pantas. Meskipun memiliki tantangan, ada juga solusi untuk menghadapi tantangan itu sendiri. Di antara lain yaitu perlu ada kerja sama antara pemerintah daerah dan kementrian terkait untuk membangun insfrastruktur pertanian terpadu, termasuk jalan tani, irigasi, dan cold storage. Bentuk koperasi petani digital, marketplace khusus produk pertanian, atau Kerjasama dengan startup agritech.

Sebagai mahasiswa, kita memang bukan pelaku utama dalam sektor pertanian, tapi kita tetap punya peran penting. Salah satu kontribusi nyata yang bisa kita lakukan adalah melalui edukasi dan penyuluhan. Saat program KKN (Kuliah Kerja Nyata), misalnya, mahasiswa bisa terlibat langsung memberi pelatihan dasar kepada petani tentang teknik pertanian modern, manajemen hasil panen, atau bahkan pemasaran melalui media sosial. Selain itu, mahasiswa dari jurusan teknik atau ilmu terapan lainnya bisa berinovasi menciptakan alat atau teknologi sederhana yang bisa membantu aktivitas petani. Misalnya, alat penabur benih otomatis, aplikasi untuk memantau kelembapan tanah, atau alat pengering hasil panen. Inovasi teknologi yang tepat guna dan murah sangat membantu petani kecil untuk bekerja lebih efisien.

Baca juga  Ini 12 Cara Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh Saat Covid-19

Mahasiswa juga bisa berperan sebagai penghubung antara petani, pemerintah, dan swasta. Kita bisa ikut mendorong terbentuknya kerja sama yang saling menguntungkan, misalnya lewat program CSR perusahaan, bantuan modal UMKM, atau kolaborasi dengan komunitas peduli pertanian. Terakhir, mahasiswa bisa ikut mendukung pertanian lokal lewat hal sederhana: mengonsumsi produk pertanian dalam negeri. Ketika kita lebih memilih beras, sayuran, atau buah lokal daripada impor, kita membantu meningkatkan permintaan terhadap produk petani Indonesia. Ini akan berdampak langsung pada peningkatan pendapatan mereka dan menciptakan pasar yang lebih adil.

Melihat semua fakta dan kondisi di atas, sudah saatnya pertanian lokal benar-benar dijadikan prioritas, bukan sekadar wacana. Pertanian lokal bukan hanya soal menyediakan pangan bagi masyarakat, tapi juga berkaitan erat dengan kemandirian bangsa, kesejahteraan petani, dan pelestarian lingkungan. Meski menghadapi banyak tantangan, pertanian lokal tetap punya harapan besar untuk berkembang jika didukung oleh semua pihak, termasuk mahasiswa.

Sebagai generasi muda dan calon pemimpin masa depan, kita tidak bisa bersikap apatis. Dukungan kita terhadap pertanian lokal bisa dimulai dari hal-hal kecil yang berdampak besar: belajar, berinovasi, dan terlibat langsung di lapangan. Dengan begitu, kita bukan hanya belajar dari buku, tapi juga ikut ambil bagian dalam membangun masa depan pertanian Indonesia yang lebih adil, mandiri, dan berkelanjutan. [] Qonita Ratu Fitriani Az-zahra, mahasiswi  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Agribisnis.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top