Kementan dan Dewan Guru Besar IPB University Bahas Kebijakan Subsidi Pupuk
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Pembangunan pertanian saat ini telah diupayakan sedemikian rupa oleh pemerintah demi menyediakan kesediaan pangan yang cukup untuk rakyat Indonesia. Kesediaan pangan tersebut dapat terjaga dengan baik melalui stabilnya daya beli masyarakat dan peningkatan kesejahteraan petani.
Dengan anggaran yang besar, kebijakan pupuk yang telah diterapkan sejak tahun 1970-an hingga kini diharapkan dapat secara efektif dan tepat sasaran untuk membangun kesejahteraan petani.
Membahas hal tersebut, Dewan Guru Besar IPB University bekerja sama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan topik “Persoalan Kunci Subsidi Pupuk di Indonesia”, Kamis (5/8/2021). Kegiatan tersebut membahas terkait transformasi kebijakan pupuk pada industri sebagai kunci menuju pertanian yang presisi. Kebijakan tersebut perlu dicermati sehingga dapat memberikan masukan dari berbagai pihak terutama dari perguruan tinggi.
Oke Nurwan, Dipl.Ing Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan RI menyampaikan bahwa isu utama terkait komoditi pupuk bersubsidi saat ini berawal dari arah kebijakan merujuk pada RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) tahun 2021. Kebutuhan pupuk petani di Indonesia saat ini sebesar 23 juta ton, sedangkan alokasi pupuk bersubsidi hanya 9 juta ton atau setara 25 trilyun rupiah.
Adanya selisih gap antara kebutuhan pupuk petani dengan alokasi pupuk bersubsidi yang disediakan pemerintah dikarenakan keterbatasan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) menjadi salah satu sumbu utama yang perlu dibahas. Pemerintah perlu menentukan arah kebijakan terkait memenuhi ketahanan pangan atau kesejahteraan petani karena persoalan tersebut saling tarik menarik.
“Mungkin dari kebijakan pupuk bersubsidi ini perlu diperjelas antara fokusnya. Kriteria penerima subsidi atau tujuan kebijakannya itu untuk kesejahteraan pangan atau untuk kesejahteraan petani miskin. Ini hal utama yang harus segera dibenahi,” ungkapnya.
Hal utama kedua yang ia soroti yakni terdapat beberapa kekurangan pada kriteria data petani penerima subsidi dan lahan, verifikasi, dan benchmark dengan data lain. Serta integrasi data secara real time. Ia menyebutkan database dan mekanisme penyalurannya harus diperbaiki. Selain itu, pola penebusan pupuk bersubsidi dalam kelompok tani belum ditentukan dengan suatu sistem. Sehingga perlu diseragamkan dan distandarkan.
Ali Jamil, PhD, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan RI yang diwakili oleh Yanti Erna menyebutkan bahwa Kementan telah melakukan beberapa FGD untuk merumuskan formulasi kebijakan pupuk bersubsidi yang ideal. Hasil rumusan sebagai upaya perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi berupa akurasi data sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (eRDKK) sebagai titik mula transformasi subsidi pupuk. Perbaikan penetapan alokasi pupuk, jaminan ketersediaan pupuk di setiap wilayah, serta peningkatan Harga Eceran Tertinggi (HET) secara bertahap juga turut dirumuskan.
Prof Yusman Syaukat, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University menyampaikan bahwa meskipun terjadi pro kontra dalam kebijakan subsidi pupuk, secara ekonomi kebijakan ini memiliki justifikasi dan rasionalitas untuk terus dilaksanakan. Sejak tahun 1971, implementasinya telah dihadapkan pada berbagai masalah dan kendala. Sehingga outputnya masih belum optimal dalam mencapai tujuan.
Berbagai penyempurnaan dalam pelaksanaan kebijakan ini masih sangat memungkinkan. Faktor koordinasi vertikal dan horizontal antar stakeholder dalam merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi program secara lebih terintegrasi, akuntabel, dan transparan merupakan salah satu kunci penyempurnaan program ini di masa datang.
“Koordinasi di level pusat maupun di daerah, bagaimana akselerasi penyiapan dan distribusi Kartu Tani ini harus diperbaiki. Bagaimana peningkatan kapasitas BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dan PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) tidak hanya dari jumlah penyuluhnya, tapi juga kapasitas mereka ini lebih penting lagi,” tandas Pakar Agribisnis IPB University ini. [] Hari