BOGOR-KITA.com – BOGOR – Praktik korupsi akan berekskalasi. Hal ini dikemukakan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor Mihradi, S.H.,MH menanggapi revisi Undang – undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang mulai berlaku Kamis (17/10/2019) pukul 00.00 WIB.
Diketahui, revisi Undang- undang KPK yang telah disetujui DPR dan Presiden RI Jokowi akan berlaku dan masuk ke lembaran negara. Beberapa pasal direvisi, salah satunya adalah tentang kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan.
Sebelum direvisi, Pasal 12 UU KPK mengatakan dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
Pasal ini sangat menakutkan para koruptor karena bisa dimanfaatkan oleh penyidik KPK untuk memantau perilaku koruptif seluruh jajaran pemerintah, sekaligus memperoleh bukti korupsi yang dilakukan.
Setelah revisi: Pasal 12B (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas. (2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. (3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak permintaan diajukan. (4) Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Menanggapi hal ini Mihradi mengatakan yang pasti dengan adanya Dewan Pengawas terkait penyadapan maka KPK tidak leluasa di dalam melakukan proses penyidikan pada umumnya.
“Ini tentu kalau tidak diiringi penguatan tata kelola pemerintahan yang baik akan berpotensi mendorong eskalasi praktik korupsi di daerah,” katanya.
Ia menambahkan perlu dipikirkan ke depan membangun sistem integritas di birokrasi daerah. KPK pasca UU revisi berlaku, harus mengoptimalkan fungsi pencegahan dan desain kultur anti korupsi di birokrasi.
Terakhir, Mihradi menduga praktik Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK akan melemah dan perlu dipikirkan upaya lain memberantas korupsi dengan situasi UU yang baru.
“Waktu akan menjadi penguji tantangan ke depan,” tandasnya.
Diketahui, semula muncul gerakan mahasiswa untuk menolak revisi UU KPK ini. Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu namun ternyata Jokowi tidak mengeluarkan Perppu hingga Kamis (17/10/2019) pukul 00.00 WIB. [] Hari