BOGOR-KITA.com – Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menepati janjinya dan telah melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memastikan ada tidaknya maladministrasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor terkait sengketa air minum antara Komite Warga Sentul City (KWSC) dengan pengembang Sentul City yang sudah berlangsung tahunan.
Sebelumnya, Ombudsman mengatakan ada dugaan maladministrasi dalam kasus itu. Maladministrasi itu sendiri indikasi adanya praktik korupsi.
Apa saja yang sudah diperiksa oleh Ombudsman?
“Cukup banyak yang sudah kami periksa, baik berupa dokumen maupun tinjauan lapangan,” kata Ketua Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho kepada Hari dari BOGOR-KITA.com di Bogor, Rabu (10/10/2018).
Berikut penjelasan Ketua Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho tentang rincian pemeriksaan yang sudah dan masih akan dilakukan.
Ombudsman RI Perwakilan Jaya Raya telah melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memverifikasi dugaan maladminitrasi yang dilakukan oleh Pemkab Kabupaten Bogor terhadap Sistem Pengadaan Air Minum (SPAM) di Perumahan Sentul City, Kabupaten Bogor.
Pertama, soal Izin SPAM Sentul City untuk menjual air ke pada konsumen di lingkungan Perumahan Sentul City.
PP 122/2015 menyatakan bahwa pengelolaan SPAM setelah putusan MK yang membatalkan UU SDA, swasta tidak berhak lagi melakukan penjualan air minum langsung kepada masyarakat. Pihak swasta harus bekerjasama dengan PDAM sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK).
Terkait dengan hal itu, kami melakukan pemeriksaan seperti apa kerjasama PDAM dengan Sentul City?
Kami sudah memeriksa ke Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan rekomendasi teknis sebagai syarat dikeluarkannya Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) sebagai dasar dikeluarkannya izin SPAM yang diberikan kepada Sentul City.
Kedua, kami mengecek perjanjian kerjasama antara PDAM dan Sentul City. Kami mengecek, apakah perjanjian tersebut merupakan perjanjian SPAM seperti Aetrea dan Palyja di Jakarta. Penyelenggara SPAM di Jakarta bertindak memproduksi air, mendistribusikan dan mengolah air minum seperti yang dinyatakan dalam pasal peralihan PP 125/2015.
Bagaimana dengan Sentul City? Apakah SPAM Sentul City bisa dikecualikan penghentian perjanjiannya dan berhak melanjutkan SPAM, atau Sentul City tidak masuk dalam kategori seperti Aetrea dan Palyja di Jakarta.
Untuk memastikan hal tersebut kami telah memeriksa Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPSPAM) selaku pemangku otoritas dalam tata kelola SPAM.
Ketiga, terkait langkah Pemkab Bogor yang mengeluarkan tarif baru SPAM Sentul City yang kemudian dijadikan rujukan dalam penentuan tarif. Tentang hal ini, kami sudah melakukan pemeriksaan kepada Ditjen Bina Pembangunan Daerah terkait dengan pelaksanaan Permendagri No. 71 Thn 2016. Dalam hal ini kami ingin mengetahui apakah tarif yang ditetapkan oleh Pemkab Bogor sudah sesuai Permendagri tersebut atau belum.
Keempat, Sentul City juga menerapkan biaya bagi pengelolaan lingkungan dan menjadikannya sebagai satu kesatuan dengan biaya tagihan air minum. Dasar yang diajukan mereka adalah perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli.
Terkait hal ini, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya akan memanggil Bupati Bogor dan dinas terkait untuk memastikan apakah perjanjian jual beli itu bertentangan atau tidak dengan enam prinsip dasar penyediaan air minum yang ditetapkan MK.
Enam prinsip dasar penyediaan air itu meliputi, pertama, tidak mengganggu hak rakyat atas air. Kedua, keharusan negara memenuhi hak rakyat atas air. Ketiga, kewajiban menjaga kelestarian lingkungan hidup. Keempat, adanya pengawasan dan pengendalian negara. Kelima, prioritas pengusahaan ada pada BUMN dan BUMD. Keenam, penetapan syarat ketat bagi keterlibatan swasta.
Hal lain yang kami periksa adalah, keterlambatan penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Sentul City kepada Pemkab Bogor. Soal PSU ini penting karena belum diserahkannya PSU Sentul City ke Pemkab Bogor menjadi alasan pembenar bagi Sentul City untuk memungut biaya pemeliharaan lingkungan dari warga.
Soal penyerahan PSU tersebut dirujuk pada Permendagri 9/2009. Kami melakukan pemeriksaan kepada Ditjen Banda Depdagri untuk memastikan ada tidaknya maladministrasi yang dilakukan Pemkab Bogor terkait dengan Pemendagri 9/2009 tersebut.
Pemerintah Kabupaten Bogor juga mengeluarkan Peraturan Daerah 7/2012 yang mengharuskan PSU diserahkan oleh pengembang kepada Pemkab Bogor, termasuk kewajiban pemkab untuk melakukan penyelidikan oleh PPNS jika dalam waktu enam bulan PSU tidak diserahkan.
Terkait hal ini, kami juga akan memanggil BPK untuk mengonfirmasi potensi kerugian negara akibat keterlambatan penyerahan PSU tersebut.
Agar perhitungannya tepat, kami meminta Amdal Sentul City kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, master plan juga site plan Sentul city kepada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bogor untuk memastikan secara tepat PSU yang masih bisa dikelola sendiri oleh Sentul City dan PSU mana yang sudah harus diserahkan ke Pemkab Bogor.
Selain itu, kami akan melakukan pengukuran terhadap dampak kerugian enam desa di wilayah sekitar Sentul City yang belum mendapat pelayanan PDAM karena terhalang oleh belum diserahkannya PSU Sentul City kepada Pembak Bogor.
Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah Pemkab Bogor sudah memberikan layanan standar minimum bagi warga Kabupaten Bogor sebagai salah satu dasar penilaian terhadap pemerintah daerah yang menerapkan asa-asas pemerintahan yang baik.
Bagaimana hasil pemeriksaan dan pengecekan? Dalam waktu dekat akan kami simpulkan. [] Admin