Kab. Bogor

YSK Inisiasi Dialog Lintas Iman, Soroti Tantangan Jelang Berlakunya KUHP Nasional

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Yayasan Satu Keadilan (YSK) menyelenggarakan kegiatan Interfaith Dialogue dengan tema “Menguatkan Jejaring dan Keberlanjutan Advokasi Kelompok Rentan di Bogor Raya” di Kampus Mubarak, Parung, pada Senin, (15/12/2025).

Kegiatan ini dihadiri oleh 41 peserta yang berasal dari organisasi masyarakat sipil (CSO), komunitas lintas iman, kelompok rentan, serta perwakilan media di wilayah Bogor Raya.

Dialog ini menghadirkan Arif Munandar dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebagai narasumber, serta Syamsul Alam Agus dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Diskusi dipandu oleh Chia (Metamorfosis) sebagai moderator. Kegiatan berlangsung dalam suasana terbuka, partisipatif, dan penuh semangat kebersamaan lintas iman dan lintas isu.

Dalam sambutannya, Buldan Burhanuddin selaku perwakilan tuan rumah  menyampaikan apresiasi atas kehadiran seluruh peserta dan menekankan pentingnya ruang dialog yang aman, inklusif, dan berlandaskan nilai kemanusiaan. Sementara itu, YSK menegaskan bahwa forum ini menjadi ruang penting untuk mempertemukan berbagai perspektif dan pengalaman dalam memperkuat kerja-kerja advokasi kelompok rentan secara berkelanjutan di tingkat lokal.

Baca juga  Masjid Al Falaah Pondok Udik Jadi Gerai Vaksinasi Covid 19

Arif Munandar (JAI) menekankan bahwa perbedaan keyakinan merupakan realitas sosial yang tidak dapat dihindari, dan perdamaian hanya dapat terwujud apabila perbedaan tersebut diakui serta dihormati. Ia juga berbagi pengalaman Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam menghadapi stigma dan diskriminasi, serta pentingnya dialog lintas iman untuk menyingkirkan sekat-sekat perbedaan dan memperkuat nilai kemanusiaan. Menurutnya, dialog tidak boleh berhenti pada diskusi semata, melainkan perlu dilanjutkan dengan langkah-langkah konkret dan kolaboratif.

Sementara itu, Syamsul Alam Agus (YSK) memaparkan berbagai potensi risiko sosial dan hukum yang dapat muncul seiring dengan pemberlakuan KUHP Nasional 2023 yang akan berlaku penuh pada 2 Januari 2026. Ia menyoroti sejumlah pasal yang dinilai berpotensi diskriminatif, termasuk konsep living law, pasal-pasal terkait penodaan agama, kesusilaan, kohabitasi, dan aborsi, yang dapat berdampak serius pada kelompok rentan, minoritas agama, serta penganut kepercayaan. Dalam konteks tersebut, ia menekankan pentingnya mitigasi risiko melalui peningkatan pengetahuan publik, penguatan jejaring, dan pembangunan sistem peringatan dini (early warning system).

Baca juga  Diskop UKM Kabupaten Bogor: BLT Rp2,4 Juta Gelombang 3 Belum Dibuka

Diskusi juga menyoroti peran strategis masyarakat sipil dalam advokasi, mulai dari jangka pendek hingga jangka panjang, termasuk penguatan kesadaran komunitas, edukasi aparat penegak hukum, serta solidaritas lintas komunitas. Sejumlah peserta berbagi pengalaman konkret terkait praktik diskriminasi, keterbatasan akses keadilan, hingga kebutuhan pendampingan hukum bagi kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, komunitas agama minoritas, dan buruh.

Melalui dialog ini, para peserta sepakat bahwa tantangan perlindungan kelompok rentan tidak dapat dihadapi secara sektoral, melainkan membutuhkan kolektivitas, jejaring lintas iman, dan kolaborasi berkelanjutan. Forum ini juga menegaskan pentingnya membuka ruang dialog yang lebih luas dengan melibatkan pemangku kebijakan, serta melakukan inventarisasi potensi konflik dan risiko di tingkat komunitas sebagai langkah pencegahan. [] Hari

Baca juga  Care Visit Aset Wakaf di Zona Madina Bersama Wakaf Planner
Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top