Kajian BPH Sebut 10 Persen Pohon Jalur Hijau di Kota Bogor Tak Sehat
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Sekitar 10 persen pohon yang berada di jalur hijau Kota Bogor berada dalam kondisi tidak sehat dan berpotensi mengalami kerusakan berat. Temuan ini mendorong perlunya tata kelola jalur hijau yang lebih adaptif dan melibatkan berbagai pihak.
Data tersebut terungkap dalam kegiatan “Diseminasi Hasil Kajian Kesehatan Pohon di Jalur Hijau” yang digelar Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim) bersama Bhumi Pasa Hijau (BPH) dan Tree Grower Community dari IPB University di Kantor Sekretariat DPRD Kota Bogor, Sabtu (3/5/2025).
Kajian dilakukan dengan pendekatan Forest Health Monitoring (FHM) dan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), mencakup 772 pohon pada sembilan koridor jalur hijau. Hasil pengamatan disampaikan langsung oleh tim BPH dan ditanggapi oleh tiga ahli: Dr. Erianto Indra dan Dr. Supriyanto dari IPB serta Dr. Arif Noor dari BRIN.
“Sebanyak 10 persen pohon di jalur hijau Kota Bogor dalam kondisi kurang sehat hingga tidak sehat. Beberapa jalur seperti Jalan Malabar Ujung dan Jalan Sancang menunjukkan tingkat kerusakan signifikan dan memerlukan penanganan cepat,” ujar peneliti dari BPH, Sheikha.
Ia menyebut, kajian ini menjadi langkah awal dalam mendorong pengelolaan jalur hijau yang lebih adaptif terhadap tantangan perubahan iklim.
“Ini juga merupakan bentuk mitigasi risiko dalam menghadapi ancaman lingkungan,” katanya.
Sementara, Kepala Bidang Pengelola dan Keanekaragaman Hayati Disperumkim Kota Bogor, Devi Librianti Juvita mengatakan, hasil kajian ini sangat membantu Pemkot dalam menyusun prioritas pengelolaan jalur hijau. Ia menekankan pentingnya kolaborasi multipihak.
“Jalur hijau adalah bagian dari infrastruktur ekologi kota. Menjaganya bukan sekadar urusan estetika, tapi juga mitigasi risiko lingkungan dan adaptasi perubahan iklim,” jelas Devi.
Diseminasi ini juga menyoroti penggunaan aplikasi Inventree, inovasi BPH dalam memantau kesehatan pohon secara visual. Aplikasi ini diharapkan dapat mendukung Kota Bogor menjadi kota yang berketahanan iklim.
Peneliti IPB dan SEAMEO Biotrop Dr. Supriyanto mengapresiasi pendekatan kajian yang digunakan. Menurutnya, metode FHM yang dikeluarkan US EPA tahun 1992 sudah terbukti valid.
“Integrasi dengan sistem geospasial ini sangat membantu pemeliharaan pohon di kota,” ungkapnya.
Para penelaah dari IPB dan BRIN menyarankan agar kajian serupa dilakukan secara rutin, tidak hanya di Bogor, tapi juga di kota-kota lain di Indonesia, guna menciptakan ruang hijau yang sehat, adaptif, dan responsif terhadap dinamika ekologi dan sosial. [] Ricky