Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat Masih Rendah
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Perampasan wilayah adat di Indonesia tahun 2023 mencapai 2,5 juta hektar yang disertai dengan kriminalisasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat.
Perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat pun belum ada peningkatan yang signifikan hingga saat ini.
Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo menyampaikan pada Maret 2024 ini BRWA telah meregistrasi 1.425 Wilayah Adat seluas 28,2 juta hektar di Indonesia.
Kemudian, luas total wilayah adat yang ditetapkan pengakuannya oleh pemerintah daerah mencapai 240 wilayah adat dengan luas mencapai 3,9 juta hektar.
Luasan tersebut hanya 13,8 persen dari total wilayah adat teregistrasi di BRWA.
“Rendahnya capaian pengakuan wilayah adat oleh pemerintah daerah karena belum adanya program dan dana memadai yang disediakan oleh pemerintah,” ucap Kasmita Widodo usai diskusi dalam Peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2024 di Sempur Bogor pada Selasa (19/3/2024).
Seiring dengan hal tersebut, lanjut Kasmita Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35 dalam pengakuan hutan adat.
Sampai saat ini, KLHK baru menetapkan 244.195 hektar di 131 wilayah adat. Padahal potensi hutan adat dari peta wilayah adat teregistasi di BRWA mencapai 22,8 juta hektar.
“Belum adanya Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (UUMA) menyebabkan urusan pengakuan masyarakat adat dijalankan mengikuti peraturan perundangan sektoral,” ungkapnya.
Akibatnya, kata Kasmita tidak ada kelembagaan dan progam di tingkat nasional yang dapat menggerakkan seluruh proses perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat di Indonesia.
“Kerumitan yang dialami masyarakat adat dalam menghadapi kondisi politik kebijakan daerah dan birokasi pengakuan wilayah adat, hak-hak atas tanah, hutan serta wilayah pesisir laut perlu segera dihentikan. Pemerintah pusat dan daerah perlu segera melakukan terobosan dan kemudahan bagi masyarakat adat melakukan pengakuan hak-hak masyarakat adat,” tegasnya.
Sementara, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menuturkan AMAN menggugat Presiden dan DPR RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena 15 Tahun Tak Kunjung Sahkan RUU Masyarakat Adat.
Dikatakan Rukka, ancaman terhadap masyarakat adat dan wilayah adat berpotensi masih terus berlangsung di masa transisi pemerintahan maupun pada masa pemerintahan mendatang.
Ketiadaan UU Masyarakat Adat, lanjut Rukka masifnya investasi, dan implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah menjadi kombinasi yang sempurna terhadap perampasan wilayah adat serta penyingkiran masyarakat adat atas ruang hidupnya.
“Momentum Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ini hendaknya pemerintah dan DPR untuk sungguh-sungguh menjalankan amanat konstitusi UUD 45 dalam melindungi dan mengakui masyarakat adat dan wilayah adatnya. Segera membahas dan mengesahkan UU Masyarakat Adat,” pungkas Rukka Sombolinggi. [] Ricky