Kab. Bogor

Pertemuan KP2C – Kementerian PUPR: Ketersedian Lahan Penghambat Normalisasi Sungai

kp2c

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Direktur Sungai dan Pantai, Ditjen Sumber Daya Air (SDA), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Ir. Bob Arthur Lombogia, M.S, mengatakan bahwa ketersediaan lahan menjadi salah satu faktor utama penghambat laju program normalisasi di sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia.

Dalam pertemuan  dengan Pengurus KP2C, Selasa sore (2/3/2022), di Kementerian PUPR, Bob
mencontohkan normalisasi yang saat ini dilakukan di Kali Bekasi. Saat ini proyek berdurasi tiga tahun tersebut terhenti karena persoalan lahan.

“Pembebasan lahan ada di bawah kewenangan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, kota). Kami hanya membangun infrastrukturnya,” jelas Bob.

Untuk itu, dia mengingatkan Pemerintah Kabupaten Bogor  agar segera mempersiapkan lahan. Karena program normalisasi sub DAS Cileungsi dan Cikeas yang memasuki wilayah Kabupaten Bogor akan juga  dilakukan pemerintah pusat.

Menurut Bob, saat ini Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) tengah melakukan  kegiatan normalisasi di Kali Bekasi untuk Paket 1 (Bendung Bekasi-P2C), Paket 6  dan Paket 7 di wilayah Cikarang Bekasi Laut (CBL) Kabupaten Bekasi, dari total tujuh paket. Capaian pengerjaan saat ini masing-masing sekitar 32 persen, 3 persen dan di bawah 1 persen.

Proyek pengendalian banjir tersebut menurut rencana akan juga dibangun hingga  wilayah sub DAS Cileungsi (P2C hingga Curug Parigi) dan sub DAS Cikeas dari P2C hingga PDAM Jatisari. “Sesuai anggaran yang ada, sepanjang 8 km ke hulu dari P2C,” ujar Bob.

“Kami sangat berkomitmen untuk menindaklanjutinya dan  sudah dimasukan dalam Rencana Aksi,  termasuk di dalamnya pengendalian banjir, polder  ruang terbuka hingga  kolam retensi,” papar Bob.

Upaya KP2C

Sementara Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas (KP2C), Puarman, menjelaskan tentang program kegiatan pemantauan Tinggi Muka Air (TMA), kondisi geografis ketiga sungai dan peluang ke depan dalam pengendalian banjir akibat meluapnya ketiga sungai tersebut.

Termasuk juga upaya-upaya  yang sudah dilakukan KP2C dalam meminimalkan potensi banjir. Di antaranya mengirim Rekomendasi kepada Presiden pada Oktober 2018 dan Petisi kepada Presiden, Menteri PUPR dan DPR RI  tentang Percepatan Normalisasi sungai Cileungsi Cikeas pada pertengahan Maret ini.

Terkait Rekomendasi KP2C tahun 2018,  menurut Puarman berisi perlunya dilakukan normalisasi sungai Cileungsi, Cikeas dan Kali Bekasi; penanggulan permanen; pembangunan cekdam, dan pembangunan waduk di hulu sungai Cileungsi. Hasilnya, program normalisasi Kali Bekasi terealisasi pada 2021 lalu.

Baca juga  Mulyadi Sutan Sati, Ketua IKSP Jabodetabek 2020-2025

Sayangnya, menurut Puarman, bersamaan dengan bergulirnya kegiatan normalisasi di Kali Bekasi, justru beberapa wilayah di hulu Kali Bekasi lebih berpotensi banjir. Sebut saja perumahan Vila Nusa Indah (VNI) 1 dan 2.

“Banjir  menjadi lebih parah di dua wilayah itu, meski TMA di hulu Cileungsi hanya sekitar 400 cm,” jelas Puarman, seraya memberikan contoh kejadian banjir pada Rabu (16/2/2022) lalu.

“Persoalan utamanya tanggul. Karena itu, masyarakat di aliran Cileungsi dan Cikeas, khususnya yang bermukim di VNI 1, 2 dan 3 berharap  pemerintah segera membangun tanggul permanen. Bukan tanggul sementara,” urai Puarman.

Pasalnya, saat ini wilayah yang bersebelahan dengan VNI 1, yakni perumahan Pondok Gede Permai (PGP) sudah dibangun tanggul setinggi 420 cm.

Redesign

Adapun Alun, Kepala Bidang Perencanaan, BBWSCC, memaparkan program yang telah dan akan dibangun di ketiga sungai tersebut.

Menurut Alun, BBWS memberikan perhatian lebih pada sungai Cileungsi dan Cikeas maupun Kali Bekasi sejak  2018. Dari hasil pengamatan itu, kemudian muncul usulan perlunya dilakukan redesign ‘Detil Engineering Design’ (DED) yang sudah jadi. Redesign tersebut membuat BBWSCC merubah pendekatan   dari  restorasi  menjadi pengendalian  banjir komprehensif.

“Kejadian banjir tahun 2020 membuat kami  menyesuaikan DED di Cikeas, Untuk Cileungsi menyusul,” jelas Alun, dengan menambahkan bahwa  di hulu Cileungsi ada rencana membangun infrastruktur pengendalian banjir. Tepatnya di anak sungai Cibadak.

“Karena belum signifikan dan proses belum disertifikasi desain bendungnya, maka kami belum melaporkan ke direktur (Sungai dan Pantai),” ujar Alun.

Selain direncanakan dibangun Waduk Narogong di hulu Cileungsi, di Cikeas ada beberapa lokasi yang juga akan dibangun kolam retensi dan polder. Selain juga pengerjaan tanggul dan perbaikan tebing.

“Di Cikeas akan ada kolam retensi di Bendung Kodja dan  perumahan Puri Nusapala. Untuk area di dekat PDAM bisa diusulkan. Kolam retensi ini untuk mereduksi banjir yang masuk ke aliran Cikeas,” papar Alun.

Baca juga  DPRD Jabar Akan Perjuangkan 4 Solusi Pencegahan Banjir Cileungsi - Cikeas

Disebut pula oleh Alun bahwa daerah rendah,  termasuk VNI 3, di aliran sungai Cikeas telah ada rekomendasi untuk dilakukan normalisasi.

Menurut Alun, normalisasi sungai Cikeas  di sekitar perumahan  VNI 3 kira-kira sepanjang 2,8 km. Juga akan dibangun kolam retensi dan penanggulan. Termasuk pelebaran 15 meter di kiri dan kanan dari palung sungai. Artinya, bisa saja terjadi relokasi warga.

“Kalau lahan belum ada kejelasan, kami tidak bisa mengusulkan (program normalisasi) ke Kementerian PUPR,” aku Alun.

Alun menjelaskan penetapan lokasi (penlok) pelebaran dan pembangunan tanggul dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat. “Kami sudah usulkan ke gubernur terkait penetapan lokasi, namun sampai sekarang belum keluar,” ungkap Alun.

Dalam pertemuan tersebut diketahui bahwa pada 2020 ada kesepakatan bersama enam menteri, tiga gubernur dan sembilan bupati dan walikota tentang Rencana Aksi Penanggulangan Banjir dan Longsor di Jabodetabekpunjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur).

Dalam rencana aksi tersebut disepakati bahwa penyediaan lahan dalam aksi penanggulangan banjir dan longsor  oleh Pemda (provinsi dan kabupaten/kota)

Dalam program pengendalian banjir perlu dukungan pengendalian tata ruang, perizinan yang sudah diterbitkan, pengendalian bangunan ilegal. Juga pengelolaan sampah, di mana sampah seharusnya bisa dicegah. “Dirjen SDA tidak punya kebijakan publik. Semuanya ada di pemda,” tandas Alun.

Menurut Alun, penlok menjadi penting, karena BBWSCC bisa melakukan konsinyasi. “Ngepushnya ke provinsi. Kalau kabupaten/kota sudah komitmen. Provinsi perlu didorong,” pinta Alun.

Sebagaimana diketahui, Pemkab Bekasi dan Pemkot Bekasi telah mengalokasikan masing-masing  Rp 25 miliar untuk program pembebasan lahan.

“Yang belum provinsi. Dan kalau lahan sudah ada,  langsung dikerjakan. Kalau lahan belum bebas, susah untuk mengusulkan ke atas,” ucap Alun.

Alun juga berharap masyarakat hendaknya mengetahui tahapan normalisasi sungai.  Tahapan itu terdiri atas LARAP (Rencana Aksi Pengambilalihan dan Penggantian Tanah); Penlok  trase pengendalian banjir oleh gubernur; penyiapan lahan oleh Pemkab/Pemkot; dan pekerjaan konstruksi oleh Kementerian PUPR/ BBWSCC.

Bendung Bekasi

Terkait Bendung Bekasi, Direktur Sungai dan Pantai juga menginformasikan bahwa Direktorat Bina Tehnik, Kementerian PUPR, telah melakukan kajian  terhadap revitalisasi Bendung Bekasi.

“Solusinya, daerah hilir bendung  harus dinormalisasi terlebih dulu. Debit yang lewat di pintu bendung 1000 meter per detik. Sehingga dari pemodelan matematis, kita perlu lakukan upaya normalisasi di hilir Bendung Bekasi. Ini agar mempercepat air dari hulu lewat,” ujar Bob.

Baca juga  Diduga Jadi Penyebab Longsor, Tambang di Desa Cipinang Diminta Tutup

Karena bukan Proyek Strategis Nasional (PSN), penanganan pengendalian banjir di tiga sungai tersebut   tidak didukung  pendanaan dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

Namun bagi Puarman, jika penyesuaian SOP Bendung Bekasi menunggu normalisasi di hilir sungai selesai, akan lebih banyak  warga menjadi korban  banjir. “Sebenarnya bendung tidak perlu dibongkar tapi  cukup ketinggian normal airnya diturunkan dua meter, dari saat ini 18,5 meter di atas permukaan laut (MDPL),” tandas Puarman.

Jika diturunkan sebesar dua meter, dalam hitungan Puarman, air di Kali Bekasi akan menyusut sekitar 1.600.000 meter kubik. “Pengurangan volume air sungai sebesar itu dimungkinkan tidak akan lagi terjadi banjir di perumahan-perumahan yang selama ini dilanda banjir,” jelas Puarman.

Dijelaskan oleh Bob bahwa  saat ini pola operasi  Bendung Bekasi sudah dikaji dan diperbaiki. Bila kondisi normal, air di Bendung Bekasi dimanfaatkan untuk PDAM.  Ketika TMA naik, berlakulah   pola operasi bendung sebagai pengendali banjir.

Tuntutan masyarakat

Dalam kesempatan itu, KP2C sekaligus menyampaikan tuntutan masyarakat melalui Petisi yang sudah ditandatangai lebih dari 6.000 masyarakat kepada Direktur Sungai dan Pantai. Yakni, percepatan normalisasi sungai Cileungsi dan Cikeas; pembangunan tanggul permanen; dan melanjutkan normalisasi Kali Bekasi.

KP2C sendiri mengajukan permintaan ke Direktur Sungai dan Pantai untuk mengerjakan studi LARAP  tahun ini; konstruksi normalisasi sungai Cileungsi  dan Cikeas mulai dikerjakan tahun anggaran 2023 (harus masuk di perencanaan anggaran yg dibuat tahun ini).

Permintaan lainnya, agar gubernur, bupati dan walikota wajib memasukkan anggaran pengadaan lahan di anggaran 2023 yang perencanaannya dibuat tahun ini. Dan minta pernyataan tertulis  sebagai bentuk komitmen dan keseriusan pemerintah dalam program normalisasi di tiga sungai tersebut, untuk disampaikan ke masyarakat.

“Direktur Sungai dan Pantai belum bisa memberikan janji tertulis karena Direktur akan melaporkan tuntutan ini melalui nota dinas kepada Dirjen SDA,” jelas Puarman. [] Hari/KP2C

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top