Nasional

7 Versi Makna Perayaan Cap Go Meh

Ilustrasi

BOGOR-KITA.com –  Ada 7 versi makna dalam sejarah perayaan Cap Go Meh. Berikut selengkapnya.

Veri Pertama

Ini bermula pada zaman dinasti Zhou (770 – 256 SM) dimana setiap tanggal 15 malam bulan satu Imlek para petani memasang lampion-lampion yang dinamakan Chau Tian Can di sekeliling ladang untuk mengusir hama dan menakuti binatang-binatang perusak tanaman.

Memasang lampion-lampion selain bermanfaat mengusir hama, kini tercipta pemandangan yang indah dimalam hari tanggal 15 bulan satu. Dan untuk menakuti atau mengusir binatang-binatang perusak tanaman, mereka menambah segala bunyi-bunyian serta bermain barongsai, agar lebih ramai dan bermanfaat bagi petani. Kepercayaan dan tradisi budaya ini berlanjut turun menurun, baik didaratan Tiongkok maupun diperantauan diseluruh dunia. Ini adalah salah satu versi darimana asal muasalnya Capgome.

Versi Kedua

Konon pada tahun 180 Sebelum Masehi, Kaisar Hanwudi yang berkuasa pada masa Dinasti Han Barat naik takhta pada tanggal 15 bulan pertama Imlek. Untuk merayakan penobatannya, Kaisar Han Wudi mengambil keputusan untuk menjadikan tanggal 15 bulan pertama sebagai hari raya lampion. Pada malam tanggal 15 bulan pertama setiap tahun, ia berkebiasaan bertamasya ke luar istana dan merayakan festival itu bersama rakyat.

Pada tahun 104 Sebelum Masehi, Festival Cap Go Meh secara resmi dicantumkan sebagai hari raya nasional. Berkat keputusan itu, skala Festival Cap Go Meh meningkat lebih lanjut. Menurut peraturan, setiap tempat publik dan setiap keluarga diharuskan memasang lampion berwarna-warni, khususnya di jalan utama dan pusat kebudayaan akan diadakan pameran lampion besar-besaran yang meriah. Rakyat, baik yang berusia tua maupun yang berusia muda, pria maupun wanita semuanya akan berdatangan ke pekan lampion untuk menyaksikan lampion dan tari lampion naga, di samping menebak teka-teki.

Baca juga  Bima: CGM 22 Februari 2016 akan Lebih Meriah

Versi Ketiga

Bermula pada masa pemerintahan Kaisar Wu Di dari Dinasti Han. Di istana Wu Di tinggal seorang pembantu istana bernama Yuanxiao. Yuanxiao ingin menjenguk keluarganya, namun aturan istana melarang semua pembantu meninggalkan istana.

Beruntung Yuanxiao memiliki teman seorang menteri bernama Shuo Dongfang. Dia adalah seorang yang cerdik dan menetapkan dirinya untuk membantu pembantu yang tidak berdaya itu.

Shuo berkata kepada kaisar bahwa Dewa Surga telah memerintahkan kepada Dewa Api untuk menghancurkan kota Changan pada tanggal 15 bulan 1 tahun Imlek. Dia berkata kepada Wu Di bahwa satu-satunya cara untuk menenangkan sang Dewa adalah dengan memberikan persembahan kembang api, membunyikan petasan dan mempertontonkan lentera-lentera berwarna merah. Untuk membuat persembahan memuaskan hati sang Dewa maka semua orang di kota harus turut ikut serta.

Baca juga  Doa Lintas Agama di Cap Go Meh, Bukti Bogor Plural

Dewa Api juga sangat menyukai kue nasi lengket, khususnya yang dibuat oleh Yuanxiao, yang mana dianjurkan oleh Shou agar dipersembahkan secara langsung. Beruntung, sang kaisar mempercayai kebohongan itu dan memerintahkan agar kota Changan mempersiapkan semuanya.

Pada hari yang ditentukan, penduduk kota menyalakan kembang api dan memasang lentera-lentera. Mereka bergembira ria sepanjang malam. Dan Yuanxiao mendapatkan kesempatan untuk meninggalkan istana dan mengunjungi keluarganya.

Sang Kaisar, yang sangat senang atas perayaan tersebut, memerintahkan agar perayaan yang sama dilakukan pada tahun berikutnya dan Yuanxiao diperintahkan untuk membuat kue nasi lengket.

Pada Perayaan Lentera Maka pada tanggal 15 bulan pertama tahun Imlek menjadi sebuah hari bagi perayaan besar sampai hari ini, merayakan bulan penuh pertama pada tahun yang baru dan berkumpulnya keluarga serta kehidupan yang bahagia.  Kue nasi lengket yang dimakan sampai saat ini dinamakan Yuan Xiao untuk mengingat pembantu istana tersebut.

Versi Keempat

Perayaan yang disebut dengan upacara perayaan Goan Siauw yang secara besar-besaran pernah dilakukan pada zaman Tong (Tang) tepatnya di masa Kaisar Tong Jwee Cong (710-712) yang konon membuat replika pohon yang dihiasi oleh 50 ribu lilin.

Baca juga  Pemerintah Tak Larang Mudik, Waspadai Kemacetan Libur Idul Adha

Versi Kelima

Cap Go Meh dimaksudkan untuk memperingati hari lahir Siang Goan Thian Koan. Dia adalah dewa yang memerintah bumi dan langit. Pada hari Cap Go Meh, Siang Goan Thian Koan turun ke bumi untuk mengampuni umat manusia.

Versi Keenam

Cap Go Meh dirayakan sebagai pesta musim bunga terbesar untuk menghormati matahari yang muncul pada musim dingin. Maka hari itu orang-secara beramai-ramai akan mengadakan permainan Barongsai, Liong ataupun Kilin sebagai lambang musim bunga, hujan dan kesuburan pada malam purnama.  Cap Go Meh dirayakan dengan memasang lampion berwarna-warni sambil menikmati bulan yang terang.

Versi Ketujuh

Cap Go Meh sebagai perayaan untuk bertobat atau memohon ampunan agar manusia dijauhkan dari musim paceklik. Versi ini terutama didasari cerita tentang seorang raja yang telah melakukan kesalahan karena telah memecahkan botol seorang pertapa. Botol yang dilarang untuk dibuka itu, ternyata adalah peristirahatan Dewa Kekeringan. Si pertapa lalu kesal dengan kelakuan rajanya. Dia lantas meninggalkan negerinya yang sejak itu dilanda kekeringan. Untuk menebus kesalahan, raja lalu berpuasa selama 40 hari 40 malam. Di akhir puasanya, hujan pun turun dan itu dipercaya sebagai awal dari kemakmuran. [] Admin/dari berbagai sumber

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top