PKL MA Salmun
BOGOR-KITA.com – Suhu politik Kota Bogor terus memanas. Sebanyak 19 anggota DPRD Kota Bogor dikhabarkan sudah tidak sabar. Mereka tidak lagi ingin sekadar menggunakan hak interpelasi, tetapi mau langsung menggunakan hak angket dalam kasus pembebasan lahan Pasar Jambu Dua.
Bedanya, kasus di DKI Jakarta sudah ada judulnya yakni Ahok versus DPRD. Sementara kasus di Kota Bogor, judulnya masih belum mengkristal, karena belum semuam anggota DPRD setuju hak angket, baru 19. Temanya di Jakarta juga sudah jelas, yakni dana siluman Rp12,1 triliun di APBD. Sedang di Kota Bogor, temanya masih malu-malu. Di Jakarta, target masing-masing pihak juga sudah dikemukakan secara terang-terangan. Ahok ingin semua DPRD masuk penjara, demikian sebaliknya, DPRD menargetkan Ahok masuk bui. Sementara di Kota Bogor, belum ada target-targetan. Lagi pula, berbeda dengan Ahok yang tempramental, Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto lebih kalem.
Perbedaan lainnya adalah, kasus Jakarta sudah dibahas di acara Indonesia Lowyers Club (ILC) yang dipimpin Karny Ilyas, sedang kasus Kota Bogor, belum.
Bagaimana gerangan kasus ini akan berujung. DPRD DKI sudah mulai masuk angin ditandai mundurnya Fraksi Partai Nasdem sebagai penandatangan hak angket. Sedang Ahok dengan tegas mengatakan tidak ada kompromi. Turun tanggannya pihak Kemendagri tidak membuat Ahok surut walaupun barang selangkah. Bahkan Ahok sudah sesumbar mengatakan, kalaupun hak angkat batal digunakan, Ahok bertekad terus maju mempersoalkan apa yang dikenal sebagai begal APBD.
Dilihat dari kerasnya Ahok dan H Lulung di DPRD, maka kasus DKI Jjakarta, jelas lebih panas dibanding kasus di Kota Bogor. Namun demikian, calon korbannya jelas. Di Jakarta korbannya adalah pegawa DKI yang belum gajian sampai sekarang. Sementara calon korban di Kota Bogor adalah pedagang kaki lima (PKL) yang tergusur dari Jalan MA Salmun, karena pembebasan lahan itu diperuntukkan pada mereka. Jika konflik berkelanjutan, maka relokasi mereka akan berlarut-larut. [] analisis berita petrus barus