Mendakan Pram
BOGOR-KITA.com – Inalillahi wa inailaihi rojiun. Tidak ada tanda-tanda Pramudia Kadarisman alias Bang Ucok (54), sakit . Ketika saya tiba di Kantor Megaswara TV di kawasan Jalan Suryakencana, beberapa menit setelah beduk buka puasa, Minggu (12/7/2015),
Bang Ucok sedang asik makan sate padang. Tamu yang sudah datang dan semuanya sedang asik makan, adalah Sugeng Teguh Santoso, Suprapto, Desta, Bagus, Farah dan bberapa lainnya.
Ketika saya datang, Pram, demikian biasa saya menyapanya, langsung menyambut ramah dengan senyumnya yang khas. “Ayo Bang, langsung makan,” pinta Pram sambil terus menikmati hidangan buka puasanya.
Saya menuruti. Ketika saya sudah mulai makan, Pram berhenti setelah menghabiskan sate padangnya. Saya ajak Pram lanjut, makan nasi. “Ayo Pram makan nasi,” yang dijawab, nanti.
Pak Wakil Walikota Usmar Hariman datang. Pram menyambutnya hangat dan menyilakan langsung makan. Tetapi Pak Usmar memilih sholat terlebih dahulu. Pak Usmar mengajak Pram Sholat dan keduanya beranjak ke lantai bawah Gedung Megaswara yang besar. Sama sekali tidak ada tanda-tanda Pram akan pergi untuk selamanya.
Usai sholat, Pram kembali duduk ke tempatnya semula, persis di sebelah kanan saya dengan posisi agak menjorok sedikit ke belakang ke meja front office Megaswara Sementara Pak Usmar mulai makan ditemani Bagus, Desta, Pak Prapto, Farah dan saya. Sugeng Teguh Santoso sedang berbicara melalui sambungan telpon di teras. Sejumlah omongan ringan meluncur dari semua yang hadir. Semuanya tampak rileks tidak ada gejala apa-apa.
Saya ajak lagi Pram lanjut makan yang dijawab, “nanti”.
Omongan meluncur sekenanya. Pak Usmar bercerita bahwa dia buka puasa di tiga tempat, dan memilih makan di Megaswara. Sambil makan, Pak Usmar angkat bicara hal-hal ringan. Sementara saya coba membanyol dengan menjadikan Bagus dan Desta sebagai objek. “Saya katakan, sebelum Pak Usmar datang, Bagus dan Desta banyak besuara. Tetapi setelah Pak Usmar datang, keduanya langsung duduk sopan. Banyolan itu agak mengena karena Desta dan Bagus langsung bereaksi.”
Di tengah suasana yang mulai agak ramai dengan tanggapan Desta atas banyolan saya, Pram tetap diam. Saya sempat melirik ke arah Pram dan melihat dia seperti mengiat dengan menarik punggungnya ke belakang, sambil menarik nafas. Saya pikir hal itu biasa saja. Bagus yang persis duduk berhadapan dengan Pram juga tidak melihat ada sesuatu yang aneh dari Pram. Bagus terus saja angkat bicara.
Tetapi tiba-tiba Bagus dan Farah bereaksi dan mendekat ke Pram. Kami semua ikut mendekat. Farah langsung menopang punggung Pram. Sementara Bagus dalam situasi setengah panik meminta obat ke sopir Pram. Suasana mendadak panik. Pak Usmar menghentikan makan. Obat yang dicari awalnya tidak ditemukan. Ada suara, di kantongnya. Farah dan Bagus merogoh kantong Pram, tapi tak ditemukan. Sopir Pram berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan seseorang. Obat itu kemudian ditemukan di tas. Ada suara, masukkan di bawah lidah. Semua beusaha. Pak Usmar ikut membantu membuka mulut Pam untuk memasukkan obat. Suasana panik. Bagus memegangi nadi di pergelangan tangan Pram. Tapi tak mengatakan apa-apa.
Seketika itu juga diputuskan dibawa ke rumah sakit. Terdengar ada sebutan PMI, PMI. Semuanya bergerak cepat, temasuk sopir Pak Usmar yang tadinya santai merokok di luar, ikut sibuk. Secepat kilat, mobil siap. Kami menggotong Pram ke dalam mobil. Farah dan Bagus mengapitnya di kiri kanan. Farah menyelipkan bantal di kepala Pram, dan langsung tancap gas.
Pada saat besamaan kami bergerak menyusul. Saya sudah sampai di PMI tetapi, pasien bernama Pramudia atau Bang Ucok, tidak ada dalam daftar. Sempat terjadi perdebatan. Namun tiba-tiba datang telepon, menginformasikan, karena macet kenderaan yang membawa Pram langsung dibelokkan ke Rumah Sakit BMC.
Sesaat setelah tiba di BMC, saya melihat sudah banyak rekan-rekan wartawan. Pak Usmar bersama Pak Suprapto juga berada di sana. Sambil berjalan mendekati Pak Usmar dan Pak Suprapto saya dapat telpon dari Pak Sugeng, mengatakan Pram sudah….Desta yang bersama saya, juga mendapat telpon dan mengabarkan Pram sudah meninggal dan langsung dibawa ke rumah.
Kabar meninggalnya Pram juga saya terima dari Pak Usmar. Saya masih melihat rekan-rekan wartawan saling berbicara satu sama lain. Mereka sepertinya juga tak menduga Pram akan pergi secepat itu.
Pak Diani Budiarto juga datang ke RS BMC dan berbicara dengan Pak Usmar. Setelah mendengar penjelasan bahwa Pram sudah dibawa pulang, Pak Diani beranjak.
Di rumah duka di Jalan Hanafi Cimahpar, suasana sangat berkabung. Tamu pelayat terus berdatangan. Walikota Bima Arya, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade Munawaroh, dan lainnya tampak memanjatkan doa di sisi almarhum. Sampai tengah malam, pelayat terus bedatangan.
Sambil, menemani Pram yang sudah terbujur kaku, satu sama lain bercerita tentang Pram. Donny, yang sangat dekat dengan Pram, bercerita, bahwa Pram sebenarnya sedang menjalani program makan obat tekait masalah jantung yan diahadapinya. Sebab itu, seharusnya dia tidak puasa. Tapi, menurut Donny, tiga hari terakhir, Pram memaksakan diri berpuasa.
Sementara Bagus yang sangat sedih, sempat ngamuk ketika bertemu seseorang di RS BMC yang ada hubungannya dengan Pram, dan rang itu akhyrnya menyatakan Innalilahi.
Buka puasa bersama itu sebetulnya direncanakan di pendopo milik Sugeng di Parakan Salak. Tetapi, sekitar pukul 14.00 WIB, Sugeng mengirim pesan BBM buka puasa bersama dipindah ke Megaswara. Walau saya tahu menuju Megaswara macet, saya langsung setuju, karena sudah lama tak bertemu Pram.
Di rumah duka, Sugeng Teguh Santoso meyakini, Pram sangat gembira dengan acara buka pusa bersama di Megaswara itu. Alasan Sugeng karena Pram lama tidak bertemu kembali sekaligus dengan dirinya, dan saya. “Minusnya cuma Somat yang terlambat datang,” kata Sugeng mengenang tiga tahun lalu ketika pertama kali dia bertemu dan berkenalan dengan Pram bersama saya dan Somat.
Saya sendiri sudah mengenal Pram ketika saya diajak Jacky Wijaya ikut bergabung mengelola Harian Lingkar Bogor. Pram, dalam kapasitasnya sebagai Pemimpin Redaksi Megaswara TV dan Direktur Operasional Radio Megaswara, ikut membantu pendirian koran itu.
Saya dan Pram cepat akrab. Pram seorang yang kreatif. Dalam pertemuan hari itu juga bersama Jacky, terlontar gagasan membuat acara TV di Megaswara seperti acara Lowyer Club di TV-One, tetapi dengan isu-isu seputar Bogor Kota dan Kabupaten. Setelah saya bergabung dengan Harian Pakar, persahabatan dengan Pram terus berlanjut. Dibantu oleh Choky, ketika itu bahkan terbentuk Forum Pemred. Pram setuju saya ketua, dia wakil.
Selamat Jalan Kawan Pram…[] Petrus Barus