The 33th IPB Strategic Talk Bahas Reorientasi Ekonomi Indonesia berbasis Nusantaranomics
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis IPB menggelar The 33th IPB Strategic Talk yang bertajuk Reorientasi Ekonomi Indonesia berbasis Nusantaranomics Menuju Masyarakat yang Berkeadilan Sosial, Kamis (11/10/2021).
Diskusi Nusantaranomics seri keempat ini terlaksana atas kerjasama antara Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis IPB, Lingkar Kajian Ekonomi Nusantara (LKEN), dan Komunitas Angkringan Bentara Rakyat (AKAR).
Dalam diskusi ini menghadirkan beberapa pembicara seperti Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila, Universitas Trilogi Jakarta, Dr. Setia Lenggono, Dosen Universitas Negeri Makassar, Dr Muhammad Syukur dan Guru Besar Sosiologi FISIP Universitas Indonesia, Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Somantri.
Dalam sambutannya, Asisten Direktur Bidang Informasi Strategis, Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis mengatakan nusantaranomics ialah model ekonomi lokal khas Indonesia, berbasis usaha bersama dan kekeluargaan yang merupakan nilai-nilai dasar masyarakat etnik Indonesia.
Pembicara, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila, Universitas Trilogi Jakarta, Dr. Setia Lenggono, menekankan bahwa akar konsep dari ekonomi nusantara seharusnya bukanlah jalan tengah dari ekonomi sosialis dan ekonomi kapitalis. Namun, adalah konsep yang secara utuh dan mandiri lahir dari budaya khas etnik masyarakat Indonesia.
“Di dalamnya, ada basis filosofi hidup, kreativitas dan inovasi serta spirit kewirausahaan sosial etnik yang beragam. Ada pula warisan teknologi secara turun-temurun. Secara aksiologi pun telah dipraktikkan dalam aktivitas ekonomi etnik Nusantara dalam berbagai sektor ekonomi,” ucap Setia.
Ia menambahkan, Nusantaranomics sebagai perspektif ilmiah, relevan dengan sistem demokrasi Indonesia yang telah digagas oleh para pendiri negara. “Karena di dalamnya terkandung perspektif Pancasila, yakni Filsafat Etnik Nusantara atau disebut Filsafat Pancasila,” tambahnya.
Sementara itu, narasumber kedua, Dosen Universitas Negeri Makassar, Dr Muhammad Syukur, menguraikan secara khusus tentang Praksis Ekonomi Nusantara ala Masyarakat Wajo Berbasis Tenun di Sulawesi Selatan, dimana sudah dilakukan sejak abad 13. Pada awalnya, praktik tersebut hanya untuk sekedar kebutuhan sehari-hari saja. Namun seiring dengan kehadiran pedagang lain dari berbagai daerah, penenun mulai terintegrasi dengan sistem pasar.
“Para pengusaha tenun ini selalu menjadi garda terdepan dalam memberikan sumbangan berbagai aktivitas seperti gotong royong dan sebagainya. Fakta tersebut mencerminkan bahwa meskipun kelompok pengusaha tenun yang menjadikan tenun sebagai pekerjaan pokok dan sumber utama penghasilan keluarga, tetap ada nilai-nilai lokal budaya Bugis Wajo yang melekat,” katanya
Sedangkan, pembicara terakhir, Guru Besar Sosiologi FISIP Universitas Indonesia, Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Somantri, menyatakan bahwa masalah krusial yang dihadapi bangsa saat ini adalah fenomena disparitas sangat tinggi.
Lebih dari 60% sumberdaya negara dikuasai oleh kurang dari 1% penduduk. Menurutnya ini menandakan aspek liberalisme dan kapitalisme belum lepas dari ekonomi Indonesia.
“Pertanyaannya, bagaimana kita mendudukan ekonomi negara yang ada saat ini dengan konteks ekonomi nusantara yang telah digagas Soekarno tahun 1945 lalu,” ungkap Gumilar.
Untuk mencapai hal tersebut, lanjut Gumilar, diperlukan beberapa hal, yakni, pertama memperkuat basis ekonomi pertanian pedesaan Indonesia, kedua membangun capacity building masyarakat berbasis local wisdom, ketiga melestarikan nilai-nilai gotong royong.
“Sedangkan keempat, membangun dan dikembangkan literasi digital, khususnya digital ekonomi, tutup pria yang pernah menjabat sebagai Rektor UI tersebut. [] Ricky
