Kronologi Warga Ngamuk di RSUD Leuwiliang
BOGOR-KITA.com, LEUWILIANG – Pihak RSUD Leuwiliang angkat bicara mengenai kabar adanya warga yang protes dan ngamuk karena menduga ada penyembunyian mobil ambulans yang akan digunakan seorang pasien. Diketahui, peristiwa tersebut langsung viral di media sosial.
Direktur Utama (Dirut) RSUD Leuwiliang, dokter Vitrie Winastri mengungkapkan kronologi peristiwa tersebut. Kata dia, pasien saat itu datang pada Kamis 9 November 2023 sekitar pukul 18.15 WIB dengan diantar satu orang temannya pasca alami kecelakaan lalu lintas.
“Saat datang pasien diterima petugas IGD dalam keadaan sadar dan dapat berkomunikasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan oleh dokter, mendapatkan terapi, dilakukan pembersihan luka, merawat luka, memasang spalk pada kaki kiri, memberikan suntikan obat penghilang nyeri,” kata Vitrie Winastri, di keterangan resmi, Minggu (12/11/2023).
Setelah itu, lanjutnya, dokter memberikan penjelasan kepada keluarga bahwa kondisi pasien dalam keadaan sadar dan dapat berkomunikasi dengan petugas.
Kemudian dijelaskan bahwa pasien dapat dirawat di RSUD Leuwiliang untuk kondisi patah kakinya, dan jika setelah pemeriksaan lanjutan dibutuhkan dokter spesialis syaraf, maka akan dirujuk ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis bedah syaraf.
“Karena RSUD Leuwiliang belum memiliki dokter spesialis bedah syaraf,” jelas Vitrie.
Selanjutnya, orang tua pasien datang juga ke rumah sakit. Di sini, dokter kembali memberikan edukasi, namun yang bersangkutan tetap menunggu suami pasien datang.
“Setelah suami datang, diberikan edukasi kembali oleh dokter tentang kondisi pasien sesuai penjelasan di atas. Ketika dijelaskan prosedur rujukan, keluarga ingin langsung membawa pasien ke rumah sakit lain dengan kendaraan sendiri,” terangnya.
Kemudian dokter pun menjelaskan prosedur rujukan antar rumah sakit yang harus melalui SPGDT (Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu). Sehingga rumah sakit yang akan menjadi tempat rujukan, mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien.
“Setelah rumah sakit yang dituju siap menerima pasien, maka pasien akan diantar menggunakan ambulans rumah sakit dengan didampingi oleh tenaga kesehatan (perawat/dokter) RSUD Leuwiliang,” tutur Vitrie.
Tetapi setelah dijelaskan, sambungnya, keluarga pasien tetap akan membawa pasien memakai kendaraan sendiri.
“Dokter melakukan edukasi ulang terkait prosedur SPGDT beberapa kali untuk menjaga agar kondisi pasien tetap stabil. Suami dan keluarga tetap menolak menggunakan sistem Rujukan (SPGDT) tersebut dan tetap akan menggunakan kendaraan sendiri, dan ternyata petugas rumah sakit melihat telah ada kendaraan yang menjemput pasien tersebut,” tandasnya.[] Fahry