TPT Pabrik Mayora di Cimande Hilir Diduga Langgar Garis Sempadan Sungai
BOGOR-KITA.com, CARINGIN – Pabrik PT Tirta Fresindo Jaya Ciherang milik Mayora Group diduga melanggar garis sempadan sungai (GSS).
Diduga, pembangunan tembok penahan tanah (TPT) yang dilakukan Mayora terhadap Sungai Cimande yang melalui pabrik tidak mengantongi izin dari instansi terkait.
“Kami telah beberapa kali menyurati PT Tirta Fresindo Jaya terkait pembangunan TPT tersebut. Namun, hingga kini pihak Mayora belum memberikan respons sama sekali,” ujar Damui, Sekretaris Desa Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor pada Rabu (24/1/2024).
Sementara, tokoh masyarakat yang juga Pengamat Kebijakan Sosial, Indra Surkana, mengatakan pembangunan garis sempadan sungai atau GSS di Sungai Cimande yang berada di tengah pabrik Mayora itu menyebabkan terjadinya penyempitan sungai.
“Kita menduga pembangunan tembok penahan tebing atau TPT yang dilakukan PT Tirta Fresindo Jaya Ciherang tersebut tidak mengantongi izin dari instansi terkait,” katanya.
Indra menuturkan, Peraturan Menteri PUPR tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Danau menyebutkan, untuk membangun TPT itu harus dilakukan dulu penembokan dari bibir sungai. Baru setelah penembokan dilakukan, pembangunan TPT bisa dikerjakan.
“Itu tidak dilakukan Mayora, sehingga kita mempertanyakan apakah mereka sudah mengantongi izin atau tidak. Seharusnya, pihak perusahaan harus melakukan penembokan dari mulai sisi Sungai Cimande lebih dulu, baru melakukan TPT,” tegasnya.
Usep, Warga Cimande Hilir, mengungkapkan pembangunan tembok penahan tebing sungai Cimande itu telah menyebabkan rumah-rumah warga kebanjiran jika airnya meluap.
“Apalagi jika ada sampah-sampah yang menyumbat sungai, itu membuat airnya meluap. Jika itu terjadi, rumah-rumah warga yang berada di dekat sungai itu biasanya kebanjiran,” tuturnya.
Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ediar Usman, mengatakan sempadan sungai itu berfungsi sebagai tempat limpasan air sungai.
“Jadi, kalau volume air sungai itu sedang meningkat, sempadan itu menjadi tempat limpasan airnya. Tapi, kalau tebingnya dibangun, air sungai nggak sempat melimpas,” ujarnya.
Jadi, kata Ediar, jika sempadan itu dibangun tembok penahan tebing, itu akan berakibat terjadinya penyempitan sungai dan bisa menyebabkan banjir di bagian hulu sungai.
Ia menyarankan agar pihak Pemda sebagai pihak pemberi izin memberi peringatan kepada pihak-pihak yang melanggar garis sempadan sungai.
“Karena, kalau semakin lama dibiarkan, biasanya sulit untuk ditertibkan karena mereka pasti akan melawan,” ujarnya.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat republik Indonesia Nomor 28/Prt/M/2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau disebutkan untuk kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan tiga meter, pembangunan Garis Sempadan paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
Dalam hal kedalaman sungai lebih dari tiga meter sampai dengan 20 meter, pembangunanya paling sedikit berjarak 15 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Sementara, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 meter, pembangunan GSS paling sedikit berjarak 30 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
Terpisah, Industri Relation General Affair (IRGA), PT Tirta Fresindo Jaya (TFJ), Woko Wahtoto membantah bahwa pembangunan TPT tersebut tidak berizin.
Menurutnya pembangunan TPT tersebut sudah mendapat izin dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Dirjen Sumber Daya Air.
“Terkait TPT belum berizin itu adalah tidak benar. Kami sudah punya izin dari menteri pekerjaan umum cq dirjen sumber daya air dikeluarkan pada bulan Februari 2019,” jelas Woko.
Terkait pernyataan Sekdes Cimande Hilir, Damui, pihaknya tidak pernah menerima surat dari desa terkait hal itu.
“Informasi dari pak Damui Sekdes Desa Cimande, bahwa sudah berkali kali kirim surat menanyakan izin terkait izin sungai tersebut adalah tidak benar. Kami tidsk pernah terima surat tentang hal tersebut,” ungkapnya.
Sementara, lanjut Woko keterangan warga Cimande Usep, bahwa TPT menyebabkan banjir juga tidak benar, sebab tinggi bibir sungai sekitar 15 meter lebih dan saat banjir level muka air hanya 2- 3 meter.
“Setidaknya kami pasang alat meter pengukur tinggi level air jadi ke pantau saat hujan,” ucapnya.
Untuk masalah izin dari pemda, dikatakan Woko itu juga salah, sebab yang mengeluarkan izin tersebut dari kementerian PU melalui dirjen SDA.
“Tentunya kementerian PUPR memberi izin sudah berpedoman Permen Pupr No 28/prt/m/2015 dan tidak mungkin melanggar aturan yang mereka buat sendiri,” tandasnya. [] Ricky/Hari