Diskusi di Terminal Baranangsiang
BOGOR-KITA.com – Salah satu cara membatalkan optimalisasi Terminal baranangsiang yang dapat diempuh adalah walikota sekarang yakni Bima Arya Sugiarto menggugat walikota sebelumnya karena telah membuat keputusan bersepakat dengan pihak ketiga yakni PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) untuk mengoptimalisasi Terminal Barangsiang yang terintegrasi dengan mal dan hotel mewah.
Hal ini dikemukakan Ketua Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso dalam diskusi yang digelar Koalisi Mahasiswa (KOMA) se-Kota Bogor, di lantai dua salah satu bangunan di dalam area Terminal Baranangsiang, Kota Bogor, Minggu (5/4/2015) sore. Selain Sugeng, diskusi yang dihadiri puluhan komunitas pengguna terminal seperti pengamen, pengasong dan lain sebagainya itu, juga menghadirkan tiga pembicara lain meliputi, anggota Komisi II DPR RI Diah Pitaloka, Dekan Fakultas Pertanian IPB Dr Eman Riadi, dan dosen Universitas Pakuan, RM RM Mihradi. Sedangkan orang nomor satu di Kota Bogor hadir dan tampil sebagai keynote speaker.
Gagasan melayangkan gugatan terhadap walkota sebelumnya itu dikemukakan Sugeng menjawab pertanyaan seorang peserta yang ragu Walikota Bima Arya berani membatalkan optimalisasi karena khawatir digugat oleh PT PGI. (Baca: https://bogor-kita.com/index.php/menu-kota-bogor/1253-underpass-salah-satu-alasan-walikota-menggantung-optimalisasi-terminal-baranangsiang)
Menurut Sugeng ada beberapa lankah yang bisa dilakukan untuk membatalkan optimalisasi. Antara lain berbicara dan mendatangi Komisi II DPR RI. Cara lain komunitas pengguna teminal menggugat ke pengadilan melalui class action. “Tetapi apa pun langkah yang ingin diambil, haruslah disertai dengan kerja keras dan endurance (stamima berjuang tinggi) yang tinggi,” kata Sugeng yang juga pendiri Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogo Raya (LBH KBR).
Sugeng kemudian menuturkan bagaimana dia melayangkan gugatan terkait pelanggaram yang dilakukan Hotel Amaroossa, atau menggugat istri seorang jenderal polisi yang menyekap 17 pembantu yang hasilnya tidak maksimal untuk tidak mengatakan mengecewakan.
Menggugat walikota sebelumnya, menurut Sugeng memiliki alasan yang kuat, yakni selain karena rencana optimalisai tidak melibatkan DPRD Kota Bogor, juga karena terjadi manipulasi kata aset. “Awalnya yang dioptimalisasi hanya terminal. Berarti fungsinya. Belakangan muncul istilah aset yang diselipkan belakangan,” tandas Sugeng.